Â
"Terus?"
Â
"Terus ada cerita lucu. Kamu mau kan main ke negaraku? Di negaraku banyak orang lucu lho!"
Â
"Ya sudah ayok!"
Â
"berang-berang makan kawat, modyar!"
Â
Bapak Pucung Pada Tahun Sepi Ing Gawe, Rame Ing Pamrih
Â
Tibalah mereka di suatu kota negara gemah ripah loh jinawi dan bersembunyi di suatu tempat yang aman. Masyarakat urban tidak ada yang weruh[4] dimana dua ruh ahli kubur kita ini bersembunyi. Kota telalu yang tidak pernah tidur ini terlalu menyibukkan kaum urban, sehingga segala hal yang begini jarang diperhatikan. Kalau toh ada yang tertarik memperhatikan pasti diolok-olok takhayul, klenik, dll. Tentu saja kebiasaan orang urban tidak begitu tertarik dengan takhayul dan klenik modernitas dalam alam pikir neoliberalisme.