Kupandang bahasa cintamu. Kupegang rasa didadamu. Kupeluk asa bersamamu. Aku dan kau. Dua cincin jadi satu.
Tak ada yang salah, cintaku. Ini bukan salah atau benar. Dua hati, sudah sendiri sendiri. Dalam beban dan semakin lelah. Jika bersama lebih mudah, kenapa sendiri?
Ego yang ketakutan. Prasangka yang berlebihan. Curiga yang tak beralasan. Semua hanya sampah. Kadang kita melebihi Kuasa Tuhan. Memastikan prinsip, penjarakan diri. Terkungkung dalam siksa, yang dicipta sendiri.
Buka hati, buka cinta. Jangan cap semua sama. Luka lalu saatnya dikubur. Bersama, satukan nada. Selaras dalam juang bersama. Wujudkan janji, dalam langkah berdua.
Saat Tuhan menyatukan. Apakah harus ditolak? Kebodohan yang dungu. Semesta punya cara. Kenapa ingkar pada jalan Yang Kuasa. Jika kita dalam Takdir Cinta.
Hidup itu memilih. Dengan hati. Bukan dengan prasangka. Apa sulitnya bilang iya. Hanya tiga huruf. Bukti sudah. Apakah kau malu dengan utusan Illahi. Yang datang padamu. Untuk mengangkat Derajatmu.
Cinta ini bukan aku saja. Tulus ini bukan dolanan remaja. Tawaran ini bukan modal dusta, para buaya.Â
Sikapmu, kujawab perjuangan untukmu. Aku memang bukan yang terbaik. Tapi aku berusaha menjadi baik. Dalam amanat suci.
Ini aku. Ini caraku. Hargai yang rela berdarah darah untukmu. Ini bukan janji gombal para pembual. Ini juang bersamamu. Karena ada, untuk dirimu. Dan hasilnya, kelak untukmu. Milikilah jerih payah ini, tanpa mengusir yang Mencintaimu.Â
Dua cincin jadi satu. Ini untukmu. Sebelum waktu merubah rasa kecewa. Jadi luka baru hingga akhir masa. Pekalah pada nurani. Kau terpilih.Â
Syukuri, jangan ingkari. Bukti apa lagi yang akan kau dustakan. Keangkuhan akan melindas orang orang yang sombong. Padahal semakin lama, kita menua. Sekarang, menunggu apa.
Malang, 2 Desember 2021
Oleh Eko Irawan