Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kupas Kendala Penulis Genre Fiksiana: Terlalu Asyik dalam Dunianya

13 Oktober 2021   15:34 Diperbarui: 13 Oktober 2021   15:38 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sahabat Kompasianer, semoga senantiasa tetap dalam kondisi sehat dan penuh semangat dalam membuat content creator menulisnya. Disitulah dunia asyikmu kau temukan, sebagai bentuk passion didunia menulismu sendiri. Alhamdulillah ini jadi karya saya yang ke 800 di Kompasiana, semoga artikel ini mampu menginspirasi banyak penulis lainnya.

Menemukan gaya tulisanmu sendiri dan tema yang sesuai passion yang kamu suka adalah bekal kekuatanmu menulis tanpa harus mendompleng gaya penulisan idolamu atau menunggu disuruh pihak lain baru menulis. Inisiatif adalah kunci. 

Kemauan diri mau menulis apa, adalah pilihan project yang akan dikerjakan, lengkap dengan langkah dan tindakan di dalamnya. 

Membangun inisiatif ini dibutuhkan motivasi tinggi, agar waktu dan hasil dari project itu tidak ambyar. Bagi penulis Genre non fiksi, maka langkah langkah yang ditempuhnya adalah temukan tema, perkaya literasi dari tema dimaksud, riset data dilapangan, pengamatan, wawancara, pergi ke perpustakaan, cari buku pustakanya atau Googling didunia Maya. 

Kemudian mulai menulis dan done. Jadilah karyamu. Tapi bagaimana dengan penulis fiksi. Suatu project fiksiana dalam dunia puisi, cerpen atau novel ternyata bisa dikerjakan jika kamu bisa menciptakan dunia fiksimu sendiri. 

Tulisan ini mencoba kupas kendala penulis genre fiksiana, kenapa sebuah tulisan fiksi tiba tiba macet ditengah proses dan kita terjebak dalam dunia yang sedang kita bangun didalamnya. 

Sebagai penulis kita terlalu asyik dalam dunia yang sedang kita bangun. Saya mengalaminya, dan saya tidak sendiri karena penulis genre fiksiana ternyata terjebak dalam worldbuilders Syndrome. Mari kita kupas, semoga menginspirasi

Review Tulisanku Di Kompasiana 

Awalku menulis di Kompasiana saya banyak menulis tentang dunia komunitas yang saya ada didalamnya dan inovasi pemberdayaan didalamnya. 7 bulan lalu saya coba mengukur sejauh mana #puisi Eko Irawan  dikenali mesin pencari Google, hasilnya saya masukkan di Eko Irawan Channel di YouTube sbb 


Dari sana saya semakin mengevaluasi diri, dimana saya bisa maksimal berkarya, genrenya apa dan kira kira bisa tidak saya intens menulis didalamnya. Penulis bagi saya haruslah multi talenta. 

Tulisan yang dilengkapi foto sekedar comot dari google image, menurut saya sudah keren. Saya melakukannya beberapa waktu yang lalu, namun ternyata itu kurang aku banget. 

Harusnya setiap artikel tulisan, harus dilengkapi foto hasil jepretan kamu sendiri yang khas. Akhirnya saya belajar Hobby fotografi. Bahkan saat Hobby Reenactor digabung dengan fotografi, justru saya dan komunitas yang jadi modelnya. Ini contohnya 

Parade juang Surabaya dokpri Reenactor Ngalam
Parade juang Surabaya dokpri Reenactor Ngalam

Contoh Hobby seperti diataslah yang membuat konten menulismu semakin kaya. 

Saya pribadi setelah pandemi covid melanda, sempat down, karena aturan pembatasan sosial yang melarang kerumunan untuk memutus mata rantai penyebaran pandemi. Beberapa giat Museum Reenactor gagal terlaksana karena kegiatan disana bersifat kerumunan. 

Apakah saya berhenti? Seharusnya tidak. 

Proses kreatif harus tetap jalan dan bisa terlaksana jika bertemu dengan orang orang yang sefrekuensi dalam konten creator. Ini saya lakukan dengan bergabung dengan Kampung Nila Slilir dan Alhamdulillah turut menjadi bagian dari progres si ikan Nila yang ditahun 2021 ini masuk dalam inovasi tingkat nasional dalam kompetisi Inovasi Pelayanan Publik yang diadakan Kepmenpan RB. Energi positif inilah harus didapat agar moodbooster menulismu tidak terbunuh. 

Memang sebagai penulis, harus belajar dan rajin bertanya. Jika perlu turut tergabung dalam beberapa komunitas seperti apa yang saya lakukan. 

Jarang lho, penulis yang berinovasi. Biasanya penulis hanya meliput, tapi penulis yang menjadi pelaku inovasi akan punya resource tanpa batas, sehingga kendala mati ide bisa diatasi secara gampang. 

Namun menulis tema tema baru perlu kamu eksplore, sehingga kamu benar benar multi tasking. Itu untuk conten creator tulisan non fiksi. Kenapa saya juga berminat menulis di genre fiksiana, dan karena passion saya di genre ini, mau tidak mau justru genre fiksiana yang bisa tumbuh pesat dalam list karya saya yang terbit di Kompasiana. Menjadi diri sendiri adalah kuncinya. Bagaimana dengan anda?

Nikmati secara Bermain 

Tulisan ini menjadi semacam curhat, namun seperti inilah cara saya berbagi pada para penulis lainnya. Ilmu yang bermanfaat haruslah dibagi dengan orang lain. Ilmu ini milik semesta dan kita tak bisa secara eksklusif memiliki untuk diri kita sendiri. Intinya, karena saya belum mampu beramal dibidang lain, maka amal ilmu yang manfaat adalah inspirasi dan amal yang tak ternilai harganya dan tak bisa dibayar dengan sejumlah uang. Jujur saya dikritik sebagai kurang kerjaan. Kok ngurusi hal hal yang tidak ada uangnya. 

Diluar sana, kreatif itu jika ada duwitnya, baru dikerjakan. 

Tapi bagi saya seni inovasi kreatif itu tak perlu mikir kamu dibayar berapa, tapi bertanyalah kamu sumbang apa untuk semesta, karena saya yakin, semesta akan memberi jalan terindah dan akan dibayar mahal kepadamu mulai dari dunia dan hingga akhiratmu kelak. 

Saya bukan mau menggurui, tapi inilah keyakinan saya dan itu hak semua orang untuk menjalani proses membangun konten creator secara kreatif. Terus bagaimana cara kita tetap intens berkreasi?

Menjalani sebagai Hobby, nikmati secara bermain adalah cara yang saya tempuh. Coba lihat Hobby Reenactor saya di video sebagai berikut 


Video diatas adalah kegiatan perang perangan dalam rangka peringatan hari pahlawan disurabaya. Kenapa sudah tua masih main perang perangan, karena disitulah seorang penulis membangun moodboosternya agar tetap membara. 

Tiap penulis punya caranya sendiri dan sah sah saja mereka menjalankan hobbynya. Yang penting Hobby itu asyik, tidak jadi beban, menyenangkan dan tidak melanggar aturan hukum dan agama. Namun bagaimana dengan penulis genre fiksiana menjaga moodboosternya?

Miliki world buildersmu sendiri.

Bangunlah imajinasimu sendiri dan tulislah. Untuk menulis fiksiana, ternyata tidak segampang diomongkan orang. Guru saya adalah pengalaman saya sendiri menulis fiksi. Banyak orang bilang, nulis fiksi itu gampang. Itu kata orang. 

Prakteknya? Ternyata tak semudah yang dibicarakan. Beberapa project fiksi saya ternyata kandas gagal tayang karena saya kurang intens, alasannya sibuk dan jawaban ilmiahnya ternyata saya terjebak dalam kendala world builders syndrome.

Beberapa naskah fiksi saya, masuk laci karena saya terjebak dalam dunia yang saya ciptakan sendiri. Memang menulis dunia kita sendiri itu asyik, karena kita ada didalamnya. 

Namun ternyata kita terjebak dengan idealisme dunia yang kita ciptakan sendiri. Contohnya saya ingin menulis sebuah kerajaan antah berantah disuatu pulau. Ini peta pulaunya 

Peta imaji wilayah pulau obsesium dokpri Eko irawan
Peta imaji wilayah pulau obsesium dokpri Eko irawan

Kenapa saya menggambar pulau? Karena nantinya saya harus mampu menceritakan nama kota, adat istiadatnya, penduduknya dan arah jika bepergian itu kemana. Lucu jika saya bercerita ngawur, karena ibukota kerajaan itu ditepi laut disebelah Utara, tapi suatu saat tanpa panduan peta, saya lupa di Utara ada gunung. Kan runyam. Katanya utaranya laut, kok jadi gunung? 

Akhirnya itu hanya jadi peta yang sudah saya buat 10 tahun lalu, hingga sekarang belum pernah jadi karya fiksinya. Sudah ada beberapa chapter, ndilalah Ndak nyambung. 

Dan masuklah laci sebagai project suatu saat nanti. Lebih baik menulis fiksi dilatar belakangi oleh kondisi nyata suatu daerah. Seperti serial novel lupus, novel idola saya saat remaja 

Koleksi novel lupus dokpri Eko irawan
Koleksi novel lupus dokpri Eko irawan

Saya penggemar tulisan Hilman Hariwijaya saat remaja. Gaya tulisan saya mencoba copy paste beliau. Tapi apa daya, tulisan saya tidak pernah terbit dimajalah remaja waktu itu. 

Padahal waktu itu, kirim naskah harus ketik manual dan kirim via pos. Lumayan mahal bagi kantong anak SMA, Harus puasa tidak jajan dan naik angkot demi kirim tulisan. 

Dan Alhamdulillah, tidak terbit. Makanya saya heran, remaja sekarang kok nulis saja ogah, padahal smartphone di genggaman adalah media canggih menerbitkan suatu karya. Sudah dikasih kemudahan, kok masih banyak alasan. 

 Kembali ke tema, ternyata pengalaman panjang ini membuat saya introspeksi. Penulis fiksi harus punya bangunan fiksinya seperti apa, lengkap dengan segala isinya. Beberapa karya puisi bersambung saya, malah terputus seri karena saya terjebak dalam dunia yang saya ciptakan sendiri. Seri selanjutnya gagal tayang karena moodnya sudah sirna. Saya sadar, saya penulis yang independen, tak ada pihak lain yang minimal mengingatkan saya untuk melanjutkan seri selanjutnya. 

Jadi buat para penulis genre filsiana, sudah selayaknya punya master plan tertulis rencana dunia yang sedang dibangunnya. Saya punya, dan ternyata saya tetap terjebak kembali di dunia antah berantah. Belakangan malah saya terjebak dalam Hobby diecaster, Hobby saya sejak kecil, main mobil mobilan.

D oke garage koleksi Eko irawan
D oke garage koleksi Eko irawan

Projek bangunan rumah diecast dokpri Eko irawan
Projek bangunan rumah diecast dokpri Eko irawan

Selain untuk Hobby fotografi makro khusus diecast, berkumpul dengan koleksi diecast adalah metodelogi menjaga moodbooster menulis agar tetap survive. Jiwa kanak kanak yang gembira dan bebas berimajinasi adalah semangat yang terus saya tumbuhkan agar semangat menulis fiksi tetap bertahan. Itu cara saya, bagi penulis yang lain tentu berbeda cara. Karena tiap orang, punya Hobby masing masing. 

Koleksi buku sejarah dan diecast, dokpri Eko irawan
Koleksi buku sejarah dan diecast, dokpri Eko irawan

Selain diecast, pernik perlengkapan Hobby Reenactor, saya juga membangun perpustakaan khusus buku sejarah. Wal hasil kamar pribadi saya seperti gudang, museum, perpustakaan, studio foto, markas pejuang, kantor dan penuh dengan barang yang rawan diambil keponakan ketika tiba tiba nyelonong masuk ambil mainan diecast. Itulah dunia penulis fiksi. 

Terjebak dalam idealisme dunia yang diciptakannya sendiri. Bukan menulis untuk project obsesiumnya, tapi malah sibuk dengan membangun diorama untuk background ceritanya kelak. Bahkan lagi asyik bikin foto seperti ini, malah digangguin si bocil yang penasaran Ama koleksi diecast 

Cover puisi cinta dua merah dokpri
Cover puisi cinta dua merah dokpri

Munculah pertanyaan, om, sudah tua kok mainan mobil mobilan? Itulah kenapa seorang penulis fiksi itu butuh ekstra berimajinasi, ternyata untuk memperoleh bahan tulisannya. 

Memang proses membangun fiksiana ini Sangat-sangat melelahkan, dan saya tahu bahwa saya tidak sendirian. Akhirnya, sekarang saya malah fokus kembali menulis chapter dan bab serta meneruskan ceritanya karena setelah berkunjung ke banyak sumber, ternyata J.R.R Tolkien, J.K. Rowling, dan banyak novelis fantasi lainnya juga mengalami hal yang sama sebelum menelan bulat-bulat fakta yang berbunyi:

"Pembacamu tak perlu tahu akan semuanya."

Menurut saya pribadi, alangkah baiknya bila dunia yang kita cipta justru berkembang bersamaan dengan plot yang kita tulis sehingga tidak bertumpuk-undung satu sama lain.

Semoga keasyikan di dunia sendiri ini tidak melupakan segalanya. Eksplore passion ini perlu dilakukan dan terus dikembangkan. Hobby memang mahal. Ya biaya, waktu dan kesempatan hunting barang barang yang dicari. Bagaimana dengan anda?

Semoga tulisan panjang ini menginspirasi banyak penulis fiksiana menjadi lebih baik dan lahirlah karya fenomenal. Selamat mengeksplore world buildermu, dan teruslah aktif berkarya.

Malang, 13 Oktober 2021

Oleh Eko Irawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun