Apa kabar puisiku. Masihkah tak ada yang baca. Kecewakah? Kenapa jadi puisi tak terbaca. Curhat orang tak penting. Tak dibutuhkan. Tak dirindukan. Pinggiran terbuang yang tak dikenal.
Konsisten itu penting. Rekam jejak adalah bukti. Ini bukan sekedar sampah. Tapi daun daun berguguran. Yang jadi humus Pertiwi. Untuk kemajuan sastra.
Yang tak menulis, hanya pandai mencibir. Melihat pun ogah. Siapa yang tak bermutu. Yang menghabiskan malam malam. Untuk berkarya. Atau mereka yang hanya omong doang.
Menulisku larut hingga tengah malam. Itu tentangku. Saat tenang dalam lautan ide. Masterpiece, menurutku. Tapi tayang kemalaman. Tak terbaca. Tak terapresiasi.
Mengeluh hanya tanda goblok. Diolok olok kutu loncat. Tak punya pendirian. Biarlah tak dibaca. Tapi akan jadi permata. Saat jadi tambang berharga. Pada waktunya nanti.
Puisi tak terbaca. Tayang kemalaman. Resiko sastrawan antik. Penulis unik. Teruslah menyala, jangan padam. Sebelum engkau ditertawakan. Para jawara tong kosong. Yang ingin kamu berhenti dan jadi pecundang.
Malang, 24 April 2021
Oleh Eko Irawan