Mungkin aku ditertawakan. Kok bisa. Sejuta saran ideal, sekarung evaluasi dan segudang cemooh. Hanya membuatku terdiam. Karena mereka tak paham aku.
Ranah ini, sangat pribadi. Ini hidupku. Sakitku sendiri. Ini bagian dari kisah lampau. Yang usang. Diceritakan 7 hari 7 malam takkan habis. Hanya kisah tak penting.
Tak diceritakan hanya jadi beban. Yang terbawa terus. Mengganggu warasku. Hanya putus asa yang jadi nada nada. Kenapa ini terjadi tanpa kumengerti.
Benang kusut, tiada awal tiada akhir. Rumit mengiris iris hati. Seharusnya semangati aku ini. Itu mudah. Tapi dendam lebih memuaskan bagimu. Caramu habisi aku.Â
Jika tak butuh, tak masalah. Tapi caramu musuhi aku. Kau Galang semua manusia, untuk menuduh diriku. Sebagai bangsat laknat. Tapi kau menanti jerih payahku. Dalam kelelahan.
Aku sudah tak ada dihatimu. Kau punya pilihan yang lebih baik. Dan kau campakkan aku. Dijalan gelap. Tanpa motivasi. Hanya tuntutan harus dan harus. Tapi aku tak dianggap. Hingga aku tak tahu arah.
Hang sudah sistem hidupku. Puas bukan membuatku seperti ini? Tapi kau tetap menuduhku dalang dari semua ini. Sudah disiksa, dituntut berkahnya. Waraskah?
Tertatih dalam lelah. Kuterima dengan ikhlas. Semoga berkah. Tetes keringat ini tulusku. Tapi jangan harap aku kembali. Untuk jadi kerbau dungu, dolanan lucumu. Aku kembalikan kehati nuranimu. Jika punya. Namun dendammu sudah membuatmu buta.
Malang, 14 April 2021
Oleh Eko Irawan