Mohon tunggu...
Eko Wahyudi Antoro
Eko Wahyudi Antoro Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan statistik dan pendidikan

Konsultan, penulis dan pegiat lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Moksanya "Arjava" dan "Adambha" Bangsa

28 Januari 2024   20:07 Diperbarui: 29 Januari 2024   07:18 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

(2) Pejabat dan Wakil rakyat harus memiliki jiwa yang "Tulus"

Masih kah ada pejabat dan wakil rayat kita yang berjiwa "Tulus"...?.....mungkin masih ada, tapi mereka di belenggu sistem yang membuat ketulusan mereka harus di kubur dalam-dalam jika tidak ingin diri dan keluarga nya terancam, sebagaimana pejabat-pejabat di KPK yang di teror dan diintimidasi, bahkan terancam di bunuh. Tapi memang sulit, menjadi pejabat erat kaitannya dengan modal tak kasat mata yang nilainya fantastis, menjadi wakil rakyat juga membutuhkan modal untuk disebar layaknya bibit jagung di ladang. Kontrak politik dan janji-janji manis yang harus di penuhi atasnama kepentingan pribadi dan kelompok, ini menjadikan ketulusan sangat sulit lahir. Semua jadi serba simbiosis mutualisme, jika ada aspek yang menguntungkan, ya jalan, jika tidak yaa..maaf saya sibuk. Intinya, semua butuh cari BEP atau pengembalian modal, kalau modal sudah kembali pun, ya kadung sudah tau jalannya mencari uang dengan mudah, yang sayang kalau berhenti. Rumusnya: Menjadi pejabat atau wakil rakyat >> bikin yayasan atau lembaga non pemerintahan >> mencari program atau dana yang bisa di geser ke yayasannya atau lembaga atau usaha milikinya >> 30% untuk masyarakat, 70% untuk diri sendiri dan kroni, sudah aman dan nyaman >> yaa kalau masih terus bertambah digit nol di rekening, buat nyiapin bini lagi di setiap provinsi biar kalau kunjungan kerja ada yang menemani. Nyatanya emang masih banyak sosok-sosok yang tidak peduli siapa dia, dan darimana uangnya, yang penting terpenuhi kesenangannya, maka sudah rela. Peduli setan lah katanya, yang penting gue jadi sosialita.

(3) Pejabat dan Wakil rakyat harus memiliki jiwa yang "selaras antara pikiran, perkataan, dan perbuatan terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain"

Istilah selaras antara pikiran, perkataan, dan perbuatan terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain, ini akhir-ahir ini bisa kita lihat dari kampanye para caleg, Capres dan Cawapres. Mereka ngomongnya apa, eh tapi nyatanya bagaimana, ngomong suruh liat rekam jejaknya, rekam jejak yang mana juga rata rata tidak selaras dan semenjana. Bahkan, ada yang pernah dalam kampanyenya menyatakan, kalau anda pengen masuk syurga, maka pilihlah sosok yang jelas jelas bejuang di jalur agama, jelas realisasinya, dari pada uangnya dimakan garangan (musang), mending pilih saya, saya amanah dan sudah saya buktikan, ini ada gedung sekolah,  pesantren dll, ini ya dari bantuan yang saya usahakan. Eeeeh....ternyata tuhan menunjukkan jalan lain, saya di beri kesempatan untuk tahu bagaimana bentuk laporan yang dibuat dan bagaimana cara mereka membuat laporan....miriiiisss.....ini adalah gambaran nyata bahwa telah terjadi ke tidak selarasan antara pikiran, perkataan, dan perbuatan terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain

Kemudian Jiwa "Adambha" :

(1)tidak menipu

Mungkin apabila para pejabat atau wakil rakyat dikatakan menipu rakyatnya, tentu mereka tidak akan mau. Mungkin justru akan mengancam balik, menantang untuk membuktikan, dimana letak mereka menipu, dan bisa-bisa mereka akan menuntut atas nama pasal pencemaran nama baik. Tapi, kalau masih waras, dan nuraninya masih sehat, pasti hati kecilnya bisa berkata bahwa sejujurnya entah disengaja atau tidak merek telah melakukan tindakan itu. Contoh kecil saja, dengn membuat laporan yang di kondisikan, itu sudah tidak jujur dan menipu walau di atur secantik apapun.

(2) terus terang

Apakah ada sejauh ini pejabat dan wakil rakyat yang benar-benar terus terang atas berapa alokasi anggaran yang sebenarnya untuk rakyat?...bantuan-bantuan itu dari pusat berapa, yang turun berapa, kenapa tidak 100%, kalau tidak 100% alasannya kenapa, apakah pemerintah memang memerintahkan demikian....setau saya sejauh ini tidak ada, makanya banyak juga kan yang terjerat kasus-kasus korupsi, ya aspek ini...TIDAK TERUS TERANG...gaungnya saja yang transparan dan akuntabel, tapi kenyatannya NOL Besar...

Jadi kawan, sudah jamannya...kita tidak bisa melawan keadaan ini, yang sama sama berkuasanya saja disikat, apalagi kita yang sebatas cilok tak berurat. Yang penting tetap sehat, biar bisa bekerja mencari rejeki dengan giat, menghabiskan hidup penuh manfaat, sambil melihat para oknum laknat menikmati sekarat

Salam "ASOLOLE TAMBAH PEDOT"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun