Mohon tunggu...
Eka Sulistiyowati
Eka Sulistiyowati Mohon Tunggu... Administrasi - karyawan

aku tahu rezekiku takkan diambil orang lain, karenanya hatiku tenang. aku tahu amal-amalku takkan dikerjakan orang lain, karenanya kusibukkan diri dengan beramal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[RTC] Lembar Putih Liliana

16 Januari 2019   16:40 Diperbarui: 16 Januari 2019   22:08 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jingga menggurat indah di langit.  Menampakkan betapa sempurna penciptaan-Nya.  Garis batas antara langit dan lautan tak lagi kentara.  Sementara beberapa perahu nelayan sudah bersiap untuk melaut. 

Liliana menengadahkan tangannya.  Mencoba meresapi angin sore yang membalut tubuhnya.  Kaki kirinya masih terasa ngilu untuk dibuat jalan. 

"Sepertinya baru kemarin saja kita bersama Pa,  menikmati senja sembari bercerita tentang Mama" Liliana menggumam,  entah pada senja,  entah pada angin yang meniupi rambutnya yang terurai,"Sepertinya baru kemarin aku melihat tawa lepasmu Pa.  Tatapan lembutmu padaku masih juga kurasakan"

"Kak Lili" tegur seorang anak sembari memegang pergelangan tangan kanan Liliana. 

Liliana tersadar dari lamunannya, lalu menatap anak perempuan berambut ikal yang kini menatapnya. Anak yang menjadi yatim piatu sejak peristiwa sebulan lalu. Peristiwa yang juga membuatnya kehilangan satu-satunya orang yang tulus menyayanginya,  Papa. 

"Hai Naya" sambut Lili hangat. 


"Kak Lili kangen sama Papa ya? " tanya Naya. 

Liliana mengangguk pelan. 

"Naya juga kangen Bunda dan Ayah"

Seketika isak tangis Liliana tak terbendung.  Liliana memeluk anak perempuan yang masih berusia lima tahun itu.  Segurat rasa rindu dan sedih bergumul menjadi satu di hatinya. 

===

Sebulan yang lalu. 

Liliana menikmati senja bersama Papanya.  Hal yang jarang terjadi karena Papanya merupakan orang penting di jajaran petinggi perusahaan listrik milik negara. 

"Liliana,  kamu cantik seperti senja ini" kata Papa Liliana. 

"Apa Mama dulu secantik aku,  Pa? "

"Ya"

"Liliana kangen Mama"

"Sama"

Papa Liliana memeluk anak semata wayangnya. 

Sejenak mereka terdiam,  mencoba menikmati kerinduan pada sosok yang sama.  Perempuan  yang menduduki peringkat tertinggi di hati Lili dan Papanya.  Sosok istri dan ibu yang luar biasa hebatnya.  Ketangguhan yang akhirnya luluh oleh kanker payudara yang bertahun-tahun menggerogoti tubuhnya. 

"Lili,  jaga diri baik-baik  ya" kata Papa Liliana. 

"Memangnya Papa mau dinas keluar negeri lagi? Berapa lama? " tanya  Liliana.

Sang Papa hanya menatap putrinya dengan lembut dan senyum merekah dari bibirnya. 

"Papa jangan pergi lagi... Nanti Lili dirumah dengan siapa? " keluh Liliana. 

Senja pun akhirnya berganti malam.  Kegelapan yang seharusnya bernuansa indah,  apalagi acara Family Gathering yang mereka ikuti dirayakan cukup meriah.  Sebuah band kota metropolitan ikut mengisi acara tersebut. 

Berkali-kali Liliana tampak menguap. 

"Lili mengantuk? " tanya Papa Liliana usai makan malam. 

Liliana mengangguk, "Lili balik ke kamar dulu ya Pa"

Papa Liliana melihat sekilas casio di tangan kirinya. Masih pukul 21.15 WIB. 

"Okey honey,  take care ya" kata Pap Liliana. 

Liliana pun beranjak dari kursinya menuju tempat penginapan yang letaknya tak jauh dari pantai.

Liliana menghidupkan lampu kamar hotelnya.  Kemudian terdengar suara hiruk pikuk di luar sana.  Suara berdebum yang cukup mengerikan.  Liliana yang berada di lantai atas penginapan mencoba mencari tahu apa yang terjadi di luar sana.  Dibukanya tirai yang menghadap langsung ke pantai tanjung lesung. 

Liliana tertegun.  Panggung  hiburan dan segala hiasan yang baru dilihatnya lima belas menit lalu tak berbekas disapu oleh ombak.  Bahkan teriakan orang-orang menyebutkan satu kata yang dia takuti 'tsunami'. 

"Papa... " teriakannya tercekat begitu saja di tenggorokan. 

Liliana lemas dan seketika itu juga pingsan.

===

Jenazah Papa Liliana ditemukan sehari kemudian.  Tersangkut di sebuah gorong-gorong. Liliana sempat mencari kesana kemari hingga kaki kirinya terkena batu pantai yang cukup tajam sehingga harus mendapat perawatan. 

Rasa sedihnya yang mendalam karena kini dirinya menjadi sosok yatim piatu membuatnya terhenyak.  Terdiam mengamati apa yang tengah terjadi. Saat itulah dirinya bertemu Naya,  sosok kecil yang juga kehilangan kedua orangtua dalam peristiwa yang sekejap mata itu. 

Kini Liliana dan Naya akrab layaknya kakak beradik.  Bagi Liliana,  Naya lah tempat dirinya menumpahkan kasih sayang.  Bagi Naya,  Liliana adalah sosoj pengganti ibunya yang kerap menyayangi dan memanjakannya. 

"Gegara anak gunung Krakatau tuh" ucap seseorang yang mencoba menganalisa penyebab tsunami yang terjadi.  Tsunami yang bahkan tidak didahului oleh gempa ataupun kejadian alam yang janggal. 

Entahlah,  tapi bagi Liliana.  Tak ada satupun daun jatuh yang tidak disengaja.  Semuanya sudah diatur oleh Sang Pencipta.  Mungkin memang sudah takdirnya Papa yang dicintainya haris pergi menghadap Sang Khalik. 

Liliana pun mencoba mengikhlaskan kepergian Papanya dan membuka lembaran putih  kehidupannya.

Terngiang nasihat terakhir Papanya. 

"Lili,  jaga diri baik-baik ya"

#dukaindonesiaku

Event kompasiana,  cerpenrtc,  rumpiestheclub

*karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti cerpen RTC Duka Indonesiaku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun