Setelah itu, barulah wisatawan akan mencoba untuk memasak sendiri makanan tersebut, dengan didampingi pemandu. Memasak dengan cara penyajian tradisional tentunya akan menjadi nilai lebih dan mempunyai kepuasan tersendiri bagi wisatawan, khususnya wisatawan mancanegara. Karena disitulah letak keunikannya (kearifan lokalnya), yang mungkin tidak akan mereka dapatkan di daerah lain.
Terakhir, mencicipi makanan. Bagian inilah yang biasanya disebut wisata kuliner. Wisatawan akan merasakan sendiri makanan yang dibuat sendiri, maupun yang dibuat oleh pemandu (chef). Setelah itu, wisatawan juga bisa membeli makanan untuk dijadikan buah tangan, dan bisa lanjut ke destinasi berikutnya.
Nah, adanya padu padan antara unsur sejarah; budaya lokal; perjalanan wisata; serta gaya hidup halal, akan menjadi pengalaman dan daya tarik sendiri bagi para wisatawan untuk berkunjung ke daerah-daerah di Indonesia.
Dengan banyaknya wisatawan yang berkunjung, tentu akan berpengaruh besar terhadap peningkatan pendapatan para pelaku usaha (baik perusahaan besar atau UMKM), juga terhadap pendapatan pemerintah.
Apalagi jika kita berbicara multiplier effect dari adanya wisata gastronomi ini (yang sudah dijadikan salah satu destinasi wisata halal), akan berpengaruh sangat besar sekali bukan hanya pada sektor pariwisata saja, tapi juga sektor lainnya. Di antaranya akan menyentuh banyak kegiatan ekonomi, baik itu sektor produksi maupun jasa.
Sehingga pada akhirnya hal tersebut dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah, yang tentunya akan berimbas pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bahkan bisa membawa Indonesia menjadi salah satu tujuan utama destinasi halal dan paling banyak diminati oleh wisatawan Muslim dunia.