Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tengah menggulirkan wacana aturan satu orang satu akun media sosial. Usulan ini segera memicu pro dan kontra di masyarakat.
Sebagian pihak menilai kebijakan tersebut dapat membatasi kebebasan berpendapat, terlebih wacana itu muncul di tengah gelombang aksi unjuk rasa yang marak akhir Agustus lalu. Media sosial saat itu menjadi saluran utama untuk mengajak masyarakat ikut serta dalam demonstrasi.
Kritik mengemuka bahwa rencana ini bisa menjadi langkah reaktif pemerintah untuk meredam kritik publik di ruang digital.
Namun, anggota DPR RI menyampaikan pandangan berbeda. Mereka beralasan aturan ini dirancang untuk menekan penyebaran informasi palsu dan praktik penipuan daring.
"Prinsipnya kita ingin mengurangi anonimitas di dunia digital agar nama dan identitas pengguna dapat terlihat dengan jelas di media sosial maupun platform lain. Ini penting agar tidak ada pihak yang menyalahgunakan anonimitas untuk tindakan melanggar hukum," kata anggota DPR RI, Sukamta, di Jakarta, Rabu (17/9/2025), dikutip dari Antara.
Terlepas dari konteks politik yang melatarbelakangi, benarlah bahwa usulan satu orang satu akun memang dapat membantu mencegah tindak kejahatan.Â
Akan tetapi, di tengah semakin majunya teknologi informasi, implementasinya akan sangat sulit dijalankan.
1. Penyesuaian Aturan Terhadap Pengguna Lama
Misalnya DPR RI sudah mengesahkan aturan terkait satu orang satu akun media sosial, maka langkah selanjutnya adalah setiap platform harus menyesuaikan kebijakan mereka.Â
Artinya, platform perlu menyisir dan membersihkan akun-akun hingga terkonfirmasi bahwa setiap akun hanya dimiliki oleh satu orang.
Ini menjadi pekerjaan besar dan penuh tantangan.