Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tsar, Gorbachev, dan Putin Kompak Batasi Minol di Rusia, Bagaimana di Indonesia?

15 November 2020   18:09 Diperbarui: 15 November 2020   18:29 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bendera Rusia (Foto: Pixabay/Jorono)

Vodka dan Rusia, dua hal yang saling melekat, sudah membudaya di masyarakat. Sulit membayangkan Rusia yang sebagian wilayahnya dihantam cuaca dingin ekstrem dilepaskan dari hangatnya alkohol yang masuk ke tenggorokan.

Faktanya, pemerintah Rusia pernah melarang peredaran minuman beralkohol. Di awal abad ke-20, Tsar Nicholas II melarang produksi dan penjualan vodka pada 1914 selama Perang Dunia I.

Masalah minol sudah mencuat sebelumnya, contohnya semasa Perang Rusia-Jepang. Penulis Rusia, Mikhail Butov dalam artikelnya berjudul "When the Tsar banned booze" yang ditayangkan rbth.com, menyebut, selama perang Rusia-Jepang tahun 1904-1905, minuman keras yang beredar luas di antara wajib militer menyebabkan masalah selama mobilisasi. Jumlah tentara dengan gangguan mental akibat alkohol cukup banyak, kata Mikhail.

Di sisi lain, Tsar sebenarnya menaruh keprihatinan terhadap kualitas kesehatan rakyatnya yang bisa rusak akibat minuman beralkohol. Saat Kekaisaran Rusia runtuh, larangan minol tetap dilanjutkan semasa periode Bolshevik.

Ada perdebatan kala itu. Satu pihak berpendapat sinis bahwa mengonsumsi minol sampai mabok membuat tenaga kerja menjadi tidak sehat dan tidak produktif. Uni Soviet yang baru lahir tidak menginginkan ini menjadi beban ke depannya.


Sementara, pihak lain menganggap pentingnya kendali negara atas perdagangan minuman. Uang dari penjualan minol akan mengisi pundi-pundi pendapatan Uni Soviet yang sangat kempis kala itu.

Maklum, penjualan vodka dalam masa periode Kekaisaran sebelum dilarang saja mampu mengisi sepertiga pendapatan negara. 

Larangan terhadap minol berakhir pada 1925 yang diikuti tingkatan pemabok yang makin ngelunjak. 

Peneliti Jay Bhattacharya, Christina Gathmann, dan Grant Miller dalam artikel berjudul "The Gorbachev Anti-Alcohol Campaign and Russia's Mortality Crisis" yang diunggah situs National Center for Biotechnology Information (NCBI) merangkum bahwa Uni Soviet secara historis menempati peringkat teratas sebagai negara dengan peminum terberat di dunia.

Konsumsi alkohol terus meningkat antara 1950 dan 1985. Pada 1984, konsumsi per kapita alkohol murni di Uni Soviet melebihi 14 liter per kapita, hampir mencapai dua kali lipat dibandingkan AS dengan 8 liter per kapita.

Dalam artian lain, laki-laki dewasa mengonsumsi setengah liter vodka setiap dua hari.

Kepala Negara Mikhail Gorbachev tidak tinggal diam. Minol dianggap sudah menjadi musabab kematian dan menurunnya produktivitas tenaga kerja di Uni Soviet. Kebanyakan peminum alkohol ini adalah para pekerja.

Ia pun meluncurkan kampanya anti-alkohol yang dimulai pada 1985. Menyambung kampanye itu, politburo dan Central Committee mengeluarkan resolusi untuk mengatasi kemabukan dan alkoholisme.

Izin penjualan minol di toko-toko diperketat, banyak penyulingan vodka ditutup. Kebun anggur penghasil anggur seperti Moldavia, Armenia, dan Georgia dimusnahkan. Penjualan alkohol di restoran dilarang sebelum jam dua siang.

Larangan penjualan minol juga berlaku di dekat pabrik, lembaga pendidikan, rumah sakit, dan bandara. Harga alkohol dinaikkan secara substansial. Sebagai contoh, pada tahun 1985 saja, harga vodka, minuman keras, dan konyak naik 25 persen.

Sanksi berat diberikan kepada pemabuk di depan umum dan pelanggaran terkait alkohol. Orang yang teler di tempat kerja dikenakan denda dengan besaran satu hingga dua kali lipat dari upah mingguan rata-rata. Jangan pula mencoba memproduksi sendiri minol di rumah karena ancamannya berupa denda atau kurungan penjara.

Karena keketatannya ini, jabatan Gorbachev sebagai Sekjen Partai Komunis pun diplesetkan menjadi Sekrtetaris Air-Mineral. 

Hasilnya cemerlang, angka kematian menurun selama periode kampanye. Kampanye anti-alkohol diperkirakan memangkas sepertiga dari total konsumsi alkohol di Uni Soviet.

Namun, kampanye anti-alkohol menimbulkan masalah lain di sektor pendapatan negara. Penjualan minol turun drastis.

Lorenz Kueng, asisten professor keuangan dari Kellogg School, AS, dan Evgeny Yakovlev dari Russia's New Economic School yang juga meneliti kampanye anti-alkohol Gorbachev menyebut penjualan bir turun 29 persen, penjualan anggur turun 63 persen, dan penjualan vodka turun 60 persen.

Ini bukan kabar baik. Anggota Politburo dan Sekretariat Partai Komunis yang juga ekonom, Alexander Yakovlev, mengatakan bahwa Uni Soviet mengalami kerugian sekitar 100 miliar rubel selama masa kampanye anti-alkohol. 

Hilangnya potensi pendapatan itu kemungkinan terjadi karena produksi alkohol berpindah ke pasar gelap, ditambah inflasi rubel Soviet kala itu.

Komite Sentral Soviet akhirnya menghentikan kampanye anti-alkohol pada Oktober 1988. Periode yang menurut pemnelitian berhasil menurunkan tingkat kematian kasar sebesar 24% dibandingkan periode sebelum kampanye anti-alkohol.

Setelah Uni Soviet bubar, monopoli negara atas alkohol dicabut pada tahun 1992. Alhasil, pasokan alkohol meningkat deras. 

Pada 1993, konsumsi alkohol mencapai 14,5 liter alkohol murni per kapita sebagaimana dikutip dari jurnal World Health pada 1995 dilansir dari The Atlantic. 

Rusia kembali lagi didaulat sebagai salah satu negara dengan peminum terberat di dunia.

Keadaan mulai membaik ketika Rusia dipimpin Vladimir Putin. Ia termasuk orang yang vokal mengkritik kebiasaan minum orang Rusia. WHO mencatat di bawah rezim Putin, konsumsi alkohol Rusia turun 43% sepanjang 2003-2016. 

Penurunan ini dikaitkan dengan tindakan Vladimir Putin yang kembali memberlakukan pembatasan penjualan alkohol, ditambah lagi ia gencar mempromosikan gaya hidup sehat.

Beberapa kebijakan Putin dalam memerangi masalah minol dikutip dari DW antara lain: menaikkan pajak cukai alkohol, meningkatkan harga vodka, melarang penjualan alkohol setelah pukul 11 malam, dan membatasi ketersediaan alkohol di beberapa wilayah.

Bagaimana dengan RUU Larangan Minol di Indonesia?
Seperti Rusia, Indonesia memikirkan dampak negatif minol terhadap masyarakat. RUU Larangan Minuman Beralkohol masuk dalam pembahasan Baleg DPR RI. Nantinya, ada larangan untuk mengonsumsi, mendistirbusikan, memasukkan bahkan sampai menyimpan minol.

Reaksi beragam mencuat di tengah masyarakat menanggapi keberlanjutan RUU ini. Minuman tradisional ikut tergaruk aturan. Padahal sejumlah daerah di Indonesia telah memiliki tradisi dalam memanfaatkan minuman beralkohol secara turun-temurun.

Berkaca dari pengalaman Rusia, negara yang juga mempunyai kultur minum --bahkan mungkin lebih keras dari Indonesia-- sebenarnya menyadari bahwa minuman beralkohol mempengaruhi angka kematian dan mengurangi produktivitas warganya.

Kampanye anti-minol Gorbachev telah membuktikan upaya pemberantasan itu. Hanya saja yang menjadi telaah kritis, sektor ekonomi menjadi terpukul akibat dampak pembatasan ketat. 

Akibatnya, praktik penyelundupan membuat usia kampanye anti-minol tidak berumur panjang. Prohibition di AS pada awal abad ke-20 juga bernasib sama. Larangan minuman beralkohol bubar karena kurang populer, selengkapnya baca di sini.

Putin berhasil menekan angka konsumsi alkohol dengan menerapkan pembatasan ketat pada penjualan dan distribusi alkohol, bukan dengan melarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun