Permainan ini juga membuat Adi, Rendi, dan teman-temannya yang lain menginginkan mainan serupa dan membujuk kedua orangtua mereka untuk membelikannya.
Itulah yang membuat sang Ayah akhir-akhir ini tersenyum lebar, seperti tiada lagi kecemasan yang menghantuinya sejak teguran di sekolah. Tiba-tiba di tengah permainan, mobil mainan yang tengah bermanuver menghindari gundukan tanah terlihat tak bergerak. Lagi-lagi daya baterainya telah habis.
"Ayah, apa baterai mobilku bisa diganti dengan baterai mobil Ayah?"
"Itu mustahil Nadam," jawab sang Ayah sambil tertawa. "Mobil Ayah bergerak karena memakai bensin, bukan baterai. Mari kita isi ulang lagi baterai mobilmu," ujar Ayah.
Tapi apa yang disampaikan Ayahnya ternyata membuat Nadam terkejut. Ia mengira Ayahnya berbohong tentang baterai di mobilnya. Satu waktu saat menemani Ayahnya mengisi bahan bakar di SPBU, wajahnya asyik memandang nozzle yang menusuk masuk ke muncung tangki bensin.Â
Setibanya di rumah, setelah mobil terparkir dan beberapa menit setelah Ayahnya duduk bersantai menonton TV, Nadam merengsek masuk ke kolong mobil. "Di mana baterai mobil ini?" Namun seperti apa yang dilihatnya, hanya terlihat rangkaian logam yang menyatu satu sama lain yang membuat Nadam keheranan.
Sejak itu, keingintahuan Nadam tentang misteri baterai di mobil semakin dalam. Sebuah barang sederhana, namun dengan mekanisme listrik yang rumit untuk dipahami anak-anak seusianya.
Di kelas 2 SMA, dia baru puas mengetahui mobil di era modern memang tak digerakkan oleh tenaga listrik. Namun, sejarah telah lebih dahulu menembus imajinasi Nadam ketika William Morrison menciptakan mobil elektrik pertama pada 1890 dengan 24 storage battery cells yang dipasang pada bagian depan kendaraan.
Dari sebuah mobil remote, Nadam semakin giat mencari seluk beluk soal listrik dan baterai. Ia memutuskan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi untuk mendalami teknik kimia yang kadung merayapinya sejak keingintahuannya akan baterai mobil mainannya.
Namun, keputusan itu bertolak dengan keinginan sang Ayah yang berharap dia menempuh pendidikan kedokteran yang konon punya kepastian ke depan soal pekerjaan. Ayahnya adalah orang yang ketat dalam mempertimbangkan suatu hal. Maka dia mencemooh keputusan Nadam yang dianggapnya hanya berdasarkan kesenangan dan sensasi.
12 Februari 2019, menjadi hari tak terduga bagi Nadam. Ayahnya berkunjung ke kediamannya di Surabaya bersama Ibu, mengendarai Toyota Corrolanya dari Jakarta, tanpa pemberitahuan apapun. Nadam mengingat betul suara deru mesin itu.