Eksploitasi material tambang galian C di Teluk Palu Sulawesi Tengah, memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara dan daerah. Namun di sisi lain memberikan dampak degradasi (kerusakan) lingkungan yang krusial, terhadap peradaban di kawasan tersebut.
Dua realitas yang saling bertentangan, menjadi paradoks dalam eksploitasi material tambang galian C di Teluk Palu. Di satu sisi ada penerimaan ekonomi, namun di sisi lain ada kerusakan lingkungan yang tidak bisa dihindari.
Pengerukan material tambang di pegunungan Teluk Palu terus berlangsung hingga hari ini. Seiring dengan keberadaan kepemilikan Izin usaha pertambangan (IUP) yang dikeluarkan oleh pemerintah lewat instansi terkait.
Dimana aktivitas eksploitasi tambang dilakukan secara legal oleh pelaku usaha, karena mengantongi izin yang didahului kepemilikan dokumen lingkungan dan perizinan berusaha berupa IUP Operasi.
Dalam pasal 128 UU no 3 tahun 2020 yang direvisi menjadi UU no 4 tahun 2025 tentang Minerba, mengatur tentang pembayaran pendapatan negara dan daerah oleh
pemegang IUP.
Dimana untuk pendapatan negara, terdiri atas penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak. Adapun penerimaan pajak terdiri atas pajak yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, serta bea dan cukai.
Sementara untuk penerimaan negara bukan pajak, terdiri atas iuran tetap, iuran produksi, kompensasi data informasi dan penerimaan negara bukan pajak lain yang sah.
Sedangkan untuk pendapatan daerah, terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, iuran pertambangan rakyat dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.