Mohon tunggu...
Effendy Wongso
Effendy Wongso Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menikah dengan Arwah

7 Maret 2021   00:49 Diperbarui: 7 Maret 2021   01:46 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cerpen Menikah dengan Arwah. (chinadaily.com)

Mao Hua menghela napas panjang. Duka gadis itu memang melebihi siapapun meski ia sama sekali tidak memiliki hubungan darah dan daging dengan keluarga Mao. Ketulusan cinta gadis bermarga Lee, putri seorang single parent bernama Lee San Hong -- direktur sebuah bank di Shanghai, memang seteguh karang.

Sekian tahun diakrabinya gadis itu bahkan melebihi saudara sekandung. Santun bahasa dan gemulai budi pekerti seorang Lee Shiaw Ping merupakan sesuatu yang langka di zaman ini. Suatu artikural yang menjadi bahan pertimbangan untuk merenda kebersamaan dalam satu ikatan murni. Ia memang tipe gadis ideal. Dambaan para jejaka. Sungguh, mendiang adiknya itu sangat beruntung dapat memiliki kekasih sebaik Lee Shiaw Ping.

***

Diamatinya gadis itu dengan takzim. Ia tumbuh bersama keluarga Mao, membaur layaknya keluarga. Harmonisasi keselarasan tindak dan tingkah laku gadis itu memang tidak diragukan lagi untuk menjadi bagian dari keluarga Mao. Hingga sebuah keputusan diambil untuk mengikat dua hati dalam sebuah simpul sakral. Pernikahan.

Namun cetusan yang sudah diakuri dua pihak keluarga itu tergebah karena kehendak langit. Mao Ching meninggal secara misterius. Ia dinyatakan hilang dalam sebuah ekspedisi mapala -- mahasiswa pencinta alam -- di Sungai Yangtze. Kegiatan sosial itu sebetulnya merupakan panggilan hati mahasiswa dari Fakultas Geologi Universitas Shanghai.

Sungai Yangtze -- juga dikenal dengan nama Sungai Kuning -- yang sering meluap memang kerap membawa petaka bagi sebagian besar penduduk sekitar sungai. Setiap tahun sungai itu membawa korban. Kisah miris itu pun lantas ditanggapi oleh para mahasiswa sebagai bentuk kepedulian. Maka atas nama kebersamaan dan tenggang rasa, para mahasiswa turun ke daerah tujuan, mengaplikasikan segenap kemampuan untuk meredam prahara berikutnya. Para mahasiswa berinisiatif untuk meneliti musabab rawannya banjir di daerah itu. Dan Mao Ching ikut serta sebagai salah satu tim peneliti.

Jalan takdir menghendaki lain. Mao Ching terseret arus besar di Sungai Kuning. Ia dinyatakan hilang. Tim evakuasi yang diturunkan untuk menyisir sungai tidak berhasil menemukan jasad Mao Ching. Sampai beberapa hari kemudian jasadnya diketemukan mengambang oleh penduduk desa sekitar sungai dengan tubuh yang membengkak biru.

Rumor pun menguak. Mao Ching konon diculik oleh makhluk halus penunggu dan penguasa Sungai Kuning. Masyarakat sekitar sungai lebih mengenal makhluk halus berwujud wanita rupawan berambut panjang itu sebagai Yangtze Mo-kui Niang -- Ratu Sungai Yangtze. Setiap tahun makhluk gaib itu memakan korban. Dan korban selalu dari kaum Adam.

 Sebetulnya kisah mistis itu sudah ada semenjak lahirnya Dinasti Tang. Konon pula, Huang Di atau para kaisar pada zaman itu punya keterikatan khusus dengan Yangtze Mo-kui Niang. Ada perjanjian berdarah yang bernama tumbal. Para kaisar pada zaman itu kewalahan menghadapi pasukan barbar dari Mongolia. Demi mempertahankan negaranya, para kaisar tersebut bersekutu dengan makhluk halus untuk menghadapi musuh pengancam kedaulatan negara.

Maka, dipercayailah banjir-banjir dari Sungai Kuning itu merupakan implementasi petaka ulah Yangtze Mo-kui Niang untuk menyapu musuh yang datang dari utara Tionggoan -- Tiongkok. Namun dalam perjalanan sang waktu, beberapa kaisar mulai mengingkari perjanjian misterius tersebut. Tidak lagi menepati janji mereka untuk menghadiahi Sang Ratu Sungai Kuning dengan imbalan tumbal. Maka yang terjadi berikutnya adalah, banjir tak pernah kunjung reda. Setiap tahun sungai itu memporak-porandakan penduduk kampung, mengambil nyawa orang-orang tak berdosa!

Itulah kisah misterius yang telah melegenda sampai sekarang. Namun ditampik mentah-mentah oleh beberapa cendekiawan dan mahasiswa. Menurut mereka, Sungai Yangtze kerap meluap lantaran sistem bandungan yang rapuh. Sejak zaman Dinasti Tang, bendungan itu memiliki banyak kelemahan. Di antaranya, buruknya arsitektur bangun yang tidak memadai untuk membendung kapasitas air sungai yang terus bertambah dari tahun ke tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun