Mohon tunggu...
Efendi Rustam
Efendi Rustam Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Saya memiliki ukuran moral dan persepsi sensualitas yang mungkin berbeda dengan orang lain

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mari Berwisata ke Candi Cetho Berbekal Toleransi

24 Juni 2014   01:49 Diperbarui: 18 Juni 2015   09:27 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14035241221684666277

Apa yang ada di pikiran kita bila mendengar kata wisata?

Yups..., wisata adalah suka-suka, bersenang-senang, ceria, bebas berekspresi, dan melupakan semua beban pekerjaan. Dengan berwisata kita akan mendapatkan gairah baru, pengalaman baru, wawasan baru dan segala hal positif lainnya bila kita menempatkan wisata pada tujuan yang benar dalam nuansa having fun dan suka-suka sebagai motif utama berwisata. Namun ada kalanya kita harus mengabaikan having fun dan suka-suka pada beberapa tujuan wisata, salah satunya di salah satu obyek wisata andalan Kabupaten Karanganyar, Candi Cetho.

Terletak di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Candi Cetho dapat dicapai dalam jarak 20 kilometer dari Kota Karanganyar atau 40 kilometer dari Kota Solo. Dibangun pada ketinggian 1496 meter dari permukaan laut di lereng gunung Lawu, perjalanan ke Candi Cetho menyuguhkan pemandangan alam yang luar biasa. Wisatawan akan dimanjakan pada hamparan rona hijau teh Kemuning. Jalan aspal sempit dengan tanjakan curam mengharuskan wisatawan untuk menaruh kepercayaan yang besar pada kemapuannya mengemudi dan juga kondisi mesin kendaraan yang digunakan.

Namun para wisatawan tidak perlu khawatir karena wisatawan bisa beristirahat kapan saja hingga siap untuk mendaki lagi. Di sepanjang jalan wisatawan akan banyak menemukan home stay dan cafe teh yang menyuguhkan menu dengan aneka rasa minuman teh yang menjanjikan para wisatawan untuk datang kembali.

Kesan pertama ketika sudah sampai di Candi Cetho adalah gambaran imajinatif tentang Negeri Di Awan. Dari sini para wisatawan dapat melihat puncak gunung Merapi, gunung Merbabu, gunung Sindoro dan gunung Sumbing serta kota Solo dalam bayang-bayang gulungan awan putih. Tebalnya kabut yang menyelimuti area bangunan Candi Cetho semakin menambah eksotika keindahannya.

Di sinilah poin wisata tentang having fun dan suka-suka harus kita tinggalkan dulu dan menggantinya dengan nilai-nilai toleransi keagamaan. Berbeda dengan candi-candi pada umumnya yang digunakan untuk prosesi keagamaan pada perayaan-perayaan tertentu saja, maka umat Hindu dan penganut kepercayaan Kejawen menggunakan Candi Cetho sebagai tempat ibadah setiap hari. Seperti ketika kita berwisata ke tempat-tempat ibadah lainnya maka di Candi Cetho sudah seharusnya para wisatawan juga menjaga norma atau etika yang berlaku bila berkunjung ke tempat ibadah sebagai obyek wisata.

Tidak mengeluarkan kata-kata kotor atau melakukan kebisingan, menjaga kesopanan berpakaian, menjaga kasantunan tingkah laku serta tidak mengganggu proses ibadah yang ada. Di Candi Cetho, wisatawan bisa menyusuri setiap sudut candi yang terdiri dari 13 teras berundak dengan bangunan gapura candi Bentar sebagai pembatas untuk tiap terasnya. Aroma wangi bunga dan dupa pemujaan seakan menjadi terapi untuk menciptakan keheningan batin bagi mereka yang ingin mencari ketenangan. Jejak-jejak kebesaran budaya para leluhur tergambar disetiap relief dan ornamen yang terpahat pada bagian-bagian candi yang diperkirakan dibangun pada masa menjelang keruntuhan Kerajaan Majapahit ini.

Pembuktian akan syair lagu katon Bagaskara tentang negeri di awan, dimana kedamaian yang menjadi istananya, dapat anda temukan di sini. Di kompleks Candi Cetho, para wisatawan bisa sepuasnya menikmati keasrian alam yang relatif masih alami. Udara segar dengan nuansa gerimis dalam balutan kabut dingin menjadi magnet tersendiri yang membuat para pengunjung selalu betah untuk berlama-lama menikmati keberadaannya.

Dengan tetap menjaga norma berkunjung ke tempat-tempat ibadah, mari berwisata ke Candi Cetho sebagai salah satu bentuk kepedulian akan kelestarian bangunan sejarah peninggalan nenek moyang yang menyimpan catatan sejarah perjalanan peradaban bangsa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun