Mohon tunggu...
Efendi Muhayar
Efendi Muhayar Mohon Tunggu... Penulis - Laki-laki dengan pekerjaan sebagai ASN dan memiliki hobby menulis artikel

S-2, ASN

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Akses Masyarakat untuk Menyampaikan Pengaduan kepada Sekretaris Jendral DPR RI

31 Juli 2020   21:15 Diperbarui: 31 Juli 2020   21:27 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Karena sebelum tahun 2020, apabila terdapat pengaduan atau aspirasi yang ditujukan kepada Setjen DPR RI diterima  oleh masing-masing unit yang ada di Setjen DPR RI. Sehingga yang terjadi adalah, aspirasi dan pengaduan masyarakat atas kinerja Setjen DPR RI tidak dapat dikelola  secara baik dan efektif karena tidak melalui satu pintu sehingga data pengaduan masyarakat yang masuk ke Setjen DPR RI tidak  dapat terdeksi dengan, baik jumlah, katagori maupun subtansi pengaduannya. Hal ini berdampak pada proses tindak lanjut pengaduan yang tidak dapat dipantau, serta alur dan jangka waktu penyelesainnya pun tidak dapat keketahui dengan baik.  

Selain itu, pembagian tugas dan wewenang unit pengelola pengaduan masyarakat maupun unit yang akan menyelesaikan pengaduan masyarakat tersebut juga kurang jelas. 

Dampak lanjutan akibat kurang maksimalnya pelayanan pengaduan masyarakat ini adalah, saat  penyusunan laporan atas pengelolaan pengaduan masyarakat kepada Pimpinan Setjen, karena penyusunan laporan atas apengaduan masyarakat kepada Setjen DPR RI tidak dapat dilakukan dengan baik sementara laporan pengaduan masyarakat tersebut adalah salah satu unsur penting untuk mendukung   pengambilan keputusan  dalam  upaya untuk mengetahui kekurangaan yang dimiliki intansi untuk selanjutnya menjadi sarana bagi upaya peningkatkan pelayanan kepada publik.

Dalam praktek penyelengaraan pelayanan publik dan kaitannya dengan masalah pengaduan  di Setjen DPR RI,  dengan rentang waktu yang cukup panjang antara kelahiran Perpres No. 76 Tahun 2013 dengan aturan turunannya berupa Persekjen DPR RI No. 9 Tahun  2020  yang merupakan aturan internal tentang pengelolaan pengaduan dan aspirasi masyarakat di Setjen DPR RI, memang cukup lama (7 tahun). 

Namun demikian, apa yang dilakukan oleh  jajaran  pimpinan dan staf di Setjen DPR RI, khususnya Biro Hukum dan Pengaduan Masyarakat untuk menyusun  Persekjen No. 9 Tahun 2020 adalah sesuatu yang tetap harus diapresiasi. Karena jika kita meminjam perumpamaan  "lebih baik terlambat daripada tidak ada sama sekali", maka lahirnya Persekjen No.9 Tahun 2020 adalah sesuatu  bentuk inovasi dari perubahan paradigma berfikir dan tindakan dari jajaran aparatur di Biro Hukum dan Pengaduan Masyarakat dalam upaya memberi pelayanan yang lebih baik kepada publik, terlebih dengan ditetapkannya Biro Hukum dan Pengaduan Masyarakat menjadi unit  percontohan dalam Zona Integritas (ZI) menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM).

Oleh karena itu, untuk memacu dan meningkatkan kualitas pelaksanaan pelayanan publik khususnya yang berkaitan dengan masalah penanganan pengaduan dan aspirasi masyarkat, maka  Biro Hukum dan Pengaduan Masyarakat harus  sesegera mungkin mengaplikasikan hal-hal yang dituangkan dalam Persekjen No. 9 Tahun 2020 tersebut. Sebagai informasi, di Biro Hukum dan Pengaduan Masyarakat saat ini terdapat 2 (dua) unit kerja setingkat eselon III, yakni Bagian Hukum dan Bagian Pengaduan Masyarakat (Dumas). Di Bagian Dumas inilah yang memiliki tugas  pokok mengelola pengaduan masyarakat. Sebagai unit yang menangani dan mengelola pengaduan masyarakat,  ada beberapa hal yang mendapat perhatian dalam upaya mengimplementasikan Persekjen dimaksud, baik menyangkut sumber daya manusia, sarana dan kepemimpinan.

Dalam hal sumber daya manusia, di Biro Hukum dan Pengaduan Masyarakat perlu dibangun budaya kerja yang optimal, yang oleh Kemenpan/RB dicirikan dengan 10 kriteria, diantaranya:   adanya kepekaan terhadap  pengguna layanan, pemangku kepentingan, bawahan, atasan, dan pegawai lainnya;  tertarik untuk berinovasi;  adanya keberanian untuk mengambil risiko untuk keputusan-keputusan strategis yang harus cepat diambil;   memperlakukan pegawai sebagai aset paling berharga bagi organisasi;  keterbukaan komunikasi  oleh para pegawai;  keharmonisan, keeratan hubungan antar-pegawai dan kekompakan tim.

Dilihat dari kriteria yang disebutkan di atas, maka budaya kerja berkaitan dengan perubahan nilai dasar, cara berfikir dan perilaku. Oleh karena itu  membangun budaya kerja adalah hal yang sangat penting dan menjadi fondasi terpenting dalam birokrasi pelayanan. Untuk mencapai hal tersebut perlu dikembangkan nilai dasar  utama birokrasi seperti anti korupsi, tanggung jawab dan kerjasama. Nilai ini tentu harus segera diinternalkan dalam setiap kegiatan para pegawai. Dalam skala yang lebih luas internalisasi nilai dasar utama birokasi ini haruslah dimulai sejak dilakukannya diklat pra jabatan dan dilaksanakan melalui role model birokrasi.

 Untuk menciptakan budaya kerja dengan ciri-ciri di atas, maka perlu dilakukan sejumlah perubahan, diantaranya harus ada perubahan cara  melayani masyarakat mulai dari sisi perilaku  pegawai dan pejabat; setiap pejabat dan pegawai harus memiliki perilaku standar, mulai dari keharusan untuk selalu menunjukkan keramahan, ketulusan, tersenyum, kepekaan, kedisiplinan, fokus, selalu mendengar, menghormati, dan lainnya; harus lebih berkinerja, dimana dalam hal ini setiap pegawai harus memiliki tugas yang jelas, sehingga setiap pegawai dapat memberikan kontribusi  pada unit kerjanya dan pada masyarakat. Semua pegawai dan pejabat harus menunjukkan kinerja, proaktif mencari tugas dan tidak boleh menunggu perintah, dan jika ditemukan permasalahan maka secara cepat harus melakukan langkah-langkah perbaikan. 

Peningkatan kinerja ini berlaku untuk seluruh pegawai,   maupun pejabat. Selain itu, perlunya diterapkan sistem reward and punishment bagi mereka yang berkinerja dan hukuman bagi mereka yang tidak berkinerja atau melakukan penyimpangan-penyimpangan yang merugikan. Yang terakhir adalah harus ada target-target capaian yang jelas.

Berkaitan dengan masalah sarana sebagai penunjang pelaksanaan pengelolaan pengaduan masyarakat Setjen DPR RI, maka perlu terus dikembangkan   transformasi  digital yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi informasi (IT), karena reformasi birokrasi sangat terkait dengan  kemajuan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Teknologi informasi akan  mengintegrasikan  secara vertikal  dan horizontal hubungan struktural dan fungsional  serta memangkas proses bisnis secara horizontal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun