Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Mini | Jenderal Kancil Kebelet Jadi Khotib Jumat

16 Oktober 2020   07:59 Diperbarui: 16 Oktober 2020   08:23 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, sholat di Masjid Istiqlal. Foto | Warta Ekonomi

Pada perhelatan akbar unjuk rasa peringatan Kapak Naga Bonar, Jenderal Kancil melepaskan peci kebesarannya. Ia mengganti dengan songkok Wak Haji, berwarna putih, sebagai simbol memberi dukungan kepada ulama.

Ia tahu diri, pangkat sederet bintang di pundaknya, termasuk seragam kebesaran militernya tak dibuka. Jadilah ia tampil beda dengan jenderal lain berpangkat lebih rendah. Meski begitu, ia tetap gagah. Jadilah ia tampil sebagai panglima relegius. Sopan dan berwibawa pula.

Belakangan, ia melepaskan kebesaran militernya itu. Bukan dipaksa, tetapi memang ada waktunya untuk istirahat lantaran usia sudah memasuki masa pensiun. Maka, jadilah ia seperti warga biasa. Sama statusnya dengan para kuli tinta atau pun penjual pisang goreng di pinggir jalan.

Meski begitu, ia tetap dihormati warga, para senior jenderal dan penggantinya lantaran punya jasa besar kala menjabat sebagai seorang jenderal.

Sebutan jenderal masih tetap melekat meski diembel-embeli sebutan purnawirawan. Purnawirawan jenderal masih dihormati dan memiliki wibawa. Karenannya, sang jenderal ini merendah di rakyat akar rumput. Namun, senyatanya, kerendahan itu punya niat "ada undang di balik batu".

Ia pun sadar, meski disebut purnawirawan bukan berarti dirinya harus berhenti mengabdi kepada masyarakat. Atas kesadaran itulah maka si Jenderal Kancil ini berusaha dapat dipercaya menjabat sebagai seorang komisaris di salah satu perusahaan.

Ya, seperti purnawirawan lainnya. Itu pun kalau masih dipercaya. Sebab, di era reformasi seperti sekarang, hal itu tidak mesti secara otomatis dirinya diperebutkan untuk ditempatkan sebagai dewan komisaris seperti di badan usaha milik negara, misalnya.

Nah lantaran kepercayaan untuk menjabat di salah satu komisaris pada perusahaan berpelat merah tak kunjung datang, ia jadi mutung. Tepatnya, patah hati. Merasa gondok dengan pimpinan negeri. Pikirnya, jangankan menjabat menteri, jadi seorang komisaris saja tidak. Bahkan, kawan-kawannya yang dulu merasa dibela dan dibantunya, sekarang tidak lagi mengopeni.

Kendati begitu, ia tidak kehilangan akal. Maklumlah, namanya saja Jenderal Kancil.

**

Mumpung masih punya wibawa, pikir sang jenderal ini, dirinya harus termanfaatkan. Pengabdian kepada masyarakat harus optimal. Dengan alasan atas dasar bahwa hidup harus bermanfaat, maka Jenderal Kancil mendirikan organisasi nirlaba.

Kerennya, organisasi yang dipimpinnya bergerak pada perbaikan moral. Sebab, ia melihat para pemimpin negeri tidak amanah dalam menjalankan roda pemerintahan. Dengan organisasi ini, dengan modal tabungan yang dimiliki, -- sang jenderal yang terkenal kaya raya itu -- mengajak rekan-rekannya yang masih sehaluan untuk bergabung.

Ya, maulah. Apalagi dukungan logistik dan finansial memadai. Untuk memberi dukungan kepada sang jenderal modalnya pun murah. Cukup dengan kata kunci, asal bapak senang alias ABS.

Sang jenderal menyebut dirinya akan berada di garda terdepan dalam perbaikan moral. Ia juga memberi jaminan kepada rekan-rekannya akan memberi perlindungan bila menghadapi kendala dari barisan penguasa.

"Hebat, jenderal ini," kata seorang rekannya yang sering memberi pujian dan kecipratan rejeki yang terus mengalir secara rutin.

Nah, untuk memberi kesan sebagai seorang relegius, Jenderal Kancil ingin menjadi imam shalat Jumat. Ya, bukan itu saja. Bila perlu menjadi khatib shalat Jumat untuk dimanfaatkan sebagai sarana penyampaian pesan dan gagasannya dalam memerangi moral buruk di kalangan penguasa.

Jadi khotib shalat Jumat adalah salah satu forum efektif untuk memerangi kezaliman penguasa. Ia dapat bebas mengeluarkan pendapatnya tanpa harus diinterupsi oleh anggota jemaah shalat Jumat.

**

Jenderal Kancil terpaksa harus berhadapan dengan marbot, yaitu petugas masjid yang bertanggungjawab mengurus keperluan langgar/surau atau masjid, terutama yang berhubungan dengan kebersihan lingkungan tempat ibadah tersebut.

Marbot adalah orang kecil. Tapi sang jenderal tak kuasa untuk memites atau mematahkan argumentasi sang merbot kala berdebat.

Ini gegara sang jenderal tiba-tiba maju, naik ke mimbar untuk menjadi khotib shalat Jumat.

Imam masjid dan khotib dipaksa tetap duduk. Sementara sang jenderal tetiba naik ke mimbar tanpa didahului bacaan yang disampaikan seorang muroqi. Sang jenderal, dengan penuh keyakinan, hanya menyampaikan ucapan salam lalu disusul pesan-pesan sebagaimana kala ia berpidato di hadapan para prajuritnya tempo lalu.

Sang imam masjid menggolengkan kepala. Jemaah masjid bingung. Ada yang berkata-kata, ini sholat jumat atau ceramah.

Nah, atas dasar itulah si marbot masjid tampil ke mimbar. Ia minta agar sang jenderal turun. Bersama para jemaah shalat, ia ditarik turun.

Di ruang terpisah, sang jenderal dimintai penjelasan alasan ia naik mimbar. Juga ditanyai seputar kemampuan dan pemahamannya tentang rukun khutbah Jumat. Seperti bacaan Alquran yang tidak boleh diubah ke dalam Bahasa Indonesia, bacaan Selawat Nabi dan pesan berupa wasiat kepada umat.

Jangankan memahami rukun khotbah, ternyata, menurut si merbot, sang jenderal hanya paham memaca basmalah dan Al Fatihah.

Merbot menjelaskan, Jenderal Kancil sangat berkeinginan menyampaikan pesan melalui khotbah Jumat. Pikirnya, selain efektif, juga tak ada orang yang berani melakukan interupsi. Apalagi memperotesnya.

Namun sang jenderal ini juga lupa bahwa sholat Jumat bukan tempat unjuk menghujat. Perintah melaksanakan Jumat sesuai dengan bacaan muroqib yaitu ansitu, wasmau, waatiu rahimakumullah. Maksudnya, diamlah, dengarkan dan taati/laksanakan agar kamu sekalian dirahmati Allah.

Jadi, jika melihat makna kalimat tersebut, sang jenderal tersebut telah melanggar perintah Allah, yaitu membuat gaduh. Tidak menaati rukun sholat Jumat lantaran ia kebelet ingin jadi khotib sholat jumat dan tampil sebagai imam.

Salam berbagi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun