Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Aturan Majelis Taklim Disambut Beragam

4 Desember 2019   08:15 Diperbarui: 4 Desember 2019   14:28 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilistrasi, Ustaz Ustaz Ahmad Najmuddin Sidiq ketika berceramah pada Majerlis taklim atau pengajian As-Salam Fakultas Hukum Universitas Trisakti Angkatan 20. Foto | Dokpri

Bukan Fadli Zon jika tak mengeluarkan pernyataan bernada minor kepada Pementah. Baru-baru ini mantan Wakil Ketua DPR RI itu mengkritik terbitnya Peraturan Menteri Agama (Permenag) Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim.

Fadli menilai peraturan itu keluar lantaran ada ketakutan terhadap Islam (Islamofobia). "Saya tidak tahu apa yang terjadi dengan elite ya, terutama di Kementerian Agama dan di beberapa tempat lain. Jadi cara mereka mengambil keputusan ini terpapar Islamofobia," kata Fadli Zon kepada awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/12).

Hmmm. Beraninya pernyataan itu diarahkan kepada Menteri Agama. Bagaimana jika pernyataan itu dikeluarkan pembantu Presiden Joko Widodo lainnya, seperti dari Prabowo Subianto yang duduk sebagai Menteri Pertahanan. Akankah Fadli berlaku serupa?

Tentu, yang bisa menjawab Fadli sendiri.  

Tapi, lepas dari kritik itu, kita harus menghormati. Namun bisa jadi Peraturan Menteri Agama menyangkut izin bagi majelis taklim mengingatkan kita pada zaman Orde Baru.

Pada era Orde Baru, para birokrat banyak dibebani untuk mengeluarkan izin. Tengok, saat itu demikian banyak izin suratkabar, majalah, radio dan televisi diatur sedemikian rupa. Lantaran izin sulit didapat, terjadi permainan di bawah meja.


Jika sudah demikian, lalu ingatan pun dibawa ke Menteri Penerangan Harmoko yang kemudian dijuluki hari-hari omong kosong. Hehehe, sudahlah itu masa lalu.

Nah, menanggapi kritik Waketum Gerindra Fadli Zon, kepada Detikcom, Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Saadi menyebut bahwa pernyataan Fadli berlebihan. Dan, kita pun sepakat bahwa di era demokrasi seperti sekarang ini, tak ada ketakutan terhadap Islam. Peraturan itu dibuat semata-mata untuk pelayanan majelis taklim.

Peraturan itu dikeluarkan semata-mata untuk memberikan pelayanan kepada majelis taklim. Hal itu juga dimaksudkan agar kementerian memiliki data base.

Nah, sampai di sini penjelasan Wamenag Zainut Tauhid makin jelas. Sebab, sampai saat ini terkait data base keagamaan di Kementerian Agama tergolong amburadul. Dalam KBBI, amburadul adalah: centang perenang; berantakan; porak-poranda.

Mengapa? Lantaran sejak dulu ego sektoral di kementerian ini sangat kuat. Tiap direktorat punya data masing-masing, tetapi ketika hendak diintegrasikan dalam satu sistem, wuih sulitnya bukan main. "Lu, enak aja minta data, cari sendiri," kalimat itu yang sering penulis dengar di kalangan internal  kementerian yang mengurusi moral warga di negeri ini.

Ada direktorat punya data lengkap, tapi ada juga miskin data. Coba sesekali pembaca minta data keagamaan, berapa banyak rumah ibadah di tanah air masjid, gereja, kelenteng, pura hingga rumah ibadah bagi khong hucu. Juga jika dimintai berapa sih jumlah pemeluk agama: Islam dan masing-masing agama. Pasti didapati, antara KTP dan pemilik agama berbeda. Misalnya, untuk pemeluk agama Buddha.

**

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyebut majelis taklim menjadi sarana untuk memupuk tradisi keagamaan di masyarakat. Nah, dengan munculnya Peraturan Menteri Agama Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim, - telah ditandatangani Menag Fachrul Razi, - dirasakan dapat mengganggu peran majelis taklim. Mejelis taklim direpotkan dengan aturan itu.

Pertanyaannya, seberapa repotnya majelis taklim, sih ? Kan, hanya buat laporan. Itu kan tak dimaksudkan untuk membuat perizinan.

Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini mengatakan majelis taklim sudah lama menjadi sarana untuk memupuk tradisi keagamaan di masyarakat. Lalu dipertanyakan, mengapa Kemenag buat aturan itu lagi. 

"UU Keormasan sudah mengatur pendirian organisasi bagi majelis taklim yang hendak mendaftarkan sebagai ormas. Jadi pemerintah janganlah mempersulit dan merepotkan masyarakat," pinta Helmy melalui keterangan tertulis, Senin (2/12).

Sepakat bahwa majelis taklim merupakan hasanah yang lahir dari inisiatif masyarakat. Pendirian lembaga pendidikan agama ini adalah cara masyarakat Indonesia meneguhkan persaudaraan.

Beranjak dari pemahaman itu dia menyarankan Kemenag untuk tidak berkutat dengan program yang bukan jadi prioritas. Helmy menilai Kemenag sibuk mengurusi kebijakan non-prioritas dan cenderung menimbulkan kontroversi.

**

Pernyataan Helmy ini memang benar adanya. Tetapi ia lupa bahwa dinamika masyarakat di luar NU demikian pesat. Kita serung menjumpai majelis taklim, terutama ketika berlangsung Pilkada dan Pilpres, telah dimanfaatkan para politisi menyampaikan pesan-pesan dukung mendukung.

Juga, para ustaz (uztazah) menyampaikan pesan "bisnis" perjalanan umrah dan ibadah haji. Realitasnya, ketika terjadi kasus terbungkarnya First Travel, para pemangku di majelsi taklim bersangkutan lempar tanggung jawab.

Kita pun harus membuka diri, manajemen di majelis taklim harus dibenahi.  Masih banyak majelis taklim dalam keadaan hidup segan mati tak mau disebabkan kekurangan dana.

Ironis lagi, kala sang ustaz menyampaikan kepada anggota mejelis untuk beramai-ramai ikut investasi properti. Tak tahunya, sang ustaz dibohongi pemilik modal bodong untuk mengajak umat. Muaranya, umat pun ikut menjadi korban.

Lihat, berapa banyak umat ikut investasi bodong di bisnis lahan kurma. Itu juga terjadi lantaran ikut campurnya mubaligh yang jadi panutan bagi umat.

Apakah fenomena itu sudah diketahui ormas Islam terbesar itu. Penulis yakin, pengurus NU tahu persis.

Penulis sepakat bahwa kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Agama harus didasari riset.  Kebijakan yang tidak populis dan tidak berdasarkan kajian dan riset yang mendalam akan cenderung membuat kegaduhan.

Ah, rasanya sih tidak gaduh. Sebab, pada aturan tersebut, Pasal 9 dan Pasal 10 mengatur setiap majelis taklim harus memiliki surat keterangan terdaftar (SKT) yang berlaku lima tahun. Sementara Pasal 19 menyatakan majelis taklim harus melaporkan kegiatan selama satu tahun paling lambat 10 Januari setiap tahunnya.

**

Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan aturan itu bertujuan agar Kemenag memiliki daftar jumlah majelis taklim sehingga lebih mudah mengatur penyaluran dana.

Nah, soal penyaluran dana inilah yang seharusnya diangkat ke permukaan. Ketika bicara fulus, pengurus majelis taklim pasti melek mata. Mereka sangat paham, tak ada fulus ente mamfus.

Jika majelis taklim diberitakan bakal dapat kucuran dana, dapat dipastikan bagi orang yang selalu berpandangan miring terhadap pemerintah akan berfikir mengeritik kebijakan yang baru dari Menteri Agama ini.

Hal lain, terpenting, dengan aturan tersebut,  ke depan Kementerian Agama mudah memberikan modul terhadap para majelis taklim di berbagai daerah di tanah air. Selama ini pengajian mingguan atau bulanan majelis taklim ini tidak modulnya.

Alhasil, kita kini sering saksikan, para ibu yang rajin menghadiri majelis taklim kebanyakan ikut pengajian mendengar saja dari sang ustaz atau ustazah. Pengajian searah tanpa dialog. Kalaupun ada kajian Alquran, sangat jarang. Karena itu, ini bukan merendahkan, isteri penulis yang pandai baca Alquran, sangat iri dengan rekan-rekannya mampu menghafal Surat Yasin.

Melulu Surat Yasin yang dihafal. Tapi kajian Alquran lainnya nihil. Karena itu, peraturan tentang majelis taklim ini jangan ditanggapi nyinyir dulu. Buka mata dan baca, hanyati arah tujuannya secara komprehensf. Wah, pasti banyak manfaatnya. Apa lagi yang ada fulusnya.

Salam berbagi.

Sumber bacaan satu dan dua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun