Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Calon Menteri Dipanggil Jokowi ke Istana, Prabowo yang Diistimewakan

21 Oktober 2019   19:03 Diperbarui: 22 Oktober 2019   06:51 2935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo (kanan) menyambut kunjungan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (11/10/2019). Dalam pernyataannya seusai bertemu Presiden, Prabowo menegaskan siap membantu pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin apabila diperlukan. (ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY)

Tak ada tafsir lain. Tak ada jabatan lain, hanya menteri pertahanan. Itu pasti dan jelas. Sudah "terkunci" di situ. Kalau tidak, keluar. Titik.

Hanya Prabowo Subianto, dari sederet calon menteri yang dipanggil Joko Widodo (Jokowi) yang terang-terangan "berani" menyatakan bahwa dirinya memegang jabatan menteri yang sudah ditetapkan sebelum diumumkan. Yaitu, Menteri Pertahanan.

Sementara calon menteri yang lain, bicaranya ya gitu. Ketika ditanya awak media, jawabannya standar, siap ditempatkan di mana saja. Siap kerja keras dan bla bla bla...

Prabowo Subianto mengaku dipanggil ke Istana karena diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dia mengatakan diminta Jokowi untuk membantu di bidang pertahanan.

Coba perhatikan pernyataan Mahfud MD yang datang ke Istana Negara lebih dahulu. Ia siap ditempatkan di posisi mana pun. Menteri Agama sekalipun ia siap.

Sebab, Jokowi sudah tahu pos-pos yang pernah dijalani mulai sebagai menteri pertahanan hingga menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Terakhir, Mahfud akan mendampingi Jokowi sebagai wapres. Namun, ia gagal dan karena Jokowi pada akhirnya lebih memilih Prof. KH Ma'ruf Amin.

Jokowi tentu untuk menunjuk seseorang menjabat sebagai menteri tahu persis profesi, kemampaun dan pengalamannya. Track record atau jejak rekam dari seluruh calon menteri sudah di tangan Jokowi.

Jadi, terkait dengan pengalaman Mahfud MD itu, tentu sangat wajar bila ia menjelaskan siap untuk ditempatkan dan mejadi menterinya Jokowi.

Ini berbeda dengan Prabowo, Ketua Umum Partai Gerindra yang sebelumnya menjadi rival atau saingan Jokowi pada Pilpres April 2019 silam.

Prabowo, dengan mengenakan baju lengan panjang putih dan ditemani Edhy Prabowo, jelas-jelas menyatakan bahwa ia akan menjabat sebagai Menteri Pertahanan.

Apakah Prabowo mengeluarkan pernyataan seperti itu sudah memperoleh izin dari Jokowi? Kita tak tahu isi pembicaraan kedua tokoh yang pernah bersaing dalam Pilpres itu. Tetapi, ini sungguh luar biasa. Prabowo menyatakan bahwa dirinya diizinkan menyampaikan. Ini memberikan kesan, Prabowo diistimewakan.

"Saya diizinkan menyampaikan, saya diminta membantu beliau di bidang pertahanan," kata Prabowo setelah bertemu dengan Jokowi di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Senin (21/10/2019).

Sekali lagi, jika memang Jokowi mengizinkan Prabowo untuk menyampaikan duduk di kabinet sebagai Menteri Pertahanan, hal itu bisa jadi dapat dimaknai bahwa Ketua Umum Partai Gerindra itu mendapat hak istimewa berbicara dibanding calon menteri lain.

Sebab, kalaupun menteri calon menteri lainnya memiliki hak yang sama untuk menyampaikan hasil pembicaraannya dengan Jokowi, bisa jadi para calon menteri tidak akan bicara terlalu jauh. Ia menjaga etika. Sementara untuk pos menteri tak disebutnya.

Ditunjuk dan diangkat saja secara resmi belum, kok sudah bicara terlalu jauh. Meminjam orang bijak, jangan lancang bicara sebelum ada penetapan atau keputusan dari presiden.

Berbeda dengan Prabowo, yang memang sejak awal melalui lobi dan safari politiknya, dapat dipahami oleh anggota koalisi. Pernyataan Prabowo seusai diterima Jokowi -- juga diikuti para calon menteri lainnya -- memberi gambaran dan sekaligus penegasan bahwa jabatan Menteri Pertahanan ada pada dirinya meski belum dilantik. Seolah jabatan itu sudah "terkunci" untuk dirinya sesuai yang jadi harapannya.

Sejak Jokowi dinyatakan sebagai pemenang pada Pilpres lalu, dinyatakan tak ada lagi sebutan "kampret" dan "kecobong". Tegasnya, tak ada lagi 01 lebih hebat dari 02 atau sebaliknya. Semua itu telah dikubur meski sukar dilupakan bagi para pendukung karena siang dan malam berjuang tak kenal lelah.

Karena itu, masih terdengar sayup-sayup, orang yang berjuang "berdarah-darah", eh akhirnya pihak lawan diberi "kue" kekuasaan dan dapat duduk di kabinet. Ini di mana etikanya.

Tapi, itulah realitasnya. Maka, kini, kalaupun ada partai koalisi menentang, toh dapat dijawab bahwa menunjuk menteri adalah hak prerogatif seorang Presiden. Itu memang sudah dari sananya, hak istimewa yang tertulis dalam konstitusi. Jadi, kalau masih ada yang tak puas ya cukup ngedumel saja di belakang layar.

Sementara itu PKS, yang tegas-tegas sejak awal mengambil posisi sebagai oposisi di parlemen, sudah melontarkan kritiknya kepada Prabowo melalui Wakil Ketua Majelis Syuro, Hidayat Nur Wahid. Disebutnya, Prabowo Subianto harus mengukur marwahnya jika benar menjadi menteri di kabinet Jokowi.

"Yang mengukur beliau ya. Beliau-lah yang pertama kali harus mengukur, apakah itu akan menurunkan marwah beliau, kemarin jadi kompetitor, sekarang jadi pembantu presiden," kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 21 Oktober 2019, kepada Tempo.

Lepas dari sikap pro dan kontra Prabowo duduk di kabinet Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, kita hanya berharap duduknya Prabowo sebagai Menteri Pertahanan RI dapat menyejahterakan prajurit TNI sekaligus dapat memberikan rasa aman bagi rakyat Indonesia.

Selamat bekerja, jenderal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun