Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nyamuk (Pers) dan Perangkapnya

25 Juli 2019   15:18 Diperbarui: 26 Juli 2019   00:17 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nyamuk pers. Foto | Media Indonesia

Isteri saya selalu mengingatkan akan bahaya nyamuk. Berkali-kali menjelang shalat Magrib tiba ia mengeliuarkan pernyataan bahwa dirinya tidak takut dengan seekor nyamuk, tapi yang perlu ditakuti adalah para nyamuk betina. Karenanya, para lelaki harus hati-hati lantaran tidak bisa membedakan nyamuk betina dan jantan.

Seekor nyamuk tak akan mematikan manusia. Tapi gerombolan nyamuk betina itulah yang dapat mengisap darah manusia secara bersamaan. Meski serangannya tidak mematikan seketika,para nyamuk betina dapat membuat orang yang diserangnya lantas masuk rumah sakit.

Jadi, nyamuk itu beraninya main keroyokan. Untuk mengisap darah sendirian, ya takutlah. Persis anak-anak sekolah menyerang lawannya ketika sedang sendirian.

Mendengar penjelasan seperti itu, penulis hanya mampu melempar senyum. Apa lagi sudah disebut nyamuk betina. Bila mendiskusikan prihal nyamuk yang satu itu,bisa jadi pembicaraannya dapat melebar dan panjang. Maklum nyamuk betina bisa dikonotasikan 'miring', mengingat lagi nyamuk selalu bergerak di kegelapan malam. Nah, lantas dikaitkan dengan sebutan 'betina' yang dapat dimaknai sebagai wanita malam.

Hmmm. Kalau begitu, pantas saja ada pihak yang menyebut mahluk pengganggu dalam kehidupan malam itu dipadangkan dengan orang-orang yang bekerja mengusik kehidupan (pribadi) dan ketenengan rumah tangga.

Petugas dari Kemenkes perlihatkan perangkap nyamuk. Foto | Dokpri
Petugas dari Kemenkes perlihatkan perangkap nyamuk. Foto | Dokpri
Bahkan ada pihak yang merasa terganggu ketika kedatangan dirinya secara tiba-tiba.  

Dalam dunia modern, orang-orang beken atau kondang biasanya sering diganggu awak media yang datang ke kediamannya secara tiba-tiba. Apakah dia sebagai aktor, artis, pemain sinetron, pejabat dan ulama sekalipun tak luput diganggu awak media atau pers (jurnalis).

Kadang datang berdua, atau main keroyokan tanpa membuat janji terlebih dahulu. Tahu-tahu muncul di kediamannya secara bergerombolan. Ya, jelas saja si tuan rumah yang di kalangan publik sudah demikian tenar tidak dapat menghindar. Mereka yang kadang datang secara keroyokan itu memaksa si tuan rumah untuk mengeluarkan pernyataan.

Boleh jadi si awak media meminta penjelasan terkait dengan isu yang tengah aktual. Atau bisa pula terkait dengan diri pribadi tuan rumah lantaran punya kaitan dengan isu yang tengah berkembang. Wah, pokoknya si tuan rumah jadi kewalahan melayani awak media.

Nah, lantaran awak pers atau media tadi datang secara keroyokoan, lantas mereka memaknainya sebagai nyamuk pers. Sebutan itu tidak terlalu salah sih, meski bagi kalangan pengelola media dan profesi jurnalis terasa berat menerimanya. Tapi, ya itulah realitas.

Sejatinya, pers memang selalu bekerja sesuai dengan isu yang tengah berkembang. Kejar dan kejar terus sampai isunya dibeberkan di media massa hingga terang benderang. Ia hadir di tempat tertentu sesuai dengan indra penciumannya.

Foto | Dokpri
Foto | Dokpri
Sangat cocok dengan perilaku nyamuk. Di mana ada bau keringat manusia, apa lagi tengah malam, ia akan mengejarnya. Demikian pula nyamuk penghisap darah manusia di siang hari yang punya potensi menjadikan orang menderita DBD setelah mendapat gigitannya.

Harusnya Dewan Pers protes ke publik tentang sebutan nyamuk pers. Sebab, jika kita melihat orang datang ke pasar atau warung dalam jumlah banyak tidak disebut sebagai kumpulan nyamuk di pasar atau warung. Tapi, ya sudahlah. Sebutan nyamuk pers adalah sebuah sebutan yang sudah lama melekat ke awak media.

Banyak memang sebutan lain bagi pers: ratu dunia, kuli tinta, kuli disket dan pasukan bodrek. Hehehe, sebutan yang terakhir adalah yang paling jelek lantaran masih adanya wartawan amplop bergentayangan di instansi/lembaga pemerintah.

Lepas dari sebutan nyamuk pers yang sudah melekat di hati publik itu, penulis ingin menjelaskan bagaimana cara efektif menangkap para nyamuk. Ini sungguhan. Tapi perlu juga kita tahu tentang penjelasan Om Wikipedia yang menjelaskan bahwa nyamuk adalah serangga tergolong dalam order Diptera;  genera termasuk Anopheles, Culex, Psorophora, Ochlerotatus, Aedes, Sabethes, Wyeomyia, Culiseta, dan Haemagoggus untuk jumlah keseluruhan sekitar 35 genera yang merangkum 2700 spesies.

Nyamuk hingga kini masih menjadi musuh bersama bagi manusia, terlebih di Papua, Maluku (Utara) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).  Nyamuk malaria di kawasan itu sangat menakutkan. Daerah ini dinyatakan sebagai kawasan endemik malaria.

Nah di sini bedanya antara awak media atau pers dengan nyamuk. Kalau di daerah tersebut disebut sebagai kawasan endemik, tapi untuk pers tak ada kawasan endemik. Tentu tak ada, bukan?

Lalu, bagaimana membuat perangkap nyamuk agar di kediaman kita berkurang?

Untuk awak media atau pers, cara membuat perangkapnya mudah jika ia berbuat nakal. Yaitu, cukup berlakukan saja kode etik dan undang-undang pers. Selesai, kan?

Kalau nyamuk, tidak bisa demikian. Harus melalui upaya bersama dan sungguh-sunggu cara memberantasnya.

Untuk ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah lama berinisiatif memberantas nyamuk yang nakal itu. Caranya dengan membuat alat perangkapnya. Dibuat sangat sederhana. Tapi lantaran kurang sosialisasi, ya kurang diikuti oleh masyarakat.

Di bawah ini ada gambar perangkap nyamuk dan bisa dibuat oleh siapa saja.

Ini gambarnya.

Cara membuat perangkap nyamuk. Foto | dokpri
Cara membuat perangkap nyamuk. Foto | dokpri

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun