Sedih. Di dada terasa sesak. Ingin rasanya menjerit sebagai ungkapan rasa tidak senang. Aku hanya mampu terdiam. Tetap berusaha tenang sambil menanti beberapa anggota keluarga yang diundang tiba di kediaman yang sudah ditentukan.
Kisah kasih di hari kasih sayang terasa paradoks dengan senyatanya. Sebab, momen itu seperti bukan milik para orang tua meski sejatinya berlaku universal. Hari kasih sayang sepertinya tidak boleh hadir di zaman now. Orang tua yang dikenal sebagai lanjut usia atau lansia sepertinya tidak layak merayakannya. Sebab, orang lansia masih dipandang sebagai penunggu rumah, tidak perlu banyak jalan-jalan. Katanya, nanti masuk angin dan kesurupan.
"Kan, masih mudah pakai minyak wangi. Sudah tua, pasti pakai minyak angin," gitu celoteh seorang anak menyinggung rasa para orang tua.
Jangankan bertandang ke kediaman rekan sebaya untuk bersilaturahim, memperkuat persaudaraan, saat sudah tua jarang dilakukan. Orang lansia, kata anak zaman now, harus beribadah di rumah saja. Terkait hal ini, bisa jadi pepatah memang tak pernah bohong. "Orang tua kaya, anak jadi raja. Anak kaya, orang tua jadi pembantu". Realitas, orang tua kebanyakan diposisikan di bawah.
Sedih. Di dada ini terasa penuh beban. Ingin rasanya dada ini 'meledak' menyaksikan lemahnya komunikasi antarsesama. Perbedaan kadang diangkat di kalangan anggota keluarga. Bukan hanya soal perbedaan agama dan suku, perbedaan pilihan soal politik hingga warna baju pun tidak lagi dipandang sebagai keindahan negeri. Perbedaan-perbedaan yang ada itu tidak lagi dirajut. Malah, diabaikan hingga kabar duka kerap mengemuka. Yaitu, perceraian yang ada. Satu sama lain saling menjauh.
Sedih. Kala anggota keluarga diundang tak datang. Makanan banyak terbuang, mubazir. Tuan rumah merasa tertekan rasa. Lalu, rasa itu terbawa ke relung hati. Padahal banyak kata ingin dilontarkan. Susunan untaian kata nan rapi dan indah gagal digelontorkan. Pasalnya, karena sanak famili tak datang untuk mendengar.
Adakah Hari Kasih Sayang itu memberi cahaya bagi orang lansia?
Sudah lama pertanyaan itu kusimpan. Sudah lama pula ingin kuungkapkan kepada khalayak ramai. Dan, akhirnya aku bersyukur, masih ada wadah kudapati di "K".
***
"Mbak Sus, masaknya jangan terlalu banyak," pinta isteriku kepada kakak ipar.