Mohon tunggu...
Edy Suhardono
Edy Suhardono Mohon Tunggu... Social Psychologist, Assessor, Researcher

Direktur IISA Assessment Consultancy and Research Centre, Surabaya. Tiga buku terakhir nya: (1) 'Membaca Identitas, Multirealitas dan Reinterpretasi Identitas: Suatu Tinjauan Filsafat dan Psikologi' (Gramedia Pustaka Utama, 2023); (2) 'Teori Peran, Konsep, Derivasi dan Implikasi di Era Transformasi Sosio-Digital' (Zifatama Jawara, 2025), dan (3) 'Kecerdasan Jamak, Keberagaman dan Inklusivitasnya' (Zifatama Jawara: 2025).

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Kenapa Tabiat Anakku Mirip Musuhku? Membedah Mitos dan Sains di Balik Takdir si Kecil

7 Oktober 2025   10:44 Diperbarui: 7 Oktober 2025   16:13 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah Anda mendengar nasihat turun-temurun, "Jangan membenci orang saat hamil, nanti sifatnya menular ke anak"? Di banyak kebudayaan, termasuk di Indonesia, keyakinan ini mengakar kuat.

Sebuah pertanyaan yang menggelitik sekaligus meresahkan: mungkinkah kebencian mendalam seorang ibu selama sembilan bulan mengandung bisa secara ajaib "mencetak" kepribadian anaknya hingga menyerupai sosok yang ia benci? Apakah ini sekadar mitos, atau ada penjelasan ilmiah di balik gema emosi yang terasa begitu nyata dalam rahim?

Mari kita bedah fenomena kompleks ini, bukan dengan kacamata takhayul, melainkan melalui lensa sains yang jernih. 

Gema dalam Rahim, Alarm yang Tak Henti Berbunyi

Secara biologis, kepribadian seorang anak adalah hasil interaksi rumit antara cetak biru genetik dari orang tua dan pahatan lingkungan tempat ia tumbuh. Tidak ada mekanisme ilmiah yang bisa mentransfer sifat kompleks seperti "licik" atau "sombong" dari orang lain ke janin melalui aliran darah. Namun, bukan berarti kondisi emosional ibu tidak berpengaruh sama sekali. Stres hebat yang dialami ibu hamil---termasuk yang lahir dari kebencian atau konflik berkepanjangan---memicu produksi hormon stres seperti kortisol. 

Bayangkan rahim sebagai sebuah ruangan yang tenang. Tiba-tiba, alarm kebakaran berbunyi terus-menerus. Alarm ini adalah hormon stres ibu yang menyeberang ke plasenta. Janin di dalam "ruangan" itu tidak tahu apa sumber bahayanya, ia hanya tahu bahwa dunia di luar sana penuh ancaman.

Akibatnya, ia mempersiapkan diri. Dalam sebuah penelitian berjudul "Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Temperamen Bayi Usia 2-3 Bulan" yang diterbitkan di Jurnal Nursing Current (2017), peneliti Reni Puspita Sari dan timnya menemukan bahwa ketakutan berlebih pada ibu hamil secara signifikan meningkatkan peluang bayi memiliki temperamen "tidak mudah" atau lebih rewel.

Paparan kortisol yang tinggi juga terbukti dapat mengganggu perkembangan sistem saraf dan otak janin. Bahkan, sebuah studi oleh Kaja Z. LeWinn dan rekan-rekannya yang berjudul "Elevated maternal cortisol levels during pregnancy are associated with reduced childhood IQ" dan dipublikasikan di International Journal of Epidemiology (2009), mengaitkan kadar kortisol maternal yang tinggi dengan skor IQ verbal yang lebih rendah pada anak di kemudian hari. 

Jadi, kebencian ibu tidak mengirimkan "potret" kepribadian musuhnya ke janin. Alih-alih, ia mengirimkan sinyal bahaya terus-menerus yang membuat bayi lahir dengan "sistem alarm" yang lebih sensitif. Bayi ini mungkin lebih mudah menangis dan lebih reaktif. Ia lahir bukan sebagai replika seseorang, melainkan sebagai kanvas yang sudah dipersiapkan untuk dilukis dengan warna-warna kelam, sebuah titik awal yang lebih menantang untuk mengembangkan pemahaman diri.

Cermin Retak dan Kecerdasan yang Terluka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun