Mohon tunggu...
Edy Suhardono
Edy Suhardono Mohon Tunggu... Psychologist, Assessor, Researcher

Direktur IISA Assessment Consultancy and Research Centre, Surabaya. Tiga buku terakhir nya adalah 'Membaca Identitas, Multirealitas dan Reinterpretasi Identitas: Suatu Tinjauan Filsafat dan Psikologi' (Gramedia Pustaka Utama, 2023), 'Teori Peran, Konsep, Derivasi dan Implikasi di Era Transformasi Sosio-Digital' (Zifatama Jawara, 2025), dan 'Kecerdasan Jamak, Keberagaman dan Inklusivitasnya' (Zifatama Jawara: 2025).

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pajak Visioner: Bukan Ilusi, tetapi Instrumen Struktural yang Operasional

3 September 2025   09:09 Diperbarui: 4 September 2025   08:06 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Reformasi pajak yang ditunggu. (Foto: KOMPAS/RADITYA HELABUMI) 

Dalam diskusi publik yang semakin kritis, pandangan bahwa pajak visioner adalah "wishful thinking" tanpa perubahan struktural besar-besaran memang menggugah. 

Namun, pandangan tersebut, meski valid dalam konteks skeptisisme terhadap tata kelola fiskal Indonesia, justru berisiko mengabaikan dinamika kebijakan publik kontemporer yang menunjukkan bahwa pajak visioner bukanlah utopia, melainkan keniscayaan yang bisa dioperasikan bahkan dalam struktur yang belum ideal.

Christanto Panglaksana (CP) dalam dua artikelnya di Kompasiana menyajikan narasi yang kuat tentang korupsi sistemik dan beban rakyat yang berlipat ganda akibat praktik rente dan tata kelola yang buruk. 

Kritik ini penting dan perlu direspon dengan serius. Namun, menganggap bahwa pajak visioner hanya mungkin dalam struktur ekonomi-politik yang telah bersih dan ideal justru berpotensi menunda reformasi yang bisa dimulai dari instrumen fiskal itu sendiri.

Pajak Sebagai Titik Masuk Perubahan Struktural

Teori kebijakan publik kontemporer, seperti yang dikembangkan oleh Mariana Mazzucato dalam "The Entrepreneurial State" (2013), menempatkan pajak bukan hanya sebagai alat redistribusi, tetapi sebagai instrumen penciptaan nilai dan arah pembangunan. 

Negara, bahkan dalam struktur yang belum sempurna, dapat menggunakan kebijakan fiskal untuk memulai transformasi struktural. Pajak visioner bukanlah hasil dari struktur ideal, melainkan jalan menuju struktur yang lebih sehat dan berkeadilan.

Contoh konkret datang dari Brasil, negara dengan sejarah ketimpangan dan korupsi yang panjang. Melalui reformasi pajak penghasilan progresif, Brasil berhasil menurunkan koefisien Gini dari 0,63 pada 2001 menjadi 0,53 pada 2023. Ini bukan hasil dari struktur yang ideal, melainkan dari keberanian politik untuk menggunakan pajak sebagai alat koreksi struktural.

Korupsi dan Pajak: Dua Arena yang Bisa Ditangani Secara Paralel

CP menyatakan bahwa rakyat dipaksa membayar berkali-kali akibat korupsi dan pajak yang eksploitatif. Namun, ini bukan argumen untuk menunda reformasi pajak, melainkan justru alasan untuk mempercepatnya. Korupsi fiskal memang nyata, tetapi membiarkan sistem pajak tetap reaktif dan revenue-centric justru memperkuat status quo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun