Mohon tunggu...
Edwin P. Hartanu
Edwin P. Hartanu Mohon Tunggu... Lainnya - Stroke Survivor / Aneurysm Survivor

Tuhan ingin supaya kita bisa menjadi alat-Nya untuk menyaksikan perbuatan-Nya yang ajaib 📖 Yohanes 9:1-3

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Tidak Putus Asa Setelah Mengalami Stroke ke-2 Saat Usia 23 Tahun

14 Oktober 2020   15:48 Diperbarui: 15 November 2020   07:11 2214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Saya membuat tulisan lanjutan ini beberapa minggu setelah saya berulang tahun yang ke-40, (23/9). Terima kasih untuk Mama & Papa atas ucapan ulang tahun buat saya, semoga doa kita dikabulkan Tuhan. Dan kita bisa segera tinggal bersama-sama di Jakarta. Amen.

Terima kasih juga buat keluarga dan teman-teman atas ucapan dan doa buat saya. Semoga doanya dikabulkan. Tuhan memberkati. Amen.

Walaupun pemberitahuan ulang tahun di Facebook telah saya non-aktifkan, tetapi teman semasa kuliah, bahkan teman dari zaman SD ada yang mengucapkan. Terima kasih juga karena masih ingat dengan tanggal ulang tahun saya.

Melanjutkan cerita tentang stroke saya... (kisah saya stroke pada usia 8 tahun bisa dibaca di sini) 

Karena semasa sekolah di Medan (SMP dan SMA) saya merasa datar-datar saja, tidak mempunyai teman, maka sejak lulus SMA tahun 1998 saya memilih untuk kuliah di Jakarta, di Universitas Tarumanagara (Untar), Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi. Nomor Induk Mahasiswa (NIM) saya 125981184.

Saya memilih Jurusan Akuntansi karena sejak SMA saya tertarik dengan pelajaran Akuntansi. Di SMA pun saya memilih Jurusan IPS. Pelajaran Matematika tetap saya gemari sejak SD.


Waktu itu di Jakarta baru satu bulan terjadi kerusuhan Mei 1998. Awalnya saya tinggal di rumah keluarga. Sejak semester 3, tahun 1999, saya memilih untuk kos di dekat kampus.

Sejak kuliah semester 1, saya langsung bisa mempunyai beberapa teman. Sejak tinggal di kos juga. Bahkan teman waktu kuliah masih ada yang suka saling komunikasi hingga saat ini. Setiap libur semester saya selalu pulang ke Medan.

Beberapa tahun selagi saya kuliah, saya suka sakit kepala alias migren. Cukup sering saya merasakan sakit kepalanya. Dan saya hanya minum obat sakit kepala biasa langsung sembuh. Pernah kira-kira dua kali saya merasakan sakit kepala yang lebih berat dari biasanya.

Kuliah semester akhir saya tinggal satu mata kuliah, Sistem Pengendalian Manajemen, dan skripsi. Judul skripsi saya mengambil dari mata kuliah Audit, Pemeriksaan Operasional atas Penjualan, Piutang Usaha, dan Penerimaan Kas/Bank.

Akhir bulan November 2003, kebetulan ada libur Hari Raya Idul Fitri. Dan Ujian Akhir Semester (UAS) saya di satu hari sebelum hari terakhir (22/12). Tanpa rencana saya ke Palembang untuk bertemu dengan Nenek dan Kakek saya. Nenek dan Kakek saya saat ini sudah almarhum.

Stroke kedua yang saya alami terjadi di Palembang (2/12/2003), sekitar pukul 18:20 WIB. Saat itu saya sedang duduk di meja makan, mengobrol dengan Nenek saya. Pada saat itu saya tiba-tiba tidak sadar. Saya di ceritakan oleh keluarga kalau kepala saya jatuh ke meja, muntah, dan bola mata hitam saya posisi ke atas.

Saya sering mengigau selama tidak sadar, bisa berbicara tetapi tidak karuan. Keluarga mengetahui kalau saya tidak bisa berjalan ketika saya meminta bantuan saudara Papa, Om Hendra, untuk ke kamar mandi. Kaki dan tangan saya kembali lumpuh pada saat itu.

Saya sempat di bawa ke dokter dan ke sinshe pada malam itu juga oleh saudara Papa, Om Hadi dan Om Hendra, yang keduanya sekarang sudah almarhum.

Sebelumnya Mama & Papa yang merantau di Medan sudah dihubungi untuk datang ke Palembang. Dan keesokan harinya (3/12), Mama & Papa pun datang, namun berbeda jam dan berbeda pesawat. Karena setelah membeli tiket pesawat ke Palembang untuk Papa, Mama terpikir kalau saya mengalami stroke kembali.

Esok harinya (4/12), saya di bawa ke Jakarta bersama Mama & Papa. Saya digendong oleh seorang pramugara ketika masuk ke dalam pesawat. Saya duduk di kursi pesawat, tidak terpikir kalau saya harus dalam posisi terlentang.

Ketika tiba di Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta, Jakarta, saya langsung di bawa ke rumah sakit yang terdekat dengan bandar udara, Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk. Saya ditangani oleh Prof. DR. Dr. Satyanegara, Sp.BS dan Dr. Alfred Sutrisno Sim, Sp.BS.

Tindakan yang diambil oleh Prof. Satya sungguh sangat tepat. Tindakannya merupakan campur tangan dari Tuhan. Saya tidak di operasi, sesuai dengan omongan Dr. Pierre waktu saya mengalami stroke yang pertama tahun 1988. 

Saya menjalani Magnetic Resonance Imaging (MRI). Atas hasil MRI tersebut saya dinyatakan mengalami stroke yang kedua. Mama & Papa tidak terpikir jika stroke saya bisa terulang kembali.

Pembuluh darah di otak saya sudah pecah saat terjadinya stroke di Palembang, (2/12). Bagian yang pecah sama dengan waktu saya mengalami stroke yang pertama, yaitu di bagian pembuluh darah yang terletak di otak kecil (cerebellum). Otak kecil terletak di belakang kepala, tepatnya di bawah lobus oksipital otak besar dan di dekat batang otak.

Otak kecil terletak di bagian belakang kepala. Berfungsi untuk mengatur kerja sama antar otot, mengendalikan keseimbangan, dan menjaga postur tubuh
Otak kecil terletak di bagian belakang kepala. Berfungsi untuk mengatur kerja sama antar otot, mengendalikan keseimbangan, dan menjaga postur tubuh
Saya di rawat di ruang Intensive Care Unit (ICU) selama lima hari. Yang besuk saya harus memakai pakaian khusus, dan tidak boleh membawa benda elektronik karena bisa mempengaruhi sinyal radiasi.

Mama & Papa sedih melihat kondisi saya waktu di rawat di ruang ICU, leher dan kepala saya seperti terangkat, dan bola mata posisi ke atas, cuma terlihat sebagian. Kepala saya tidak boleh beralaskan bental. Teman-teman kuliah juga ikut membesuk sejak saya di rawat di ruang ICU.

Hari ke-5 selama di rawat di ruang ICU, saya baru bisa dipindahkan ke ruang rawat inap. Di situ saya baru sadar setelah "tidur" selama 7 hari sejak hari pertama mengalami stroke di Palembang.

Papa menanyakan tentang mata kuliah yang sedang saya ambil, karena mau dilakukan proses batal mata kuliah supaya tidak mempengaruhi IPK saya, soalnya saya tidak mengikuti UAS karena stroke. Namun saya tidak tahu kalau aktivitas saya pada waktu itu sedang menjalani kuliah. Apalagi mata kuliah yang sedang saya ambil.

Papa kemudian menanyakannya dengan menghubungi teman saya, Herbert, lewat HP saya. Setelah teman saya mengatakan kalau saya hanya tinggal mengambil satu mata kuliah, Sistem Pengendalian Manajemen, baru ingatan saya tentang aktivitas perkuliahan kembali ingat satu per satu.

Walaupun lupa dengan aktivitas saya, tetapi pada waktu itu saya tahu dengan teman-teman kuliah yang datang membesuk. Saya hanya tidak tahu kalau mereka adalah teman-teman kuliah saya.

Saya tidak bisa mengingat nomor HP saya, bahkan PIN HP saya juga. Saya berusaha untuk mengingat, tetapi kepala saya terasa sakit ketika saya berusaha mengingatnya. Kira-kira satu minggu kemudian, ingatan tentang nomor dan PIN HP pun pulih.

Saya juga tidak ingat dengan PIN ATM saya. Dan kepala kembali terasa sakit jika berusaha mengingat. Sekitar satu bulan saya baru bisa ingat, tanpa saya paksa untuk mengingatnya.

Jika saya sedang berbicara, tiba-tiba saya suka lupa selanjutnya apa yang ingin saya bicarakan.

Papa ke kos saya, mengambil barang-barang saya yang ada di kos. Sekaligus memberitahu ke teman-teman kalau saya sedang di opname.

Mereka tentu saja kaget dan tidak percaya kalau saya mengalami stroke yang kedua. Teman-teman kos pun datang membesuk, juga teman yang kuliah di Universitas Bina Nusantara (Binus), selain teman-teman kuliah di Untar tentunya yang membesuk sejak saya di rawat di ruang ICU.

Ingatan saya berangsur pulih selama di ruang rawat inap. Mama & Papa yang waktu saya di ruang ICU merasa sedih, matanya berkaca-kaca, setelah saya di ruang rawat inap mulai bisa tertawa.

Begitu juga dengan keluarga saya yang lain. Nenek saya yang pada saat itu berada di Palembang, tidak ikut ke Jakarta, sering menanyakan kondisi saya, bahkan ingin datang membesuk waktu saya di opname, namun tidak diizinkan karena kondisi saya waktu di ruang ICU seperti itu.

Ada dokter bedah syaraf dari Jepang yang memang ada jadwal berkunjung ke RS PIK. Dia melihat hasil MRI saya, dan bersedia menangani saya di Jepang. Tapi dokter itu mengatakan kalau Prof. Pierre Lasjaunias (dari Paris) memang pintar. Prof. Pierre sering menjadi pembicara dalam seminar yang diadakan di beberapa negara. Dr. Alfred juga mengatakan kalau Prof. Pierre adalah suhu dia. Prof. Pierre mendapatkan gelar profesor sejak tahun 1989.

Hampir tiga minggu saya di rawat di ruang rawat inap. Sebelum keluar dari RS, saya belajar duduk, berdiri, dan berjalan, karena saya sudah hampir satu bulan tidak melawan gaya gravitasi bumi. Saya sempat menggunakan kursi roda karena masih perlu rawat jalan dan fisioterapi, juga akupuntur di Yayasan Akupuntur Umum, Jakarta Barat. 

Saya belajar berjalan sambil memegang dinding. Tidak lebih setelah satu minggu kursi roda yang baru di beli itu saya tinggalkan.

Secara fisik kondisi saya lebih tidak sempurna daripada sebelum stroke ke-2. Tangan dan kaki geraknya terbatas, dan jari-jari tidak bisa digerakkan. Mata saya jadi silinder. Bola mata saya sebelah kanan berbeda dari normal, tidak simetris dengan bola mata sebelah kiri. Dokter spesialis mata mengatakan ini adalah pengaruh dari stroke yang saya alami, jadi tidak perlu diambil tindakan.

Sungguh mukjizat dari Tuhan karena kondisi saya bisa seperti itu, walaupun tidak sempurna. Apalagi tadinya Mama & Papa sudah sedih melihat kondisi saya waktu di rawat di ruang ICU. Tuhan dapat melakukan apa pun melebihi dari apa yang kita pikirkan dan bayangkan.

Salah satu teman baik saya, Christian 'Babeh', ketika dia mengetahui saya akan keluar dari RS, dia langsung menghapus foto saya yang dia ambil pada saat saya di rawat di ruang rawat inap. Dia mengatakan alasannya, karena saya sudah sembuh walaupun tidak 100 persen.

Dia juga mendatangi saya bersama Randy ke tempat saya menginap waktu saya menjalani rawat jalan. Cuma waktu tanggal 31/12/2003 ketika mereka datang, saya sudah pergi ke rumah keluarga bersama Mama & Papa.

Setelah selesai rawat jalan, pada bulan Januari 2004 saya melakukan pemulihan di Medan di salah satu tempat fisioterapi. Kuliah saya cuti terlebih dahulu. Bahkan ada keluarga yang mengatakan kalau saya tidak usah melanjutkan kuliah. Ini membuat saya kesal. Saya tetap akan menyelesaikan kuliah sampai wisuda. Apalagi saya hanya tinggal satu mata kuliah yang harus saya ulang, dan skripsi sudah selesai bab 1-3.

Pertengahan 2004 karena saya merasa bosan di Medan, tidak ada teman, saya memutuskan untuk melanjutkan kuliah semester pendek. Mama menemani saya di Jakarta selama saya kuliah, bahkan ikut ke kampus, sampai di lantai 1 saja. Saat saya sedang kuliah, kadang Mama menunggu di Mall Ciputra. Saya tidak kos lagi. Saya dan Mama tinggal di rumah keluarga di Jatibening, Bekasi.

Setelah UTS dan UAS, akhirnya mata kuliah SPM saya lulus, dan skripsi juga sudah selesai sampai bab terakhir. Ketika ujian sidang, dosen pembimbing, Bpk. Budiman Nanang, hanya menanyakan tentang Dasar-dasar Akuntansi, dan Akuntansi Biaya. Dan dosen penguji, Ketua Jurusan Akuntansi pada waktu itu, Bpk. Steven Suryadi (Alm), menanyakan tentang Perpajakan. Ibu dosen ketua penguji, Pembantu Dekan II, hanya mananyakan tentang stroke yang saya alami, cukup banyak pertanyaannya.

Beberapa saat setelah tiga dosen menyidang saya, saya dinyatakan lulus. Saya resmi memperoleh gelar Sarjana Ekonomi. IPK saya lumayan, walaupun tidak sampai 3. Mama tetap menunggu saya di halaman depan kampus, yang kebetulan pada saat itu ditemani oleh saudara sepupu saya, Robin. Hard cover skripsi saya bagikan untuk ketiga dosen tersebut. Selanjutnya saya mendaftar wisuda. Jadwal wisuda saya bulan Mei 2005. Saya dan Mama kembali dulu ke Medan.

Februari 2005, saya bersama Papa ke Singapura untuk berobat dengan Prof. Pierre Lasjaunias yang memang ada jadwal datang ke Singapura, dan Dr. Robert Kwok. Keduanya praktek di Rumah Sakit Mount Elizabeth. Prof. Pierre mendapatkan gelar profesor sejak tahun 1989.

Kali ini saya menginap di apartemen saudara sepupu saya, Koko Daniel. Kebetulan saat itu menjelang Imlek, jadi ada Nenek dan Kakek saya, dan beberapa keluarga yang lain.

Pada saat bertemu dengan Prof. Pierre dan Dr. Robert, setelah mereka melihat hasil MRI saya, Prof. Pierre mengatakan kalau saya harus menjalani Embolisasi kembali. Pendarahan pada pembuluh darah di otak kecil saya hanya bisa diatasi dengan menjalani Embolisasi.

Embolisasi sering dilakukan pada pembuluh arteri. Prosedur ini akan menutup satu bagian arteri untuk menghentikan aliran darah pada area tertentu.

Ternyata zat yang digunakan untuk menutup bagian arteri saya yang mengalami pendarahan tidak bisa sampai 100%, karena masalah letak pendarahannya. Dan jika dilakukan Embolisasi kembali, masih ada kemungkin terjadi stroke.

Setelah Papa diskusi dengan Mama yang tidak ikut ke Singapura, maka saya tidak jadi dilakukan Embolisasi. Kira-kira satu minggu kemudian saya dan Papa kembali ke Medan.

Prof. Pierre meninggal pada tanggal 1 Juli 2008, di usia 59, saat menghadiri Kongres Spesialis Internasional di Zurich, Switzerland.

Sampai saat ini saya tetap rutin mengkonsumsi Suplemen Omega sejak saya mengalami stroke kedua.

Pendarahan pada pembuluh darah di otak kecil saya seperti "bom waktu", kapan saja bisa menggelembung seperti balon kecil, bahkan pecah. Tergantung gaya hidup saya.

Karena ada masalah di pembuluh darah di otak, dan saya suka begadang sempai pagi bahkan sampai siang, mungkin menjadi salah satu penyebabnya. Saya tidak pernah merokok.

Saat pembuluh darah saya menggelembung/sebelum pecah, yang bisa saya rasakan hanyalah sakit kepala/migren. Tergantung berapa lama sakit kepalanya, bisa dalam hitungan menit atau bahkan berulang-ulang dalam beberapa tahun.

Walaupun kondisi saya seperti sekarang, saya tetap merasa bersyukur. Saya memang tidak bisa mengendarai kendaraan, karena Tuhan memang tidak mengizinkan.

fb-img-1602055874265-5f8933408ede48760328e562.jpg
fb-img-1602055874265-5f8933408ede48760328e562.jpg
Di Medan saya sempat fisioterapi beberapa kali. Saya tidak bisa berenang lagi karena tangan dan kaki saya geraknya terbatas/kaku. Bersepeda juga saya tidak bisa karena masalah keseimbangan.

Mei 2005, Mama & Papa ikut hadir waktu saya wisuda di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan. Sekalian foto di studio untuk foto keluarga.

fb-img-1604765702301-5fb071a8d541df78884db832.jpg
fb-img-1604765702301-5fb071a8d541df78884db832.jpg
intha-e-le-na-3-5f8a61c9d541df1d7e5d5ec2.jpg
intha-e-le-na-3-5f8a61c9d541df1d7e5d5ec2.jpg
Walaupun saya sebagai penyintas stroke, pembuluh darah di otak kecil saya sudah pecah dua kali, dan kondisi fisik saya tidak bisa pulih 100%, namun saya tetap bisa menyelesaikan kuliah S1 dan sampai di wisuda.

Jawab Yesus: "Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!"  (Mrk 9:23)

Terima kasih untuk Mama yang telah menemani saya ke Jakarta, menemani saya ke kampus saat kuliah semester akhir, bahkan saat ujian sidang.

Bagaimana aktivitas saya setelah di wisuda? Nantikan di tulisan artikel saya berikutnya...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun