Mohon tunggu...
Eduardus Fromotius Lebe
Eduardus Fromotius Lebe Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan Konsultan Skripsi

Menulis itu mengadministrasikan pikiran secara sistematis, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Membaca Prahara Yusril Ihza Mahendra dengan Partai Demokrat dari Sudut Pandang Akademik

4 Oktober 2021   17:20 Diperbarui: 4 Oktober 2021   17:25 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Yusril Ihza Mahendra (sumber: www.merdeka.com)

Oleh. Eduardus Fromotius Lebe

(Penulis, Konsultan Skripsi dan Dosen)

Siapa yang tidak mengenal sosok pria yang satu ini. Salah satu putra bangsa yang memiliki keahlian intelektual di bidang ketatanegaraan. Dia adalah Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc yang lebih dikenal dengan YIM. Selain sebagai advokat, beliau juga menjabat sebagai ketua umum salah satu partai di Indonesia yaitu Partai Bulan Bintang.

YIM lahir di Lalang, Manggar, Belitung Timur pada tanggal 5 Februari 1956. Menurut beberapa sumber, YIM pernah bekerja di Sekretariat Negara sebagai penulis pidato Presiden Soeharto dan B.J. Habibie. YIM pernah menjabat sebagai Menteri Hukum dan Perundang-undangan Indonesia di masa pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid. Selanjutnya, Ia pernah diangkat menjadi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia di era presiden Megawati Soekarnoputri. Pada era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, YIM dipercayakan mengisi pos Menteri Sekretaris Negara Indonesia.

YIM juga aktif dalam berbagai kegiatan di tingkat internasional, seperti ASEAN, AALCO dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Ia pernah menjadi Ketua Panitia Penyelenggara Konferensi Internasional tentang Tsunami dan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Afrika II di Jakarta. 

YIM juga beberapa kali memimpin delegasi Republik Indonesia ke persidangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membahas dan mensahkan berbagai Konvensi Internasional, antara lain UN Convention on Transnational Organized Crime di Palermo, Italia, dan UN Convention Against Corruption di Markas PBB di New York. Yusril juga pernah menjadi President dari Asian-African Legal Consultative Organization (AALCO) yang bermarkas di New Delhi, India.

Secara subjektif, penulis sangat mengagumi sosok YIM. Sepak terjangnya YIM yang sering menang saat melakukan judicial review merupakan magnet tersendiri bagi penulis. Saat masih duduk di bangku SMA, penulis selalu mencari koran yang mengulas sosok YIM ini. Bagi penulis, YIM adalah politik, pakar hukum yang menjadi idola bagi penulis. 

Berbicara sosok YIM tidak bisa terlepas dari sepak terjangnya di bidang hukum tatanegara yang seringkali melawan logika publik. Publik dikejutkan dengan berbagai manuvernya. Dan sering kali, YIM berhasil menaklukkan logika publik tersebut dengan logika hukum.

Beberapa hari terakhir ini, publik dikejutkan dengan manuver YIM yang mewakili eks kader partai Demokrat menggugat AD/ART partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA). 

Sebab, langkah ini dianggap hal baru, karena sebelumnya tidak pernah ada menguji AD/ART ke Mahkamah Agung (MA). Pro kontra terjadi dikalangan masyarakat tidak termasuk para akademisi maupun praktisi hukum.

Riak-Riak Konflik YIM dan Partai Demokrat

Di berbagai Media, YIM berpendapat bahwa dirinya tidak sedang berkonflik dengan partai Demokrat. 

YIM menegaskan bahwa dirinya bertindak sebagai kuasa hukum dari beberapa eks kader Demokrat yang merasa dirugikan oleh AD/ART partai Demokrat. Baginya, apa yang dilakukannya tersebut merupakan murni pekerjaan sebagai kuasa hukum. 

Namun, tidak dengan partai Demokrat yang kadernya selalu menyerang YIM. Dari sinilah muncul riak-riak seolah YIM sedang berkonflik dengan Partai Demokrat. Makin hari semakin panas, karena diwarnai dengan riak-riak politik yang saling menyerang.

Serangan terhadap YIM diawali oleh cuitan kader Partai Demokrat Andi Arief yang menuding YIM dibayar 100 M dari Moeldoko. Menurut Andi Arief, YIM pernah meminta bayaran 100 milliar saat partai Demokrat ingin menjadikan YIM sebagai kuasa hukum partai namun tidak bisa menyanggupi permintaan tersebut. Namun bagi YIM pernyataan Andi Arief tidak perlu ditanggapi. Justru YIM mengaku prihatin dengan ulah dari beberapa kader Partai Demokrat tersebut.

Twitt Andi Arief (sumber: screenshot di Twitter)
Twitt Andi Arief (sumber: screenshot di Twitter)

Saling sindir antar YIM dengan Partai Demokrat seperti tanpa akhir. Partai Demokrat mengganggap YIM sebagai orang yang lupa sejarah. Mengingat Partai Demokrat pernah mendukung putra YIM pada pemilihan bupati di Pilkada Belitung Timur 2020. 

 Tidak tinggal diam, YIM menyindir balik Partai Demokrat bahwa di tahun 2004 tanpa Partai Bulan Bintang besutan YIM tidak akan ada yang namanya presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sekarang menjabat sebagai ketua pembina Partai Demokrat. 

Menurut YIM, tanpa tangan tangan nya, SBY tidak mungkin dapat mencalonkan diri sebagai calon presiden bersama Jusuf Kalla saat itu.

Mantan presiden SBY pun ikut angka bicara mengenai konflik di tubuh partai besutannya tersebut. 

Melalu cuitannya, SBY mengungkap kekuatiran nya terhadap masalah hukum di Indonesia. Entah apa maksud dari twitt yang diutarakan nya, namun kalangan publik menilai SBY sedang menyinggung masalah Partai Demokrat. 

Dengan gayanya yang khas, SBY seperti memberikan signal bahwa sangat prihatin dengan kondisi hukum yang bisa dibeli. Sasaran tembak nya jelas, ingin memastikan bahwa tidak ada campur tangan dari pihak lain terhadap persoalan Partai Demokrat.

Twitt SBY (sumber: screenshot Twitter)
Twitt SBY (sumber: screenshot Twitter)


Riak-riak konflik tersebut masih saja memanas, kala para tokoh nasional ikut mengomentarinya. Menkopolhukam Mahfud MD pun ikut mengomentari langkah YIM untuk melakukan judicial review terhadap AD/ART Partai Demokrat tersebut. 

Mahfud berpendapat bahwa secara hukum gugatan YIM tidak akan ada gunanya. Sebab, jika gugatan tersebut menang tidak akan menjatuhkan Demokrat yang sekarang dan Partai Demokrat hanya perlu memperbaiki AD/ART.

Komentar Mahfud MD tersebut sedikitnya telah membuat YIM geram. YIM menyarankan Mahfud untuk bertindak netral karena kapasitasnya sebagai bagian dari pemerintah. YIM menambahkan bahwa yang dilakukannya bukan menggugat keabsahan  Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai ketua umum Partai Demokrat. 

Kapasitas hanya sebagai lawyer yang diberikan kuasa oleh eks Partai Demokrat menggugat AD/ART Partai Demokrat. Jika tuntutan tersebut diterima  dan dijadikan dasar oleh eks kader Partai Demokrat untuk menggugat ketum Partai Demokrat itu bukan urusannya lagi.

Selain Mahfud, komentar lain datang dari mantan ketua mahkamah konstitusi (MK) Prof. Jimly Asshiddiqie. Jimly menyoroti kapasitas YIM yang menjadi kuasa hukum dari beberapa eks kader Partai Demokrat namun disisi lain YIM adalah ketua umum dari salah satu partai di Indonesia. Bagi Jimly, hal itu telah melanggar norma-norma etika.

Komentar Jimly tersebut langsung ditanggapi oleh YIM. Kali ini YIM menyoroti kinerja Jimly saat menjadi ketua MK yang juga melanggar etika. 

YIM menjelaskan bahwa saat itu Jimly Asshiddiqie pernah menangani perkara yang berhubungan dengan dengan UU MK sendiri, yang MK punya kepentingan baik langsung atau tidak langsung dengan UU itu. 

YIM menilai banyak hal yang dilakukan Jimly bukan hanya sekadar persoalan etika kepantasan. Tetapi berkaitan langsung dengan norma etika fundamental terkait dengan keadilan dan sikap imparsial, serta norma hukum positif. Misalnya, UU Kekuasaan Kehakiman.

Prahara Partai Demokrat ini seakan tanpa akhir. Saling serang dan saling sindir antar pihak yang tak terelakkan. Lalu apa pentingnya bagi publik? Publik seperti sedang menyaksikan dagelan lucu yang kekanak-kanakan. Padahal bagi penulis langkah YIM melakukan judicial review tersebut adalah terobosan di bidang hukum dan didapat dijadikan kajian akademis.

Wacana  Judicial Review AD/ART Partai sebagai Bahan Kajian Akademik.

Langkah YIM untuk melakukan judicial review AD/ART Partai Demokrat harusnya direspon secara bijaksana. Kebijaksanaan itu dibuktikan melalui argumentasi-argumentasi hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. Bukan malah menyerang secara pribadi. Ini tidak akan membiarkan publik cerdas.

Penulis mengharapkan "konflik YIM dengan Partai Demokrat" seharusnya menjadi panggung adu argumentasi antar kedua belah pihak. Ruang publik harus di isi dengan diskusi-diskusi yang lebih bertanggungjawab. Sebab, semua pihak memiliki tanggung jawab yang untuk membantu publik memahami masalah tersebut. Perlu diingat bahwa semua partai adalah milik publik dan publik harus tahu apa yang terjadi di dalam  partai termasuk Partai Demokrat.

Argumentasi yang di bangun baik dari YIM maupun dari kader Partai Demokrat secara baik dan bertanggung bisa dijadikan bahan untuk diskusi. Pro dan kontra itu biasa selama masih dalam batas yang wajar. 

Justru dalam kehidupan akademik perbedaan pendapat adalah hal yang lumrah untuk menambah wawasan bagi setiap orang.

Pendapat para ahli hukum tatanegara mengenai prahara ini semestinya dapat dipakai sebagai pendapat yang ilmiah sesuai dengan keilmuannya. Sekali pun pendapat tersebut diutarakan dalam ruangan publik. Bagi penulis, hal itu tetap melekat keahliannya sebagai pakar hukum tatanegara. 

Jadi, sangat disayangkan bila panggung ini dihiasi oleh sindiran dan serangan yang tidak memiliki nilai apa-apa. Apalagi hal itu dilakukan oleh parah tokoh yang ahli di bidang hukum ketatanegaraan.

Setiap terobosan hukum tentu memiliki implikasi termasuk di dunia akademik. Akan muncul kajian akademis yang baru tentang hukum tatanegara jika langkah YIM tersebut dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA). Sebab, hal ini merupakan salah satu temuan baru di bidang hukum ketatanegaraan.

Pembaca yang budiman, setiap peristiwa dalam kehidupan tentu memiliki pelajaran. Peristiwa hukum pun demikian, selalu akan memberikan pengetahuan baru di bidang hukum. Dalam prahara YIM dan Partai Demokrat pasti kita akan mendapatkan informasi penting mengenai hukuman ketatanegaraan kita.

Terlepas siapa yang benar dan siapa salah, namun manuver YIM ini memiliki manfaat di bidang hukum ketatanegaraan. Publik tidak boleh terkooptasi pada fanatisme buta terhadap sosok yang sedang berperkara. Lebih dari itu, kasus ini akan menjadi pelajaran gratis bagi kita di bidang hukum ketatanegaraan. Sekian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun