Mohon tunggu...
Eddy Salahuddin
Eddy Salahuddin Mohon Tunggu... Guru - Indonesia

Menulis menghibur diri dan mengungkapkan rasa dengan hati dan jiwa yang terdalam. Berjuang demi generasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Camui

14 Mei 2020   18:05 Diperbarui: 14 Mei 2020   18:04 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Warga desa yang terhormat, saya selaku kepala desa sangat prihatin mendengar beberapa kejadian yang dialami warga kita. Saya pun tidak bisa melarang aktivitas yang Saudara lakukan demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Akan tetapi, kita harus menyadari bahwa dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas tambang yang dilakukan bertahun-tahun ini mulai terasa. Kita tidak menyadari bahwa lingkungan kita pun semakin rusak dan sumber daya air juga menjadi tercemar," ujar Pak Indra, kades yang masih muda itu.

"Pak Kades, tapi kita tidak bisa lagi mengandalkan tanaman lada kita. Anjloknya harga lada menyebabkan kami selalu merugi jika berkebun lada ini kami teruskan. Jadi, bagimana jalan keluar yang tepat, Pak?" Tanya seorang warga saat pertemuan di Balai Desa kemarin.

"Betul, Pak Romli! Itulah sebabnya saya sekarang sedang merencanakan agar di desa kita ini ada kegiatan kreatif yang dapat menafkahi kehidupan semua warga kita. Misalnya, membuka usaha rumah tangga dalam membuat kerajinan atau usaha lainnya yang bernilai ekonomis," ujar Pak Kades dengan sungguh-sungguh.

"Bagaimana jika kita mulai menanam kelapa sawit dan tanaman hortikultura, Pak?" ujar warga lainnya.

"Nah, itu pun ide yang bagus juga. Apalagi lahan yang kita miliki di desa ini masih memungkinkan kita untuk mengolahnya menjadi kebun kelapa sawit atau tanaman hortikultura," Pak Kades berusaha meyakinkan warganya.

Camui adalah lubang bekas galian pasir timah di lokasi tambang inkonvensional (TI) yang banyak berada di wilayah Pulau Bangka dan Belitung.

Yuk adalah panggilan atau sapaan untuk kakak perempuan di beberapa wilayah Pulau Bangka.

Yanto yang dari tadi hanya mendengar perbincangan warga juga mengemukakan pendapatnya. Akan tetapi, kali ini ia tidak sependapat dengan warga lainnya. Menurutnya tambang yang dikelolanya bersama almarhum Bayu, suami Tina, lebih menjanjikan kehidupan yang lebih baik. Mereka bisa menghasilkan uang dengan cepat tanpa memerlukan waktu yang lama. Memang risiko yang dihadapi pun sangat besar sebanding dengan perolehan uangnya.

"Maaf, Pak kades! Saya tidak setuju jika seluruh lokasi tambang yang ada di desa kita ditutup. Mau makan apa nantinya anak-istri saya? Saya masih tetap yakin tambang yang selama ini kami kelola masih memberikan banyak harapan. Jadi, saya akan tetap menambang pasir timah di lokasi tersebut," ujar Yanto menanggapi.

"Yanto, saya sarankan agar kau menghentikan aktivitas tambang di lokasi itu. Saya khawatir kejadian tempo hari terulang lagi. Apalagi sekarang sudah musim penghujan sangat rawan terjadinya longsor," Pak kades mencoba memberi pengertian.

Yanto tidak mempedulikan saran tersebut dan segera meninggal balai desa. Ia kemudian bersiap menuju lokasi tambang bersama dua rekan kerja lainnya. Hari itu rencananya mereka akan menggali pasir timah kembali setelah sepekan berhenti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun