Sejak 25 Agustus 2025, Indonesia kembali diguncang oleh gelombang demonstrasi besar yang merefleksikan keresahan mendalam masyarakat terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan politik saat ini. Aksi ini bukan sekadar unjuk rasa biasa, melainkan seruan kuat rakyat untuk perubahan yang lebih adil dan transparan.
Para demonstran menuntut penegakan hukum yang adil, transparansi pengelolaan negara, serta perbaikan kesejahteraan rakyat. Mereka menyoroti ketimpangan sosial yang semakin melebar dan kebijakan pemerintah yang dianggap kurang berpihak pada rakyat kecil. Tuntutan ini mencerminkan keinginan kuat masyarakat untuk pemerintahan yang bersih dan efektif.
Respons dari Pemerintah dengan mengajak dialog dan menjaga ketertiban, dianggap sebagai basa basi karena ketidakpekaan terhadap penderitaan rakyat dan belum ada perubahan signifikan yang dirasakan. Sementara itu, sikap anggota DPR RI beragam; namun banyak yang terkesan mengabaikan aspirasi rakyat, bahkan respon salah satu anggota DPR Ahmad Syahroni yang melontarkan kata-kata hinaan kepada para demonstrans menimbulkan kekecewaan mendalam dan menyulut amarah rakyat yang tengah memperjuangkan keadilan.
Aparat TNI dan POLRI berupaya mengendalikan situasi agar tidak meluas menjadi kerusuhan. Namun, insiden tragis seperti jatuhnya Affan, seorang driver ojek online yang meninggal akibat luka saat kericuhan, menimbulkan pertanyaan tentang penggunaan kekuatan yang proporsional dan humanis. Walau gelombang ucapan beasungkawa yang disampaikan para petinggi Pemerintahan kepada Pihak Keluarga Almarhum Affan, namun luka itu terlanjur menganga, kekecewaan itu terlanjur menjelma jadi amarah, sehingga ucapan belasungkawa itu menjadi terasa hambar dirasakan oleh rakyat.
Sebagai seseorang yang pernah terlibat dalam demonstrasi tahun 1998-1999 untuk menggulingkan rezim otoriter, saya merasakan betapa mengerikannya situasi ini. Kengerian yang tidak dapat dibayangkan dan hanya bisa dirasakan oleh pribadi yang terjebak dalam kerumunan massa yang demikian besar, tidak tahu mana lawan mana kawan, semua orang saling mencurigai satu sama lain, bahkan sesama teman yang berlari, menggenggam tangan saat menolong memanjat dinding stasiun Tebet karena dikejar aparat. Ya Tuhan.. hingga 26 tahun berlalu masih menghantui tidur malam saya. Sejarah bisa berulang jika kita tidak belajar dari pengalaman, dan ketegangan saat ini mengingatkan kita akan risiko krisis yang lebih dalam.
Akumulasi kekecewaan terhadap Presiden, para menteri, dan anggota DPR, serta kesenjangan penghasilan yang mencolok di tengah rakyat yang berjuang mencari pekerjaan, menjadi pemicu utama demonstrasi ini. Ketidakadilan yang nyata memicu kemarahan dan tuntutan perubahan.
Hanya berselang beberapa jenak dari Hari Peringatan Kemerdekaan RI yang ke-80 tragedi ini menyeruak, memupuskan gegap gempita peringatan Hari Kemerdekaan RI yang bisanya penuh dengan suka cita. Namun apakah benar Indonesia sudah Merdeka secara esensial? Kemerdekaan hakiki memang perlu terus diperjuangkan dengan segenap kekuatan, keringat, air mata bahkan darah para syuhadanya. Namun akan sampai kapan? Di saat para Pejabat Negara seolah berfoya-foya dengan penghasilan yang diberikan negara sedemikian besar, sementara rakyat yang mengumpulkan setiap rupiah dari pajak yang dibayarkan karena melakukan kegiatan ekonomi atau bahkan hanya sekedar membeli rokok dan pembalut di warung tetangga kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pengahsilan, gaji atau tunjangan yang diterima oleh para pejabat Negara itu dari rakyat melalui pajak yang dikumpulkan itu.
Semoga Indonesia dapat melewati masa sulit ini tanpa terjerumus ke dalam resesi ekonomi dan krisis politik seperti tahun 1998. Dialog konstruktif, kebijakan berpihak rakyat, dan penegakan hukum yang adil adalah kunci menjaga stabilitas. Mari kita jadikan demonstrasi ini momentum perubahan positif demi Indonesia yang damai dan sejahtera.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI