Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Catatan Perjalanan Sang Kapten (5. Mayang Gadis Pribumi)

26 Januari 2022   12:26 Diperbarui: 26 Januari 2022   12:30 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Air teh pribumi beraroma sangat wangi menyegarkan dan terasa lembut di hidung. Meskipun tampak aneh, dimana sampah tehnya terlihat mengambang memenuhi seluruh permukaan gelas, mulai dari dasar bawah gelas sampai dengan yang terapung-apung diatas permukaan. 

Itulah sajian teh tawar hangat ditambah kudapan makanan ringan asal Belanda yang terasa manis menjadikan sore itu terasa lengkap. Sehingga beberapa halaman bacaan untuk persiapan misi di kerajaan Sambas Darussalam dapat kuselesaikan. Tanpa terasa sore itu waktu berlalu begitu cepatnya.

 Mayang, seperti yang perlahan kemudian kuketahui adalah tipe seorang gadis pekerja keras. Ia mempunyai 2 adik laki-laki dan 1 adik perempuan, malangnya, adik-adiknya semua meninggal sejak balita.  

Disebabkan  penyakit yang menyerang hebat penduduk saat itu baik yang disebabkan oleh muntaber berat maupun sakit kuning, walaupun dokter Eropa Belanda saat itu telah bekerja keras untuk meredakan wabah yang melanda seluruh penduduk kota. 

Sedangkan ibunya saat ini bekerja sebagai buruh tani untuk mencukupi kebutuhan harian keluarga dilahan pertanian milik orang Belanda disekitar tempat tinggalnya.

  Meskipun tidak pernah menginjakkan kaki di sekolah formal, disebabkan hidup sebagai masyarakat pribumi miskin, tetapi dengan kemauan belajar yang kuat, ia tetap dapat membaca dan menulis latin. 

Mayang yang berusia 16 tahun adalah seorang gadis yang cerdas, berkemauan belajar kuat dan mengabdikan sepenuh hidupnya untuk kesempurnaan pekerjaannya dalam membantu kehidupan keluarganya.

  Perlahan kuketahui kemudian. Sedari kecil, gadis yang kulitnya sangat khas Asia dengan tinggi sekitar 160 sentimeter itu telah ikut membantu ibunya bekerja pada keluarga Belanda. 

Ia justru hanya berkesempatan belajar pada saat menemani anak-anak meneer Belanda yang sedang belajar dengan guru yang didatangkan khusus tersebut. Disaat itulah seorang Mayang serta merta menyerap ilmu baca tulis secara langsung.

 Mayang masih dapat dikatakan beruntung. Beberapa gadis sebayanya dikampung bahkan sudah harus menjadi ibu rumah tangga dengan anak yang harus digendong dipinggulnya karena telah dinikahkan oleh orang tuanya akibat kemiskinan dan kemelaratan hidup.

 Perlahan hubunganku hari demi hari dengan Mayang bertambah dekat. Sejalan dengan bertambahnya perbendaharaan kata-kataku dalam berkomunikasi lisan yang tidak lagi menggunakan penterjemah Arthur. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun