Mohon tunggu...
EcyEcy
EcyEcy Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Sejatinya belajar itu sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Suaraku Tak Terbeli

14 Februari 2024   12:46 Diperbarui: 14 Februari 2024   12:56 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Langit cerah. Matahari ramah. Semilir sang bayu menggelitik telinga. Membawa samar suara demokrasi ke bilik nurani.

~ Ayo... ayo... Kita ke TPS disana~

Hiruk pikuk pasar berubah tertib. Seperti dua orang hansip di pintu masuk dan keluar TPS 1. Tak banyak orang bergibah. Namun transaksi tetap ada. Antara penjual dan pembeli. Antara pendukung dan pemilih.

"Mba sudah punya pilihan?"

Aku menggelengkan kepala sambil memandang deretan daftar nama calon wakil wakil kami di sana. Di tahta ternama. Dewan Legislatif kita.  

"Ikut saya dulu, Mba." Tangan tetanggaku itu langsung saja menarik gamis biru navy di tubuhku.

Aku seperti kerbau yang dicolok hidungnya. Diam membisu berjalan lugu mengikuti langkah tetanggaku.

~ Whatsss...??? ke toilet. What's happening?~

Kulihat deretan toilet membisu disana. Satu... dua... tiga toilet kami lewati begitu saja.

"Mba mau 500K?" Bisikan halus tetanggaku
Sekali lagi aku menganggukkan kepala. Seperti ringan saja ketika mendengar angka sebesar itu digaungkan ke telinga.

"Coblos nomor ini ya, Mba!" Tangannya memberikan tanda.

Sekali lagi aku mengganggukkan kepala. Betapa mudahnya nuraniku terbeli dengan uang berwarna merah muda.

"Ingat ya, Mba. Nomor ini." Sekali lagi tangan tetanggaku memberikan kode kode kaula muda.

Kali ini pun aku mengagukkan kepala. Betapa mengagumkannya transaksional yang terjadi di dekat toilet pasar bernomor 3

"Ini, Mba." Tangan tetangga menyalami tanganku yang mulai mendapatkan kehangatan dari lembaran lembaran harum berharga.

Lalu tetanggaku menarik kembali gamis biru navy di tubuhku. Tetapi semua tak berubah. Aku tetap pada pilihanku.

"Mba, ayo ke bilik suara. Entar lupa loh mau nyoblos apa."

Kupandangi tulisan "Jagalah Kebersihan" di atas pintu toilet bernomor 2. Nuraniku terketuk seketika.  

"Maaf, Mba. Suaraku tak terbeli."

Kelima lembar alat transaksi kukembalikan ke tangan tetangga. Aku berbalik membelakanginya dan berjalan menuju bilik nuraniku yang masih terjaga.
Suara Demokrasi, Suara Hati Nurani. 

Benuotaka, 14 Pebruari 2024

Hari kasih suara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun