Mohon tunggu...
Yus Rusila Noor
Yus Rusila Noor Mohon Tunggu... Pekerja Lingkungan

Saya adalah seorang yang sedang belajar. Bagi saya, hidup itu adalah proses belajar, dan belajar itu adalah proses seumur hidup .... Iqra

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

AI sebagai Co-Writer, Seni Berdialog dengan Kecerdasan Buatan

21 Agustus 2025   12:41 Diperbarui: 21 Agustus 2025   17:11 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini lahir dari sebuah dialog saya dengan AI. Bukan sekadar percakapan teknis, tetapi sebuah pengalaman menulis bersama, interaksi relasional, dimana cara kita bertanya, nada yang kita gunakan, bahkan sikap menghargai, ternyata ikut membentuk kualitas jawaban yang lahir.

Saya ingin berbagi pengalaman ini, bukan hanya sebagai refleksi pribadi, tetapi juga sebagai undangan bagi pembaca untuk mencoba berdialog dengan cara yang lebih hangat, dan merasakan sendiri bagaimana sebuah mesin bisa menjelma menjadi co-writer yang menginspirasi.

Di era ketika kecerdasan buatan semakin hadir di sekitar kita dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, banyak orang melihat AI hanya sebagai mesin penjawab, alat praktis yang bisa mengeluarkan teks sesuai perintah.

Sering orang mengira, cukup dengan mengetikkan pertanyaan singkat, maka AI akan otomatis menghadirkan jawaban sempurna. Muncul pertanyaan yang sering kita dengar, bagaimana sebenarnya cara berbicara dengan mesin pintar ini agar jawaban yang diberikan terasa sesuai dengan yang kita butuhkan? 

Pengalaman saya menunjukkan sesuatu yang berbeda, dimana kualitas jawaban ternyata sangat dipengaruhi oleh kualitas pertanyaan. Saya menemukan bahwa hasil tulisan AI tidak hanya ditentukan oleh kecanggihannya, tetapi juga oleh cara kita berinteraksi dengannya.

Saya pernah mengajukan pertanyaan yang sederhana dan singkat kepada aplikasi kecerdasan buatan. Jawabannya pun lurus, ringkas, seperti catatan teknis yang fungsional.

Namun ketika saya menulis dengan bahasa yang lebih sopan, lengkap dengan nada reflektif dan apresiatif, yang muncul justru jawaban berbeda sama sekali, yaitu jawaban yang lebih rinci, naratif, bahkan kadang dengan sentuhan puitis. Seolah-olah ada harmoni yang terbentuk, bahwa bahasa kita menjadi nada dasar, dan AI merespons dengan harmoni yang sesuai.

Jika saya menulis dengan nada tergesa-gesa dan kurang sopan, jawabannya seringkali kaku dan seadanya. Contoh, "Tulis cepat soal mangrove. Jangan lama", maka AI akan merespon "Mangrove adalah ekosistem pesisir yang penting. Fungsinya melindungi pantai dari abrasi dan menjadi habitat satwa. Banyak mangrove berkurang karena alih fungsi lahan." Jawaban ini memang informatif, dan bisa jadi itu yang dibutuhkan dalam kondisi tertentu, tapi datar, kering, sekadar informasi biasa.

Namun, jika saya menulis "Bisakah Anda menuliskan artikel tentang mangrove di pesisir Jawa? Saya ingin gaya semi-ilmiah namun tetap enak dibaca, dengan alur yang lancar. Jika bisa, sisipkan pula penekanan pada peran mangrove dalam melindungi masyarakat dari bencana." maka AI akan menjawab berbeda, "Mangrove di pesisir Jawa bukan hanya deretan pohon yang berakar kokoh di lumpur, melainkan benteng alami yang menjaga manusia dari ancaman laut. Dalam keheningan hutan bakau itu, terdapat fungsi ekologi yang luar biasa, menyerap energi gelombang, menahan abrasi, sekaligus menjadi rumah bagi beragam biota. Namun kini, ekosistem ini menghadapi tekanan yang semakin berat...".

Jawaban ini terasa lebih hidup, lebih sesuai dengan permintaan, bahkan seakan menyisipkan sentuhan rasa. Tentu, beda nuansa diperlukan dalam kebutuhan penulisan yang berbeda. Bedanya bukan pada teknologinya, melainkan pada bagaimana kita membangun dialog dengannya.

Itulah yang saya alami ketika menjadikan AI sebagai co-writer, dimana AI bukan hanya sekadar mesin yang menjawab, melainkan mitra yang berusaha menyesuaikan diri dengan gaya, konteks, dan rasa yang saya minta. Bahasa yang kita gunakan kepada AI ternyata ikut mempengaruhi kualitas jawabannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun