Kecepatan dan keberpihakan dalam penanganan kasus.
Implementasi budaya sekolah yang mendukung rasa aman dan hormat.
Keterlibatan publik juga diperlukan, melalui forum orang tua dan siswa dalam pengawasan bersama.
Sanksi dan Tindakan Hukum
Jika sekolah terbukti lalai menjalankan kewajiban pencegahan kekerasan, negara dapat menjatuhkan sanksi administratif, sesuai dengan:
Pasal 83 dan Pasal 84 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa satuan pendidikan yang tidak memenuhi ketentuan standar nasional pendidikan dapat dikenai sanksi berupa teguran, pembinaan, hingga pencabutan izin operasional.
Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023, Pasal 26 menegaskan sanksi administratif bagi kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan satuan pendidikan berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara, hingga pemberhentian tetap dari jabatan.
Dalam kasus kekerasan berat, dapat juga diterapkan sanksi pidana sesuai KUHP atau UU Perlindungan Anak.
Peran Negara dalam Pencegahan Bullying
Pendidikan Karakter dan Literasi Emosi
Negara wajib memasukkan nilai-nilai karakter seperti empati, gotong royong, dan tanggung jawab dalam kurikulum. Guru perlu diberi pelatihan rutin tentang pendekatan psikologi perkembangan anak dan pendekatan restoratif untuk menangani konflik secara edukatif, bukan represif.
Kampanye Nasional dan Media Edukasi
Kampanye publik seperti "Sekolah Ramah Anak" dan "Suara Anak Aman" penting untuk membentuk kesadaran kolektif. Pemerintah pusat, melalui Kemdikbudristek dan KemenPPPA, dapat bekerja sama dengan media massa dan influencer untuk menyuarakan gerakan anti-bullying secara konsisten.
Pemberdayaan Komunitas Sekolah
Negara harus mendorong terbentuknya ekosistem perlindungan anak di sekolah. Forum siswa, komite sekolah, dan orang tua dilibatkan dalam penyusunan dan pengawasan kode etik sekolah serta sebagai bagian dari TPPK. Ini memperkuat mekanisme pengawasan internal berbasis komunitas.
Peran Negara dalam Pemulihan Korban dan Pelaku
Dukungan Psikososial
Negara perlu memastikan bahwa sekolah memiliki akses ke layanan konseling dan pendampingan psikologis. Jika tidak tersedia di sekolah, layanan ini harus difasilitasi oleh pemerintah daerah melalui Puskesmas atau Lembaga Perlindungan Anak.