Mohon tunggu...
Ecik Wijaya
Ecik Wijaya Mohon Tunggu... Penulis - Seperti sehelai daun yang memilih rebah dengan rela

Pecinta puisi, penggiat hidup

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tumpukan Dosa Itu, Biar Kuukir di Dahiku Terlebih Dahulu

27 Oktober 2021   00:02 Diperbarui: 27 Oktober 2021   00:06 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Bila kugambarkan padamu
Bagaimana padatnya jalanan di lalu lintas kepalaku
Mungkin kebingungan bakal menambah beban lajuku
Karenanya aku simpan sendiri lebih jauh
Ke pelosok-pelosok kepala yang jarang dimasuki siapa pun
Lalu dimana kita berjumpa?
Mungkin di persimpangan di depan atau sudah kemarin terlewati
Diam-diam saja bila memaki dosaku
Sebab umpatku untukmu juga kutelan dibawah ingatan
Benarkah tak ada kesempatan bertemu?
Tentu ada, tapi tak ada yang bisa membaca coretan waktu
Yang tertulis oleh tinta waktu adalah huruf -huruf  yang tak terbaca
Oleh aku dan kamu yang berlumur  ribuan khilaf
Mengapa tak kau sebut khilaf itu adalah tumpukan dosa?
Aku tak mungkin memberi cap di dahimu sebagai pendosa
Sebelum aku ukir dulu di dahiku atas dosa-dosaku

Bukankah percakapan ini sudah menjawab tanyamu
Tanpa perlu aku gambarkan perjalananku padamu
Ternyata sedekat ini aku dan kamu, bicara dosa
Lebih dekat dari bayang-bayangku sendiri!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun