Pernahkah Anda mengamati ada anak kecil yang bercerita secara lisan dan berdiskusi dengan bonekanya yang seolah-olah dia adalah makhluk hidup?Â
Lagi, pernah nggak melihat ada seseorang yang berbicara mesra penuh kasih sayang dengan hewan peliharaan seperti kucing, anjing atau hewan lainnya dan bahkan terkadang memberikannya nama hewan tersebut yang sangat indah melebihi nama pemiliknya.
Jangan-jangan, kita sendiri juga melakukannya seperti berbicara pada mobil atau sepeda motor milik kita. Kok bisa?Â
Diakui atau tidak, kita mungkin pernah mengancamnya saat ada masalah atau trouble pada kendaraan di jalan dengan kalimat keras, "Bila nggak mau dirawat atau ikut saya, ya sudah! Daripada menyusahkan, besok kamu saya jual!".
Rasanya kalimat-kalimat seperti itu akan mengalir saja dengan lancar dari lisan kita tanpa beban apa pun. Entah mau mengungkapkan atau mengekspresikan emosi apa saja yang ada di dalam isi hati atau isi pikiran kita.
Keanehannya di mana?
Mencermati kasus di atas sebagai contoh, ada anggapan di kalangan masyarakat kebanyakan bahwa mengekspresikan isi hati dan isi pikiran itu adalah klausa yang sama. Bisa dianggap sama mudahnya atau justru sama sulitnya tergantung pada beberapa faktor atau aspek yang memengaruhinya.
Tidak peduli pada faktor perbedaan gender pria atau wanita, usia muda atau tua dan juga strata pendidikan kita.
Mereka tidak memahami bahwa sebenarnya perbedaan dalam mengungkapkan isi hati dan isi pikiran sangatlah besar dalam tingkat kesulitannya.Â
Justru, jika mau jujur, sebenarnya mengungkapkan isi hati itu lebih sulit daripada isi pikiran kita sebagai manusia.