Mohon tunggu...
Eko Adri Wahyudiono
Eko Adri Wahyudiono Mohon Tunggu... Guru - ASN Kemendikbud Ristek

Mengajar dan mendidik semua anak bangsa. Hobi : Traveling, tenis, renang, gitar, bersepeda, nonton film, baca semua genre buku, menulis artikel dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mencari Celah PPDB Sistem Zonasi, Dianggap Curang atau Strategi?

11 Juli 2023   11:44 Diperbarui: 12 Juli 2023   07:18 6000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Self designed banner from free Canva.com.

Hiruk pikuk pendaftaran peserta didik baru (PPDB) 2023 yang secara resmi sudah ditutup pekan lalu ternyata masih saja meninggalkan keruwetan dan kekecewaan bagi mereka yang belum bisa mendapatkan sekolah yang menjadi idamannya.

Saat ini, para peserta didik yang sudah diterima di sekolah pilihannya harus melakukan daftar ulang. Sedangkan yang masih belum terdaftar di sekolah manapun, masih harus ditata dan diproses untuk penempatan sekolahnya sampai dengan tanggal 31 Agustus 2023.

Beberapa media online di banyak kota di tanah air, pasca PPDB 2023 ini sering memberitakan tentang keluhan masyarakat yang menganggap bahwa penerimaan peserta didik baru dengan sistem zonasi perlu dikaji ulang kembali di tahun mendatang.

Sebelum membahas lebih mendalam, mari kita flashback (mundur ke belakang) dalam kurun satu dekade dan mengingat berbagai sistem penerimaan siswa atau murid baru di sekolah yang pernah digunakan.

Anehnya, semua sistem yang pernah digunakan, dianggap tidak adil dan tepat oleh masyarakat.

Coba diingat lagi saat masuk sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dan harus menggunakan Nilai Ebtanas Murni (NEM), betapa gaduhnya masyarakat karena harus cabut berkas pendaftaran dan pindah ke sekolah sana sini agar anaknya bisa diterima.

Ujian Nasional dianggap sebagai tidak adil pada anak didik karena hanya diuji antara 3 sampai 4 mata pelajaran sebagai syarat kelulusan.

Sistem NEM itu dianggap tidak efektif dan membuat anak didik menjadi stress karena harus "belajar" giat, bahkan terkadang ada yang berani curang untuk mendapatkan nilai tinggi demi bisa masuk ke sekolah favorit.

Kemudian ada sistem PPDB dengan hybrid, yaitu persentase nilai gabungan antara NEM dan Tes Tertulis yang digelar oleh sekolah unggulan tertentu demi mendapatkan input siswa yang berkualitas dan terbaik dalam bidang akademik dan nonakademik.

Lagi-lagi, sistem hybrid itu banyak mendapat protes karena dianggap mengada-ada. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun