Mohon tunggu...
Dyna Analysa
Dyna Analysa Mohon Tunggu... Penulis cerita

minat membaca dan menulis tentang informasi dan wawasan terutama terkait dengan bidang lingkungan dan kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Stop Blaming Yourselfw

4 Oktober 2025   09:46 Diperbarui: 4 Oktober 2025   09:46 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
STOP BLAMING YOURSELF_@analysa.d by canva

Pengertian Self-Blame (Menyalahkan Diri Sendiri Berlebihan)

Self-blame adalah pola pikir atau mekanisme kognitif di mana seseorang cenderung menganggap dirinya bertanggung jawab atas kejadian negatif, meski bukti objektif tidak mendukung.
Menurut penelitian Janoff-Bulman (1979) yang banyak dikutip, self-blame terbagi menjadi dua:

  • Behavioral self-blame: menyalahkan perilaku sendiri (“Saya salah bertindak”).

  • Characterological self-blame: menyalahkan karakter diri (“Memang saya orangnya bodoh/tidak becus”).

Yang berlebihan (khususnya characterological) sering dikaitkan dengan depresi, rasa bersalah berlebihan, rendah diri, dan kesulitan bangkit.

Referensi:

  • Janoff-Bulman, R. (1979). “Characterological vs. Behavioral Self-Blame: Inquiries into Depression and Coping.” Journal of Personality and Social Psychology, 37(10), 1798–1809.

  • Tangney, J. P., & Dearing, R. L. (2002). Shame and Guilt. Guilford Press.

2. Ciri-Ciri Self-Blame Berlebihan

Beberapa tanda atau ciri:

  • Merasa bersalah terus-menerus bahkan atas hal kecil atau yang di luar kendali kita.

  • Mengambil tanggung jawab berlebihan untuk masalah orang lain.

  • Perasaan tidak layak atau keyakinan “aku selalu salah”.

  • Perfeksionisme: selalu merasa harus sempurna, dan jika gagal sedikit langsung menyalahkan diri.

  • Sulit memaafkan diri sendiri walaupun sudah memperbaiki kesalahan.

  • Ruminasi (pikiran berulang) tentang kesalahan masa lalu (“seandainya aku…”, “kenapa aku…”)

  • Menurunnya harga diri dan perasaan tidak mampu.

Referensi:

  • Stoeber, J., & Otto, K. (2006). “Positive Conceptions of Perfectionism: Approaches, Evidence, Challenges.” Personality and Social Psychology Review, 10(4), 295–319.

  • Garnefski, N., & Kraaij, V. (2006). “Cognitive Emotion Regulation Questionnaire Development.” European Journal of Psychological Assessment, 22(3), 141–149.

3. Penyebab / Faktor Pemicu

Beberapa faktor yang sering ditemukan dalam penelitian:

  • Pengalaman masa kecil yang penuh kritik atau kurang dukungan emosional (parental criticism).

  • Pola asuh yang keras atau penuh tuntutan.

  • Trauma / pelecehan yang membuat korban merasa dirinya penyebab masalah.

  • Lingkungan sosial / budaya yang menekankan rasa malu dan kesalahan individu.

  • Gangguan mental tertentu seperti depresi, kecemasan, atau PTSD, yang meningkatkan pikiran negatif terhadap diri sendiri.

  • Perfeksionisme & standar tinggi terhadap diri sendiri.

Referensi:

  • Brewin, C. R., Andrews, B., & Valentine, J. D. (2000). “Meta-analysis of risk factors for posttraumatic stress disorder in trauma-exposed adults.” Journal of Consulting and Clinical Psychology, 68(5), 748–766.

  • Gilbert, P., & Irons, C. (2005). “Focus of attention and self-blame in depression and shame.” Cognitive Therapy and Research, 29(6), 749–772.

4. Akibat / Dampak Self-Blame Berlebihan

  • Meningkatkan risiko depresi dan gangguan kecemasan.

  • Mengurangi self-esteem dan rasa kompeten.

  • Kesulitan mengambil keputusan karena takut salah.

  • Hubungan sosial terganggu (cenderung pasif, merasa inferior).

  • Mendorong perilaku self-punishment atau bahkan self-harm pada beberapa kasus berat.

  • Mencegah proses healing dari trauma, karena fokus pada menyalahkan diri sendiri bukan pada pemulihan.

Referensi:

  • Kubany, E. S., et al. (1995). “Development and Validation of the Trauma-Related Guilt Inventory.” Psychological Assessment, 7(4), 442–451.

5. Cara Mengatasinya

Berdasarkan studi ilmiah, beberapa pendekatan efektif:

a) Psikoterapi

  • Cognitive Behavioral Therapy (CBT): membantu mengidentifikasi pola pikir “saya selalu salah” lalu menggantinya dengan yang lebih realistis.

  • Compassion-Focused Therapy (CFT): mengembangkan rasa kasih pada diri sendiri (self-compassion).

  • Trauma-focused therapy jika ada pengalaman traumatis.

Referensi:

  • Neff, K. D., & Germer, C. K. (2013). “A Pilot Study and Randomized Controlled Trial of the Mindful Self-Compassion Program.” Journal of Clinical Psychology, 69(1), 28–44.

b) Latihan Self-Compassion

  • Menulis jurnal apresiasi diri (hal-hal positif yang sudah dilakukan).

  • Menggunakan bahasa yang lebih lembut terhadap diri sendiri.

  • Mengingatkan diri: “Saya manusia, wajar melakukan kesalahan.”

c) Mengubah pola pikir perfeksionis

  • Menetapkan standar realistis.

  • Fokus pada proses bukan hasil.

d) Dukungan sosial

  • Bicara dengan orang tepercaya tentang perasaan bersalah.

  • Mengikuti support group atau komunitas healing.

e) Mindfulness & regulasi emosi

  • Latihan mindfulness membantu mengamati pikiran tanpa menghakimi.

  • Latihan pernapasan, relaksasi, olahraga ringan, seni.

Referensi tambahan:

  • Raes, F., Pommier, E., Neff, K. D., & Van Gucht, D. (2011). “Construction and factorial validation of a short form of the Self-Compassion Scale.” Clinical Psychology & Psychotherapy, 18(3), 250–255.

Kesimpulan

Self-blame (menyalahkan diri sendiri secara berlebihan) adalah pola kognitif yang dapat berdampak negatif bagi kesehatan mental. Penyebabnya multifaktor: pengalaman masa kecil, trauma, perfeksionisme, budaya, hingga gangguan mental. Dampaknya meliputi depresi, rendah diri, dan hubungan sosial terganggu.

Cara mengatasinya mencakup terapi kognitif-perilaku, pengembangan self-compassion, mindfulness, dukungan sosial, dan pengaturan standar realistis. Penelitian mendukung bahwa intervensi ini efektif menurunkan self-blame dan meningkatkan kesejahteraan psikologis.

Jadi stop self blaming karena ada banyak hal yang diluar kendali kita dengan tetap intropeksi diri memperbaiki diri dan menikmati proses

📑 Ringkasan Self-Blame (Menyalahkan Diri Sendiri Berlebihan)

AspekUraian SingkatReferensi IlmiahPengertianSelf-blame adalah kecenderungan menyalahkan diri sendiri secara berlebihan atas kejadian negatif, meski tidak sepenuhnya tanggung jawabnya. Dibagi dua: behavioral self-blame (menyalahkan tindakan) & characterological self-blame (menyalahkan karakter diri).Janoff-Bulman (1979), Journal of Personality and Social PsychologyCiri-ciri- Merasa bersalah terus-menerus - Mengambil tanggung jawab berlebihan - Keyakinan “aku selalu salah/tidak layak” - Perfeksionisme tinggi - Ruminasi (memutar ulang kesalahan masa lalu) - Harga diri rendahStoeber & Otto (2006), Personality and Social Psychology ReviewPenyebab- Pengalaman masa kecil penuh kritik / pola asuh keras - Trauma / pelecehan - Perfeksionisme & standar tinggi - Budaya yang menekankan rasa malu - Gangguan mental (depresi, PTSD, kecemasan)Brewin et al. (2000), Journal of Consulting and Clinical Psychology Gilbert & Irons (2005), Cognitive Therapy and ResearchDampak- Meningkatkan risiko depresi & kecemasan - Menurunkan self-esteem - Sulit mengambil keputusan - Hubungan sosial terganggu - Risiko self-harm / self-punishment - Hambatan proses healing dari traumaKubany et al. (1995), Psychological AssessmentCara Mengatasi- Terapi: CBT, Compassion-Focused Therapy, terapi trauma - Self-compassion: jurnal apresiasi diri, bahasa positif untuk diri sendiri - Mengurangi perfeksionisme: standar realistis, fokus pada proses - Mindfulness: meditasi, pernapasan sadar, regulasi emosi - Dukungan sosial: sharing dengan orang tepercaya, support groupNeff & Germer (2013), Journal of Clinical Psychology Raes et al. (2011), Clinical Psychology & Psychotherapy

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun