Kawan nun jauh di sana ...
Kali ini kembali kulayangkan guratan jelaga pilu dariku untuk meluapkan kerinduanku kepadamu. Rindu dendam sebagai karib yang cukup lama terpisah oleh jarak dan waktu. Meski terkadang kuhibur diri dalam kesendirianku, bahwa jarak bukanlah penghalang untuk tetap setia abadi selamanya di ranah persahabatan, sebagaimana ungkapan klasik yang selalu dan selalu mengikis pilu di kala merindu padamu, kawan. Biar jauh di mata, namun dekat di hati jua. Dan ternyata, itu tak mampu menahan lama, menyapu rasa rindu yang mengharu biru.
Rindu yang takkan terpecahkan, kecuali hanya dengan cara bertemu dan bertemu. Hanya itu. Rindu pada kenangan, saat kita sama-sama di bawah satu atap hunian sebagai insan indekos yang tengah berjuang menempuh pendidikan demi menggapai sarjana yang sujana, bukan sarjana yang durjana. Dan, memang itu pesan dan harapan orang tua yang harus kita junjung tinggi dan kita patuhi nasihatnya.
Saat itu, kita punya ghirah, cita dan asa yang sama, tak beda! Yakni, bagaimana kita berupaya dengan segala daya dan upaya membangun negeri ini usai mengakhiri pendidikan dan meraih gelar sarjana. Berbekal itulah, kita sepakat untuk berkiprah dimana kaki kita nanti akan berpijak.
Sampailah pada saat kutangkap berita darimu, kawan, bila engkau telah bertekad membulat untuk hidup di seberang untuk berkiprah di sana. Memulai dan merintis perjuangan di sana karena engkau telah menemukan isyarat jawaban yang mengharuskan di mulai dari sana. Perjuangan atas cita dan asa yang pernah kita patri bersama nampaknya memang harus dimulai dari tempat dimana saat ini engkau berada. Dan, aku harus segera menyusul menyertaimu mendukungmu tanpa ragu-ragu. Sebab komitmen yang telah kita ikrarkan dulu sudah saatnya untuk diwujudkan, dirintis dan diperjuangkan dengan persiapan yang matang.
Kawan, tunggulah aku, karena aku masih bersungguh-sungguh untuk mendukungmu dalam mewujudkan cita dan asa yang telah disepakati bersama. Dan, harus kita mulai dari bumi swarnadwipa ...
Kawan, tunggulah aku. Aku telah siap menuju kesana, ke tempat engkau berada saat ini. Akan kuluapkan rinduku ini, yang tak seorangpun boleh menghadang menghalangi apa yang telah menjadi komitmen cita dan asa kita menuju tatanan hidup seimbang yang memancarkan hidup saling kasih sayang dan saling memakmurkan menurut maunya Tuhan sebagaimana yang telah diteladankan oleh para rasul, orang-orang beriman, dan para pejuang keseimbangan terdahulu. Dan, akupun mau dengan yang seperti itu ...
Pada angin yang berhembus, awan yang berarak, terik mentari yang menukik, bulan yang memantulkan cahaya membadar, air yang mengalir, dan bumi yang menanti ...
Atas ghirah, cita dan asa kita untuk segera diejawantahkan. Mari segera kita mulai  ...
*****