Dear: Kawan di Kala Suka dan Duka
Kawan, kembali kulayangkan suratku ini, menyambung pada apa yang pernah kusampaikan kepadamu beberapa waktu yang lalu ...
Kali ini, adalah tentang pemahamanku terhadap hakikat sebuah oposisi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang oleh massal masyarakat kita lebih populer dinamakan sebagai praktik berdemokrasi.Â
Berikut ini, perspektif dan persepsiku terhadap fenomena yang masih berlangsung dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri ini:
Ketika Negara Indonesia Nusantara memang sudah bisa dikatakan tua dalam kemerdekaan namun cenderung muda dalam demokratisasi, maka dari sinilah ulasan ini dimulai.
Dimana demokratisasi sebagai terminologi yang mengemuka di negeri ini mendapat ruang yang leluasa pasca tumbangnya era otoritairianisme sepanjang 32 tahun yang diriwayati mampu menggeser era pemerintahan Orde Lama yang berakhir pada 1965.Â
Otoritarianisme yang lembut laksana benang sutera, mampu mengecoh dan men-stigma publik kebanyakan terhadap wajah tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang dinyatakan tua dalam kemerdekaannya. Dimana semua harus terkesan sepadan demi tujuan stabilisasi yang sebenarnya menjadi celah terjadinya penyelewengan dalam sebuah konsensus pemerintahan.Â
Bukankah hal ini yang harus dihindari dan perlu adanya kekuatan penyeimbang yang sebenarnya, bukan pula terkesan menjatuhkan, melainkan sebagai teman untuk mengingatkan bahwa segala sesuatunya ada batasan?
Dan dalam hal ini, teman yang ada di luar tersebut semustinya bersinergi dengan masyarakat, yang sebenarnya masyarakat itu sendiri lazimnya adalah oposisi pula.
Tatkala kita dingatkan, bahwa masyarakat itu sejatinya adalah 'The Real Opposition', maka masyarakat itu seharusnya memiliki sedikit ruang ketidakpercayaan dan ketidakpuasan atas segala sesuatu yang muncul dari segala bentuk inisiatif negara/pemerintah.Â