Mohon tunggu...
Dwi Surya Ningsi Rais
Dwi Surya Ningsi Rais Mohon Tunggu... Freelancer - Terbanglah Jangan Lelah

Lakukan! Sampai Kamu Tidak Bisa. Jangan Putus Asa dalam Menyebar Kebaikan, Meski itu Sekecil Biji Dzarrah...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Penulis dan Seorang Istri

12 Maret 2021   14:45 Diperbarui: 12 Maret 2021   15:09 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: https://pixabay.com/id/

            Dia tarik tanganku, dan mengajakku bermain bunga melati yang di pasangkan ke boneka-bonekanya. Aku tak suka bunga melati, kenapa harus ada bunga ini. Ku hempaskan bunga yang ia beri, dan ku injak-injak ...

            Anak yang berambut pirang perawakannya seperti anak blasteran itu menghampiriku dan marah-marah. Anak yang memakai hijab itu berusaha menenangkannya dan Aku hanya terdiam. Anak yang memakai hijab namanya Nini, dan yang blasteran namanya Sky. Aku mendengar nama mereka saat mereka saling sahut menyahut di taman. Aku duduk di kursi taman dengan melihat seluruh tubuhku ini, dan ku acuhkan mereka.

            Sky, menghampiriku dan meminta maaf karena sikapnya tadi. Ia meminta ku menghargai apa yang mereka beri, kerena menyesal, Aku juga meminta maaf dan kami semakin dekat karena kata "maaf" itu.

***

            Di hari kelima ini, Aku tetap sendiri di apartemen yang sama, menunggu seseorang untuk datang setidaknya Ayah atau Ibu. Tapi tidak ada, dan keesokannya Sky memintaku melalui telepon yang ada dalam kamar, untuk datang ke taman. Ia ingin membawaku ke suatu tempat.  

            Sesampainya Aku melihat rumah dengan furnitur yang unik di atapnya. Siapa yang memandang pasti kagum dengan ukirannya. Sky mengarahkan Aku ke sana. Sky membunyikan bel dengan password namanya sendiri. Ia hanya sebut namanya dengan sedikit kata rahasia, pintu pun terbuka. "Ini rumah siapa?" tanyaku. Ia hanya tersenyum. Aku merasa sedikit takut karena ini bukan duniaku dan apa yang akan ku hadapi di rumah ini Aku tak tahu. Sky menyebut pria itu sebagai paman, dan Aku merasa tenang dan ku hembuskan nafas degan rasa lega.

            Aku lihat sosoknya dari belakang, sepertinya Aku kenal. Ia pun berbalik menoleh ke arah kami, Aku tercengang. Dia ... dia ... suamiku. Hening. Aku berdiri termangu melihatnya, "Apa? apa ini? kenapa suamiku?" air mataku menetas, serasa ingin memeluknya rindu dalam benakku ...

            Saat aku kelilingi rumah itu bersama Sky, ku temukan meja yang menjadi tempat  menorehkan segala tulisan. Sekali lagi, air mataku menetes. Sky memanggilku ke dapur untuk makan bersama, berat rasanya. Namun Aku berusaha menjadi sosok anak-anak yang menyenangkan, dan sesekali ia suamiku tertawa dan tersenyum. Aku bahagia ...

***

            Jika Aku hitung, sudah lima kali ke rumah itu. Adakalanya ku lihat suamiku memandang langit sambil menarik nafas, sebagaimana yang biasa kami lakukan bersama. Tapi pada suatu sore, Aku,Sky dan Nini ke rumah itu dan melihat sosok suamiku mengeluarkan koper dari dalam rumah, kami bertanya kenapa ia keluar membawa koper. Ia hanya berkata "Paman harus pergi, mungkin ini sudah saatnya." Tidak, dia tidak boleh pergi meninggalkan Aku di sini sendiri, di dunia yang tak ku kenal ini.

            Aku menangis histeris, Aku merengek di depannya dan berusaha mencegahnya masuk  ke dalam mobil. Ia hanya mengusap kepalaku dan tersenyum lalu pergi ...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun