2. Praduga tidak bersalah (Presumption of innocence)
Asas presumption of innocence atau asas praduga tidak bersalah juga dituangkan secara jelas dalam undang-undang. Asas ini menyatakan bahwa setiap orang yang dituduh melakukan tindak pidana wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.Â
Prinsip ini menjadi landasan utama sistem peradilan pidana, sehingga proses hukum harus dilakukan dengan tetap menghormati hak-hak tersangka maupun terdakwa. Prinsip ini secara eksplisit diatur sebagai asas umum dalam regulasi kekuasaan kehakiman dan tercermin pula dalam penjelasan umum KUHAP serta peraturan HAM.
3. Exceptio non adimpleti contractus (pengecualian bagi pihak yang belum memenuhi) terkait perikatan timbal balik
Dalam hukum perdata terdapat asas exceptio non adimpleti contractus, yang memberi hak kepada salah satu pihak dalam perjanjian timbal balik untuk menolak memenuhi kewajibannya jika pihak lain belum melaksanakan prestasinya.Â
Asas ini sangat berhubungan dengan kontrak timbal balik seperti jual beli, di mana penjual berhak menahan barang jika pembeli belum membayar, begitu pula sebaliknya pembeli berhak menahan pembayaran jika barang belum diserahkan. Ketentuan terkait mekanisme hak dan pembatalan perjanjian/persepakatan dan hubungan timbal balik dibahas dalam KUHPerdata; pasal-pasal seperti Pasal 1266 dan ketentuan lain sering dikaitkan dengan doktrin ini dalam praktik. [1]
4. Audi et alteram partem (audiatur et altera pars) yaitu kedua pihak harus didengar
Asas audi et alteram partem atau sering disebut audiatur et altera pars berarti bahwa kedua belah pihak harus diberikan kesempatan yang sama untuk didengar dalam proses peradilan. Prinsip ini menjamin adanya persidangan yang adil dengan memberi hak kepada setiap pihak untuk mengemukakan pendapat, bukti, dan pembelaannya sebelum hakim mengambil keputusan.Â
Asas ini bersumber dari Pasal 121 ayat (1) HIR/Pasal 145 RBg tentang pemanggilan kedua belah pihak di pengadilan. UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman secara tidak langsung menuliskan Asas ini dengan keterangan dimaana kedu abelah pihak yang berpekara mendapat perlakuan yang sama dan adil di dalam proses peradilan. [2][3]
5. Actio (Actio) Pauliana (Action Pauliana)
Asas actio pauliana, yaitu hak bagi kreditor untuk membatalkan perbuatan hukum yang dilakukan debitor apabila tindakan tersebut merugikan kreditor. Contohnya adalah ketika debitor mengalihkan harta bendanya kepada pihak lain dengan tujuan menghindari kewajiban membayar utang, maka kreditor berhak mengajukan actio pauliana agar pengalihan tersebut dibatalkan demi melindungi haknya. Actio Pauliana diatur secara umum dalam ketentuan KUHPerdata dan juga diatur khusus dalam undang-undang kepailitan/PKPU untuk melindungi boedel pailit.