4. Res judicata pro veritate habetur (apa yang diputus hakim dianggap benar)
Asas Res judicata pro veritate habetur menegaskan bahwa putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap harus dianggap benar. Prinsip ini memberikan kepastian hukum dengan melarang pihak yang sama mengajukan gugatan atas perkara yang sama setelah ada putusan yang final. Meskipun tidak menutup kemungkinan bahwa suatu putusan dapat mengandung kekeliruan, secara formal putusan tersebut tetap mengikat dan wajib dilaksanakan sampai ada mekanisme hukum lain yang dapat membatalkannya.
5. Ignorantia juris non excusat / Fiksi hukum (setiap orang dianggap tahu akan undang-undang)
Asas fiksi hukum yang berbunyi "setiap orang dianggap tahu hukum" juga menjadi bagian penting dalam sistem hukum. Asas ini menyatakan bahwa ketidaktahuan terhadap hukum tidak dapat dijadikan alasan untuk menghindari tanggung jawab.Â
Setelah suatu peraturan diundangkan, seluruh masyarakat dianggap sudah mengetahui keberadaannya, sehingga tidak ada alasan bagi seseorang untuk menghindar dengan alasan tidak tahu. Walaupun dalam praktiknya bisa saja masyarakat tidak benar-benar memahami seluruh isi undang-undang, asas ini tetap berlaku demi menjaga kepastian hukum.
6. Perlindungan terhadap pihak ketiga yang beritikad baik (good-faith third party protection)
Asas perlindungan terhadap pihak ketiga yang beritikad baik juga memiliki peranan penting. Asas ini melindungi orang yang melakukan suatu perbuatan hukum tanpa mengetahui adanya cacat hukum atau sengketa yang melekat pada objek tersebut.Â
Misalnya seseorang membeli rumah dari penjual dengan proses yang sah dan dokumen lengkap, namun belakangan diketahui bahwa rumah tersebut terlibat dalam sengketa. Dalam kasus demikian, hukum memberikan perlindungan kepada pembeli yang beritikad baik agar tidak serta-merta dirugikan akibat perbuatan melawan hukum dari pihak penjual.
B. Asas-asas yang sering dituangkan (contoh konkret / tertulis)
1. Asas legalitas (Nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali)
Asas legalitas yang berbunyi nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali. Asas ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP dan menegaskan bahwa tidak ada perbuatan yang dapat dipidana tanpa ada aturan yang terlebih dahulu mengaturnya. Prinsip ini penting untuk mencegah adanya penerapan hukum pidana secara sewenang-wenang dan melindungi masyarakat dari pemidanaan yang tidak adil.