Mohon tunggu...
Dwi Sekar Amanah
Dwi Sekar Amanah Mohon Tunggu... Fakir Ilmu

Selesaikan apa yang telah kamu mulai, keep spirit.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Implementasi Pendidikan Agama Islam di Lingkungan Keluarga pada Masa Pandemi Covid-19

28 Desember 2020   11:11 Diperbarui: 28 Desember 2020   11:39 1358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abstrak

Pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama bagi anak. Masalah terpenting dalam negara Indonesia kita saat ini adalah bagaimana mengimplementasikan pedidikan agama islam kepada anak di tengah pandemi Covid-19 yang sudah menyebar luas seperti sekarang ini. Pendidikan yang diberikan secara sadar oleh orang tua kepada anak-anaknya ini ditujukan agar anak-anak memiliki sikap dan tingkah laku yang baik sesuai dengan ajaran Islam. 

Penelitian ini menggunakan metode library research. Penelitian ini menggunakan sebuah teknik analisis data yang berupa teknik analisis isi. Penelitian ini menemukan bahwa pendidika agama islam pada peserta didik di tengah pandemi Covid-19 dapat melalui keluarga. Pendidik yang paling berperan yaitu orang tua. Hal yang harus diperhatikan dan tidak bisa ditinggalkan dalam pendidikan karakter berbasis keluarga ini yaitu penggunaan implementasi  yang sesuai dengan kebutuhan.

Kata kunci : Implementasi Pendidikan Agama Islam, Keluarga, Pademi Covid-19

Pendahuluan

Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang utama dan pertama bagi seorang anak. Sebelum ia berkenalan dengan dunia sekitarnya, ia akan berkenalan telebih dahulu dengan situasi keluarga. Pengalaman pergaulan dalam keluarga akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan anak untuk masa yang akan datang. Keluargalah yang akan memberikan warna kehidupan seorang anak, baik perilaku, budi pekerti maupun adat kebiasaan sehari-hari. Keluarga juga merupakan tempat dimana seorang anak mendapat tempaan pertama kali yang  kemudian menentukan baik buruk kehidupan setelahnya di masyarakat. Sehingga tidak salah lagi kalau keluarga adalah elemen penting dalam menentukan baik-buruknya masyarakat (Al-Abrasy, 1993). Fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak anak-anak usia MI/SD yang masih belum mampu menyadari tentang kewajibannya, misalnya melaksanakan shalat lima watu sebagai kewajiban seorang muslim atau anak-anak belum mempunyai kesadaran untuk membantu orang tua dalam melaksanakan tugas keseharian di rumah, bahkan masih banyak terjadi intimidasi antar anak-anak di sekolahnya. (Aqib, 2011)

Maka, untuk mewujudkan apa yang diharapkan keluarga dalam membentuk karakter anak perlu adanya upaya pendidikan. Pendidikan adalah upaya sadar dan terencana dalam proses pembimbingan dan pembelajaran bagi individu agar tumbuh berkembang menjadi manusia yang mandiri, bertanggungjawab, kreatif, berilmu, sehat, dan berakhlak (berkarakter) mulia (UU No. 20 tahun 2003 pasal 3). Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab (UU No.20 tahun 2003 pasal 3). (Djamarah, 2011)

Berdasarkan hukum yuridis tersebut, pendidikan nasional mengemban misi untuk membangun manusia sempurna (insan kamil). Untuk membangun bangsa dengan jati diri yang utuh, dibutuhkan sistem pendidikan yang memiliki materi yang berbasis nilai karakter, serta ditopang oleh pengelolaan dan pelaksanaan yang baik. 

Dengan demikian, pendidikan nasional harus bermutu dan berkarakter. Dalam mata pelajaran tentunya terdapat kompetensi inti (KI),  kompetensi dasar (KD) maupun indikator dalam pembelajaran dan nilai-nilai karakter yang dikembangkan sehingga mampu untuk mencapai tujuan dan mewujudkan nilai-nilai karakter yang dikembangkan dari mata pelajaran tersebut. Dalam hal ini seorang guru dituntut untuk dapat meningkatkan aspek kognitif dan psikomotorik pada siswa sekaligus mampu meningkatkan dan membentuk karakter siswa secara kuat sesuai dengan apa yang diharapkan.(Abdurrahman, 2010)

Berdasarkan pemaparan berbagai teori di atas, seyogyannya pendidikan agama Islam pada keluarga akan sangat berpengaruh terhadap pengembangan karakter kepribadian anak yang baik. Tetapi dalam kenyataannya banyak terlihat fenomena bahwa perilaku, gaya bicara, sopan santun sudah tidak dihiraukan dalam kehidupan sehari-hari, apa lagi sebagai seorang muslim yang harus menjalankan kewajiban sholat lima waktu mereka masih enggan, mereka masih harus selalu diingatkan. Walaupun kalau dilihat secara kasat mata, pendidikan agama Islam keluarga bahkan tempat menimba ilmu anak tersebut banyak muatan pendidikan agamanya, dengan harapan mampu membawa perubahan pada anak dalam perkembangan karakter kepribadian.

Pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup. Sedangkan menurut Ahmad Tafsir mengemukakan bahwa pendidikan agama Islam adalah bimbingan yang diberikan seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Pendidikan agama mempunyai kedudukan yang tinggi dan paling utama, karena pendidikan agama menjamin dapat memperbaiki akhlak anak didik dan mengangkat mereka ke derajat yang tinggi, serta berbahagia dalam hidup dan kehidupannya. Pendidikan agama juga dapat membersihkan hati dan mensucikan jiwa, serta mencetak mereka agar berkelakuan yang baik dan mulia.(Salim, 2013)

Pendidikan agama       Islam   (PAI)   merupakan       mata pelajaran yang sangat penting untuk diajarkan di sekolah umum ataupun di sekolah Islam, karena untuk mengajarkan Islam kepada generasi umat Islam maka diperlukan proses pendidikan. Fungsi dari proses pendidikan adalah untuk mempromosikan atau memfasilitasi perubahan yang diinginkan dalam perilaku. Maka Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia, baik yang berbentuk jasmaniah maupun rohaniah, menumbuhsuburkan hubungan yang harmonis setiap pribadi dengan Allah dan alam semesta. 

Proses pendidikan Agama Islam itu haruslah memberikan pemahaman kepada pemeluknya tentang ajaran Islam yang sebenarnya yaitu ajaran Islam yang sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Pendidikan Islam merupakan upaya manusia untuk melahirkan generasi yang lebih baik generasi yang selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, dalam al Qur'an, Allah meminta kita agar tidak mewariskan generasi yang lemah. 

Sebagai sebuah mata pelajaran, pendidikan agama Islam wajib diajarkan kepada peserta didik yang beragam Islam mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Secara keseluruhan materi mata pelajaran PAI terdiri dari lima cakupan, yaitu: al Qur'an dan Hadits, keimanan, Akhlak, fiqih/ibadah dan sejarah perkembangan Islam. Lima cakupan tersebut setidaknya mengabarkan bahwa ruang lingkup pendidikan agama Islam diharapkan dapat mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama manusia, mahluk lainnya dan lingkungannya.(Salim, 2013)

Masalah terpenting dalam negara Indonesia kita saat ini adalah bagaimana mengimplementasikan pedidikan agama islam kepada anak di tengah pandemi Covid-19 yang sudah menyebar luas seperti sekarang ini. Pandemi Covid-19 telah mengganggu kegiatan manusia sehari-hari yang terjadi selama beberapa bulan terakhir di semua negara  khususnya negara Indonesia. Membatasi aktivitas anak di tempat umum dan belajar dari rumah menjadikan kegiatan peserta didik terganggu dalam melakukan pembelajaran di sekolahnya serta tanpa disadari pandemi ini telah mengancam hak-hak pendidikan merekan di masa depan. (Yuliatri, 2020) 

Penguatan pendidikan karakter merupakan salah satu solusi untuk menumbuhkan serta membekali peserta didik supaya memiliki karakter yang baik, religius, bertingkah laku luhur, serta sopan santun walaupun harus belajar dari rumah. Jawaban yang cocok atas masalah diatas yaitu adanya pendidikan karakter berbasis keluarga. Selain untuk mencerdaskan manusia, pendidikan karakter juga bertujuan untuk mendidik anak didiknya supaya berkepribadian yang mulia. Oleh karenanya, pendidikan karakter sangat penting untuk semua tingkatan, yakni mulai dari anak kecil hingga orang dewasa. pada umumnya, pendidikan karakter harus dimulai sejak dini. Jadi ketika anak sudah dewasa saat ada godaan atau rayuan yang menggiurkan karakternya tidak akan mudah berubah. Harapan adanya pendidikan karakter sejak dini supaya dapat mencetak anak bangsa yang berkarakter unggul, bertakwa, beriman, dan berakhlak mulia.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Kusnaeti 2015 tentang pendidikan karakter pada keluarga menjelaskan diantara upaya yang dilakukan orang tua dan tokoh masyarakat adalah sebagai orang tua selalu memrintahkan anaknya shalat, mengaji dan mengikuti kegiatan dan oraganisasi yang ada di desa. Mukaromah 2020 melakukan penelitian yang dilatar belakangi oleh sebuah fenomena bahwa keluarga adalah merupakan tempat pertama kalinya anak mendapatkan pendidikan yang di mulai dari masa pre-natal yang merupakan unsur terpenting dalam penanaman pendidikan agama Islam. Begitu pula sikap anak terhadap agama, dibentuk pertama kali di rumah dan pendidikan agama yang di berikan oleh orang tua kepada anaknya. 

Penelitian yang dilakukan oleh Husni Mubarok dilakukan pada tahun 2019 tentang pembangunan karakter oleh keluarga yang menjelaskan literasi digital merupakan pengetahuan serta keterampilan untuk mengaplikasikan media digital dalam menemukan informasi, mengevaluasi, membuat informasi, dan menggunakannya dalam cara yang sehat, bijak, cerdas, akurat, dan tepat dalam berkomunikasi dan berinteraksi pada kehidupan sehari-hari. Pembentukan karakter adalah proses pendidikan yang dialami anak-anak mulai dari nilai-nilai kehidupan, agama, dan moral untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, dan karakter yang luhur. Literasi digital keluarga untuk pembentukan karakter dalam pendidikan dasar dengan mengolah kemampuan berpikir kritis, positif, dan kreatif.(Aan, 2012)

Tercapainya suatu keberhasilan akademis yaitu tujuan dari pendidikan. Tujuan yang tak kalah pentingnya adalah pemahaman anak tentang pendidikan agama islam dari keluarga. Keluarga sebagai peran terpenting dalam mendidik dan mengajarkan anak dalam upaya menyiapkan generasi muda yang lebih baik. Maka penelitian ini memiliki tujuan yakni supaya kita bisa mengetahui dasar implementasi pendidikan agama islam yang dalam keluarga di tengah pandemi Covid-19.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode library research. Dilihat dari pengertiannya, metode library research merupakan metode yang perolehan data didapat dari berbagai literatur, seperti perpustakaan dan google scolar dalam bentuk buku, jurnal, majalah, dokumen, dan sebaginya. (Majid, 2012) Penelitian ini menggunakan sebuah teknik analisis data yang berupa teknik analisis isi, dimana dilakukan proses memilih, membandingkan, dan menggabungkan berbagai pengertian sehingga ditemukan hasil pembahasan yang relevan.

Hasil dan Pembahasan 

1. Dasar Implementasi Pendidikan Agama Islam

Pandemi Covid-19 telah mengganggu kegiatan manusia sehari-hari yang terjadi selama beberapa bulan terakhir di semua negara  khususnya negara Indonesia. Membatasi aktivitas anak di tempat umum dan belajar dari rumah menjadikan kegiatan peserta didik terganggu dalam melakukan pembelajaran di sekolahnya serta tanpa disadari pandemi ini telah mengancam hak-hak pendidikan merekan di masa depan. Pendidikan agama islam dalam keluarga merupakan salah satu solusi untuk menumbuhkan serta membekali peserta didik supaya memiliki pemahaman tentang akhlak yang baik, religius, bertingkah laku luhur, serta sopan santun walaupun harus belajar dari rumah. Secara rinci dasar implementasi pendidikan agama islam berpacu pada perkembangan pengetahuan (kognitif), sosial, serta moral anak sebagai anak didik. Karena, perkembangan pengetahuan (kognitif), sosial, serta moral pengaruhnya sangat besar terhadap pembentukan serta pengembangan karakter pada anak. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai dasar yang harus dikembangkan dalam implementasi pendidikan agama islam.

Fungsi dari proses pendidikan adalah untuk mempromosikan atau memfasilitasi perubahan yang diinginkan dalam perilaku. Maka Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia, baik yang berbentuk jasmaniah maupun rohaniah, menumbuhsuburkan hubungan yang harmonis setiap pribadi dengan Allah dan alam semesta. Proses pendidikan Agama Islam itu haruslah memberikan pemahaman kepada pemeluknya tentang ajaran Islam yang sebenarnya yaitu ajaran Islam yang sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. (Mulyadi, 2010)

Pendidikan Islam merupakan upaya manusia untuk melahirkan generasi yang lebih baik generasi yang selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, dalam al Qur'an, Allah meminta kita agar tidak mewariskan generasi yang lemah.

Sebagai sebuah mata pelajaran, pendidikan agama Islam wajib diajarkan kepada peserta didik yang beragam Islam mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Secara keseluruhan materi mata pelajaran PAI terdiri dari lima cakupan, yaitu: al Qur'an dan Hadits, keimanan, Akhlak, fiqih/ibadah dan sejarah perkembangan Islam. Lima cakupan tersebut setidaknya mengabarkan bahwa ruang lingkup pendidikan agama Islam diharapkan dapat mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama manusia, mahluk lainnya dan lingkungannya.

Pendidikan agama Islam mengajarkan tentang nilai-nilai sosial, ibadah, moral dan ketauhidan. Keberhasilan pendidikan agama Islam tercermin dalam tingkah laku masyarakat yang berakhlak baik, memiliki kepedulian sosial yang bagus, dan masyarakat yang rajin beribadah. Apabila di dalam suatu masyarakat ada banyak masalah atau pertikaian itu menunjukkan bahwa pendidikan Islam belum mampu di terima oleh masyarakat. Pendidikan agama Islam harus memiliki tiga aspek. Pertama, aspek knowledge (pengetahuan). Kedua, aspek Afektif (sikap). Ketiga, aspek skill (ketrampilan). Dalam istilah ilmu pendidikan ketiga aspek tersebut disebut dengan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Seseorang atau peserta didik dikatakan berhasil menempuh pendidikan agama apabila ketiga aspek tersebut ada pada dirinya. Ketiga aspek tersebut adalah merupakan bagian dari kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan.(Sagala, 2011)

Sasaran pendidikan agama Islam adalah penyampaian ilmu pengetahuan keagamaan, sasarannya adalah otak (aspek kognitif). Selanjutnya penyampaian nilai-nilai, sasarannya adalah membentuk sikap agama (aspek afektif), yang tujuannya adalah mencintai nilai-nilai baik dan menolak nilai-nilai buruk. Selanjutnya adalah mengaplikasikan dalam aktifitas kehidupan sehari-hari (aspek psikomotorik). Dalam menunjang tujuan dan sasaran dalam pendidikan formal yaitu sekolah, keberhasilan pendidikan ditentukan oleh keberhasilan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, yakni suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. keluarga dengan sadar merencanakan kegiatan pengajaran secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya guna kepentingan pengajaran.

2. Implementasi Pendidikan Agama Islam

Dalam perspektif pendidikan, terdapat tiga lembaga utama yang sangat berpengaruh dalam perkembangan kepribadian seorang anak yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat, yang selanjutnya dikenal dengan istilah Tripusat Pendidikan. Dalam GBHN (Tap. MPR No. IV/MPR/1978) ditegaskan bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.

Lembaga keluarga merupakan tempat pertama untuk anak menerima pendidikan dan pembinaan. Meskipun diakui bahwa sekolah mengkhususkan diri untuk kegiatan pendidikan, namun sekolah tidak mulai dari "ruang hampa"(Noer Aly, 1999). Urgensi penerapan pendidikan agama terhadap anak dalam keluarga pendidikan agama merupakan pendidikan dasar yang harus diberikan kepada anak sejak dini ketika masih muda. Hal tersebut mengingat bahwa pribadi anak pada usia kanak-kanak masih muda untuk dibentuk dan anak didik masih banyak berada di bawah pengaruh lingkungan rumah tangga. Mengingat arti strategis lembaga keluarga tersebut, maka pendidikan agama yang merupakan pendidikan dasar itu harus dimulai dari rumah tangga oleh orang tua. Pendidikan agama dan spiritual termasuk bidangbidang pendidikan yang harus mendapat perhatian penuh oleh keluarga terhadap anakanaknya. Pendidikan agama dan spiritual ini berarti membangkitkan kekuatan dan kesediaan spiritual yang bersifat naluri yang ada pada kanak-kanak. Demikian pula, memberikan kepada anak bekal pengetahuan agama dan nilai-nilai budaya Islam yang sesuai dengan umurnya sehingga dapat menolongnya kepada pengembangan sikap agama yang betul. Inti pendidikan agama sesungguhnya adalah penanaman iman kedalam jiwa anak didik, dan untuk pelaksanaan hal itu secara maksimal hanya dapat dilaksanakan dalam rumah tangga.(Syah, 2010)

Nasution (1995) menyebutkan bahwa pendidikan agama, dalam arti pendidikan dasar dan konsep Islam adalah pendidikan moral. Pendidikan budi pekerti luhur yang berdasarkan agama inilah yang harus dimulai oleh ibu-bapak di lingkungan rumah tangga. Disinilah harus dimulai pembinaan kebiasaan-kebiasaan yang baik dalam diri anak didik. Lingkungan rumah tanggalah yang dapat membina pendidikan ini, karena anak yang berusia muda dan kecil itu lebih banyak berada di lingkungan rumah tangga daripada di luar .Tugas lingkungan rumah dalam hal pendidikan moral itu penting sekali, bukan hanya karena usia kecil dan muda anak didik serta besarnya pengaruh rumah tangga, tetapi karena pendidikan moral dalam sistem pendidikan kita pada umumnya belum mendapatkan tempat yang sewajarnya

3. Implementasi Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga 

Kebijakan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun di Indonesia selain merupakan amanat yang tersirat dalam batang tubuh pembukaaan UUD 45 juga tidak lain sebagai upaya untuk  memperhatikan dan menciptakan karakter dan perkembangan jiwa anak menjadi berkualitas. Salah satu tujuan yang ingin dicapai ialah seperti dalam pembukaan UUD 1945 adalah "mencerdaskan kehidupan bangsa". Selanjutnya ketentuan tersebut ditegasksn lagi pada pasal 31 ayat (1) yang menyebutkan bahwa tiap-tiap negara berhak dapat pengajaran. 

Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa yang diamanatkan UUD 1945 seperti yang disebutkan di atas hanya akan tercapai melalui pembangunan nasional, khususnya dalam pendidikan. Karena pendidikan menduduki strata tertinggi dalam pembangunan nasional.

Peningkatan terhadap kualitas sumberdaya manusia menunjukkan bahwa Indonesia sebagai negara yang berkembang mempunyai komitmen yang kuat untuk mencapai keunggulan dan penguasaan ilmu seperti halnya bangsa-bangsa lainnya. Sumberdaya  manusia yang mempunyai penguasaan ilmu dan mempunyai  karakter yang baik menjadi salah satu faktor penentu keunggulan tersebut. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia akan terasa lebih penting pada masa sekarang mengingat makin besarnya tantangan dan kecenderungan yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia. Tantangan terbesar yaitu  pembentukan karakter pada remaja.

Pada hakikatnya pendidikan merupakan upaya pengembangan dan peningkatan kualitas karakater anak yang baik. Pengembangan dan peningkatan kualitas karakter anak didik sekarang ini sangat mendesak untuk segera dilaksanakan karena kemajuan bangsa ini ditentukan oleh baik buruknya karakter remaja. Pendidikan merupakan  suatu cara untuk mengembangkan ketrampilan, kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi warga negara yang baik dan memiki moral yang baik. Pada umumnya pendidikan itu merupakan suatu hal yang wajib dilakukan oleh setiap insan. Bahkan orang lama mengatakan bahwasanya tuntutlah ilmu walaupun ke negeri Cina. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.Pendidikan biasanya berawal saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik dan membaca dan mengaji kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia bisa mengajar bayi mereka sebelum kelahiran. (Yusuf, 2011)

Bagi sebagian orang, pengalaman kehidupan sehari-hari lebih berarti daripada pendidikan formal, seperti kata mark twain "saya tidak pernah membiarkan sekolah mengganggu pendidikan saya". Anggota keluarga mempunyai peran pengajaran yang amat mendalam, sering kali lebih mendalam dari yang disadari mereka, walaupun pengajaran anggota keluarga berjalan secara tidak resmi. Pendidikan yang paling penting adalah pendidikan norma dan moral agama khususnya agama Islam. Pendidikan agama Islam sangat berpengaruh terhadap kepribadian anak untuk menjadi seorang remaja yang sempurna.(Yusuf, 2011)

Pendidikan agama yaitu meliputi beberapa hal dan ketentuan yang harus diketahui  oleh seoarang anak untuk mendampingi hidupnya. Pendidikan agama Islam harus diajarkan kepada anak pada usia dini, agar tertanam kepada anak kepribadian yang baik. Hal utama dalam pendidikan agama yaitu ajaran tentang shalat, sunnah-sunnah rasul, dan Akhlakul karimah. Implikasi implementasi pendidikan agama Islam pada keluarga dalam pembentukan karakter anak dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari, baik di rumah maupun di Sekolah. Anak mampu menjalankan sholat lima waktu tanpa harus diperintah, sopan santun dalam bertindak dan bertutur kata, selalu jujur, dan selalu menolong teman.

4. Menghadapi   Hambatan dalam Mengimplementasikan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga 

Di dalam keluarga, orang tua berperan sebagai pendidik yang utama bagi anakanaknya. Idealnya orang tua diharapkan dapat membimbing, mendidik, melatih dan mengajar anak dalam masalah-masalah yanga menyangkut pembentukan kepribadian dan kegiatan belajar anak. Pendidikan dalam keluarga adalah upaya pembinaan yang dilakukan orang tua terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembanga sebagaimana mestinya. Seluruh potensi anak dapat berkembang, yaitu jasmani, akal dan rohani. Ketida aspek ini merupakan sasaran pendidikan di dalam keluarga yang harus diperhatikan setiap orang tua. (Syarbini, 2011)

Dalam konteks fungsi edukatif, maka sebuah keluarga muslim (dalam hal ini orang tua) yang paling utama berfungsi dalam memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan. Berkaitan dengan pemberian keyakinan agama, sesungguhnya anak memang dilahirkan dalam keadaan fitrah maka orang tuanyalah melalui pendidikan di keluarga yang akan menentukan apakah anak tersebut akan menjadi muslim, nasrani, majusi atau yahudi.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa peran orang tua dalam pendidikan anak di keluarga sangatlah besar. Tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa orang tua adalah central teacher dalam keluarga. Hal ini disebabkan setiap anak mendapatkan pendidikan pertama kali dan biasanya yang paling membekas dari orang tuanya. Orang tua menjadi pendidik pertama dan utama. Kaedah ini ditetapkan secara qodrati, artinya orang tua tidak dapat berbuat lain, mereka harus menempati posisi itu dalam keadaan bagaiamanapun juga. Karena mereka ditakdirkan menjadi orang tua anak yang dilahirkan. Oleh karena itu, mau tidak mau mereka harus menjadi penanggung jawab pertama dan utama. Kaedah ini diakui oleh semua agama dan semua sistem nilai yang dikenal manusia. (Yusuf, 2011)

Ada pribahasa yang mengatakan "buah tidak jauh jatuh dari pohonnya", artinya, seorang anak tidak akan jauh berbeda dengan watak, tabiat dan kebiasaan orang tuanya. Karena itu, pendidika keluarga yang diberikan oleh orang tua akan berimbas sangat besar terhadap anaknya. Proses pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya dapat melalui beberapa alat pendidikan (non fisik), yaitu, keteladanan, pembiasaan, hukuman dan ganjaran, dan pengawasan. Alat pendidikan non fisik ini dapat difungsikan oleh orang tua di rumah (dalam keluarga) untuk mempengaruhi anak agar melaksanakan nilai-nilai kebaikan dan membina perkembangan potensi dirinya.

Bila alat pendidikan non fisik ini dimanfaatkan secara maksimal oleh orang tua ke arah yang positif maka akan berimbas positif pula terhadap perkembangan anak. Sebaliknya jika alat pendidikan non fisik ini disalahgunakan oleh orang tua, maka akan berdampak negatif terhadap diri anak. Contohnya bila orang tua memberi keteladanan dengan sikap dan perbuatan yang baik, maka anak akan cenderung untuk mengikuti sikap dan perbuatan baik tersebut. Begitu juga sebaliknya.

Adapun upaya keluarga dalam menghadapi kendala implementasi pendidikana agama Islam yaitu: a) orang tua selalu memberikan contoh atau tauladan kepada anak-anaknya,  misalnya dalam mengimplementasikan ketaatan kepada Tuhan, orang tua selalu mengajak anak-anaknya sholat lima waktu tepat pada waaktunya; b) mengontrol semua kegiatan anak; c) berkomunikasi 70% rata-rata keluarga (orang tua) dalam mengimplementasikan pendidikan agama Islam pada anak dengan memasukkan anaknya ke sekolah-sekolah yang berbasis ilmu keagamaan lebih banyak dibanding materi umum. Dengan harapan anak anak mampu mengamalkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari hari. 30% rata-rata keluarga dalam mengimplementasaikan pendidikan hanya dilakukan di sekolah atau madrasah saja tanpa ada pemberian uswah/qudwah pada anak, kurangnya komunikasi dan lain sebagainya. Hal ini dikarenakan: 1) orang tua sibuk bekerja; 2) polah asuh anak banyak diserahkan kepada orang lain; 3) anak yang mengalami broken home; dan 4) tidak ada perhatian dalam pendidikan agama Islam di keluarga. (Yusuf, 2011)

Kesimpulan

Penelitian ini menemukan bahwa pendidikan agama islam pada peserta didik di tengah pandemi Covid-19 dapat melalui keluarga. Pendidik yang paling berperan yaitu orang tua. Hal yang harus diperhatikan dan tidak bisa ditinggalkan dalam pendidikan karakter berbasis keluarga ini yaitu penggunaan implementasi  yang sesuai dengan kebutuhan. Untuk mensukseskan pendidikan agama islam berbasis keluarga juga harus memperhatikan komponen-komponen yang terkait di dalamnya. 

Daftar Pustaka

Aqib, Zainal, dan Sujak. Panduan & Aplikasi Pendidikan Karakter untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MAK. Bandung: Yrama Widya. 2011.

Bahri Djamarah, Syaiful. Guru & Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta. 2011.

Gintings, Abdurrakhman. Esensi Praktis Belajar & Pembelajaran. Bandung: Humaniora. 2010.

Haitami Salim, Moh. Pendidikan Agama dalam Keluarga: Revitalisasi Peran Keluarga dalam Membangun Generasi Bangsa yang Berkarakter. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2013.

Rury Yuliatri, "Kuatkan Pendidikan Karakter Siswa di Tengah Pandemi," Berita Headline  (diakses 24             April    2020)

Hasanah, Aan. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: Insan Komunika. 2012.

Khambali. "Family Role in Shaping Character Islam  in Early Childhood Through  Habituation Method." Jurnal Pendidikan Islam 6 No. 1. (2017): 162. https://doi.org/10.29313/tjpi.v6i1,2382.

Majid, Abdul. Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2012.

Mulyadi,          Setyo. "Menjadi         Orang tua       Teladan".         Edisi    2010, https://www.google.com/amp/s/pwmu.co/8449/05/26/kak-setodunia-anak-adalah-bermain-didiklah-anak-dengan-carabermain/amp/

Sagala, Syaiful. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alvabeta. 2011.

Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2010.

Syarbini, Amirulloh. Al-Quran dan Kerukunan Hidup Umat Beragama. Jakarta: Quanta. 2011.

Yusuf, Syamsu. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: Alvabeta. 2011.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun