Mohon tunggu...
Dwi Scativana Isnaeni
Dwi Scativana Isnaeni Mohon Tunggu... Pengajar

Ahli Madya Pengelolaan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan dan Sarjana Pendidikan Seni Pertunjukan. Penulis merupakan seorang pendidik dan penulis yang aktif mengangkat tema-tema keislaman, isu-isu pendidikan,seni dan budaya masyarakat serta kajian ilmiah.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Sensus Ekonomi 2026: Menjawab Tantangan Data di Tengah Dinamika Ekonomi Bali

22 September 2025   08:19 Diperbarui: 22 September 2025   08:19 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Sensus Ekonomi Bali 2026. Dibuat dengan Al ChatGPT oleh Dwi Scativana Isnaeni. Foto : Dokumentasi Pribadi

Di Desa Celuk, Gianyar, I Made Sujana, seorang pengrajin perak, tak lagi menggantungkan harapan pada turis yang datang ke galerinya. Sejak pandemi, ia beralih ke e-commerce, memasarkan karyanya lewat media sosial dan platform daring. Kini, pesanan datang dari Tokyo, Amsterdam, hingga Sydney. Made bukan satu-satunya. Di seluruh Bali, ribuan pelaku usaha kecil mulai bertransformasi, memadukan tradisi dengan teknologi. Namun, perubahan ini tak akan terlihat jelas tanpa satu hal: data.
Permasalahan: Ketimpangan Data dan Ketidakterjangkauan Usaha Mikro
Bali dikenal sebagai destinasi wisata dunia, namun di balik gemerlapnya, terdapat struktur ekonomi yang kompleks dan belum sepenuhnya terpetakan. Menurut BPS Provinsi Bali, PDRB Bali Triwulan I 2025 mencapai Rp75,47 triliun atas dasar harga berlaku, dengan pertumbuhan 5,52% (year on year). Sektor akomodasi dan makan minum menyumbang 21,23%---terbesar di antara sektor lain.
Namun, data ini masih didominasi oleh usaha formal dan skala besar. Sementara itu, usaha mikro dan informal---yang jumlahnya jauh lebih banyak---sering kali tidak terdata secara akurat. Dalam publikasi Bali Dalam Angka 2025, tercatat lebih dari 300 ribu unit usaha di Bali, tetapi banyak yang belum teridentifikasi secara rinci, terutama yang berbasis digital dan rumahan.
Di lapangan, banyak pelaku usaha seperti Ibu Komang, penjual jamu tradisional di Denpasar, yang memasarkan produknya lewat WhatsApp dan Instagram. Ia tidak memiliki izin usaha, tidak tergabung dalam koperasi, dan belum pernah disurvei. Seperti Ibu Komang, ribuan pelaku ekonomi informal beroperasi di luar radar statistik. Padahal, mereka adalah tulang punggung ekonomi lokal.
Kendala Partisipasi: Antara Ketidakpercayaan dan Minimnya Literasi Statistik
Petugas BPS yang turun ke lapangan sering menghadapi tantangan: penolakan, keraguan, bahkan stigma. Banyak pelaku usaha khawatir data mereka akan digunakan untuk pajak, atau merasa sensus hanya membuang waktu. Di sisi lain, literasi statistik masyarakat masih rendah. Mereka belum memahami bahwa data bukan sekadar angka, melainkan fondasi kebijakan yang menyentuh kehidupan mereka.
Akibatnya, partisipasi dalam survei dan sensus masih belum optimal. Padahal, tanpa data yang inklusif, banyak pelaku usaha tidak masuk dalam radar kebijakan. Mereka tidak mendapat pelatihan, tidak terhubung dengan koperasi, dan tidak dijangkau oleh program bantuan. Ketimpangan ini bukan karena mereka tidak produktif, tetapi karena mereka tidak terlihat dalam angka.
Sensus Ekonomi 2026: Solusi untuk Keadilan Data
Sensus Ekonomi 2026 bukan sekadar pengumpulan angka. Ia adalah upaya besar untuk menjangkau seluruh pelaku usaha---formal, informal, digital, tradisional. Dengan metode yang lebih adaptif dan teknologi yang lebih canggih, BPS akan mendatangi langsung unit-unit usaha, termasuk yang tidak memiliki izin resmi atau beroperasi dari rumah.
Data ini akan menjadi dasar bagi kebijakan yang lebih adil. Pemerintah daerah bisa mengetahui wilayah mana yang membutuhkan pelatihan digital, infrastruktur internet, atau akses pembiayaan. Lembaga keuangan bisa merancang produk yang sesuai dengan profil UMKM lokal. Akademisi bisa meneliti tren ekonomi baru yang sebelumnya tak terlihat.
Lebih dari itu, data sensus akan membantu kita memahami transformasi ekonomi Bali pascapandemi. Sektor pariwisata memang dominan, tetapi sektor ekonomi kreatif, pertanian organik, dan layanan berbasis aplikasi mulai menunjukkan geliat. Tanpa data yang akurat, kita hanya menebak-nebak arah perubahan.
Dampak Nyata bagi Masyarakat: Dari Data ke Aksi
Sensus Ekonomi 2026 bukan hanya milik BPS. Ia adalah milik semua warga Bali. Ketika masyarakat merasa dilibatkan dan dihargai, mereka akan lebih terbuka. Dan ketika data yang dikumpulkan benar-benar mencerminkan kenyataan, maka kebijakan yang lahir darinya akan lebih tepat sasaran.
Contohnya, jika data menunjukkan bahwa di Kecamatan Sukawati terdapat konsentrasi UMKM digital, maka pemerintah bisa membangun pusat pelatihan teknologi di sana. Jika ditemukan bahwa banyak petani di Bangli belum terhubung ke pasar daring, maka intervensi bisa difokuskan pada literasi digital dan akses logistik.
Sensus bukan akhir dari proses. Ia adalah awal dari perubahan. Data yang terkumpul akan menjadi bahan baku pembangunan: dari perencanaan anggaran, distribusi bantuan, hingga pengembangan wilayah.
Kesimpulan: Menyulam Masa Depan Bali dari Data dan Cerita
Bali sedang berubah. Ekonomi digital tumbuh, sektor kreatif berkembang, dan pola konsumsi bergeser. Tapi tanpa data yang akurat, kita hanya menebak arah perubahan. Sensus Ekonomi 2026 adalah kompas yang akan menuntun kita. Ia bukan hanya alat statistik, tapi cermin yang memantulkan denyut ekonomi Bali.
Mari kita buka pintu bagi petugas sensus. Mari kita isi kuesioner dengan jujur. Karena dari angka-angka itulah, masa depan Bali akan ditulis---lebih adil, lebih inklusif, dan lebih berdaya.
Sumber Referensi:
Pertumbuhan Ekonomi Bali Triwulan I-2025 -- BPS Provinsi Bali
Provinsi Bali Dalam Angka 2025 -- BPS Provinsi Bali

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun