Perombakan kabinet yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto pada Senin (8/9/2025) menjadi bukti bahwa pemerintahan saat ini tidak alergi terhadap kritik publik. Gelombang demonstrasi soal biaya hidup dan beberapa kebijakan DPR belakangan memang memunculkan keresahan. Dengan reshuffle yang dilakukan secara cepat, Presiden menunjukkan responsif terhadap suara rakyat. Artinya, pemerintah peka dan mau mendengar, bukan sekadar jalan sendiri.
Cerita panggilan mendadak kepada Purbaya Yudhi Sadewa yang hanya punya waktu satu jam untuk bersiap dilantik sebagai Menteri Keuangan menggambarkan betapa keputusan ini diambil dengan cepat demi efektivitas pemerintahan. Purbaya yang sebelumnya menjabat Ketua Dewan Komisioner LPS dianggap punya rekam jejak panjang di bidang ekonomi. Masuknya sosok ekonom murni ini diharapkan bisa memberi energi baru dalam menghadapi tantangan fiskal, apalagi ia sudah menyatakan optimistis pertumbuhan ekonomi bisa digenjot hingga 8 persen lewat kebijakan fiskal ekspansif.
Selain itu, hadirnya Ferry Juliantono sebagai Menteri Koperasi menambah warna baru dalam kabinet. Ferry yang awalnya masih mendampingi Budi Arie di rapat DPR lalu langsung menuju Istana tanpa sempat berganti pakaian memperlihatkan bahwa pengabdian kepada negara tidak mengenal waktu. Penyegaran di pos koperasi ini penting, karena sektor UMKM dan koperasi adalah tulang punggung ekonomi rakyat. Harapannya, ada kebijakan yang lebih progresif untuk mendorong daya saing UMKM di tengah kondisi global yang tidak menentu.
Langkah strategis lain adalah pembentukan Kementerian Haji dan Umrah yang sebelumnya hanya berbentuk badan. Dengan jumlah jamaah haji Indonesia yang terbesar di dunia, keberadaan kementerian ini jelas relevan. Ia menyentuh langsung kebutuhan umat Muslim, yang setiap tahun mencapai ratusan ribu orang. Begitu juga dengan pergantian di Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI). Ini jadi sinyal bahwa pemerintah menaruh perhatian serius pada buruh migran, kelompok yang kerap menghadapi masalah perlindungan hukum dan kesejahteraan di luar negeri.
Menariknya, reshuffle ini tidak hanya soal siapa yang masuk, tapi juga siapa yang harus legowo keluar. Misalnya, Abdul Kadir Karding yang masih sempat memimpin rapat di DPR sebelum tahu dirinya diganti, tetap menunjukkan sikap dewasa dengan berterima kasih dan mendukung pemerintahan Prabowo. Hal ini memperlihatkan stabilitas politik jangka pendek tetap terjaga. Dengan mencopot figur yang dinilai kurang efektif, Presiden sekaligus memperkuat kepercayaan partai koalisi dan meredam potensi gesekan.
Reshuffle ini patut dibaca sebagai momentum untuk mempercepat kerja pemerintah yang memperlihatkan dua hal penting. Pertama, hak prerogatif Presiden adalah mekanisme yang sah untuk menjaga kinerja pemerintahan tetap adaptif dengan dinamika politik, ekonomi, maupun sosial. Kedua, baik mereka yang ditunjuk maupun yang diberhentikan memperlihatkan teladan tentang kesiapan, keikhlasan, dan pengabdian. Dari kisah ini, kita bisa belajar bahwa mengabdi kepada negara bukan hanya soal jabatan, tetapi juga soal kesediaan untuk selalu siap dipanggil kapanpun, bahkan di saat yang paling tak terduga.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI