Mohon tunggu...
Dwi Auditya Muttaqin
Dwi Auditya Muttaqin Mohon Tunggu... Supir - Trip Planner - Licensed Guide - Simple and Friendly // Instagram: @dwiauditya

write to remember, speak to forget

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Idealisme Protokol Kesehatan

4 September 2020   21:32 Diperbarui: 4 September 2020   21:19 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pokoknya nanti sampai Kota Banjar, mampir Warung Jeruk." Bapak mertua saya sudah mewanti-wanti, bahkan sebelum saya mandi dan bersiap pergi.

Pagi itu, memang sudah direncanakan untuk mengantarkan Bapak dan Ibu mertua pulang ke kampung halaman. Tapi karena hari sebelumnya istri bersikeras mengajak untuk pergi keluar bersama, alhasil pekerjaan yang harus diselesaikan sebelum pergi mengantar pulang harus terbengkalai. Konsekuensinya memang harus memundurkan sedikit jam kepulangan, demi menyelesaikan sedikit pekerjaan.

Sambil siap siap, saya memperhatikan keinginan Bapak mertua, yaitu, ketika dalam perjalanan menuju Kota Pelajar ini, beliau berceloteh 'kalau saja lewat sini pas dengan jam makan siang, pasti sudah makan disini', sambil menunjuk sebuah Rumah Makan dengan patung Jeruk besar di depannya, Warung Jeruk. 

Pada saat itu, memang kita melakukan perjalanan pagi dari Kota Tasik, sehingga ketika sampai di Rumah Makan tersebut, matahari belum tepat ada diatas ubun kepala, dan perut pun masih menyisakan menu sarapan pagi. Dan, sudah sangat dipastikan, ketika pulang nanti, pasti Bapak mertua masih berkeinginan untuk mampir dan menikmati masakan dari Warung Jeruk tersebut.

Bukannya saya tidak ingin mengindahkan keinginan Bapak mertua, hanya saja dengan kondisi seperti ini, melakukan bepergian saja sudah beresiko, apalagi singgah ke berbagai tempat umum.

"Gimana kalau kita makan dulu disini mah, jadi nanti tinggal jalan aja terus sampe rumah." Saya memberanikan diri memberikan masukan.

"Iya, sekarang makan disini, tapi nanti di Warung Jeruk makan lagi." Bapak mertua dengan cepat merespon masukan saya, tanpa memperhatikan maksud dari masukan saya adalah untuk kebaikan semua. Yang penting makan di Warung Jeruk, hanya itu yang ada dibenaknya.

Sebagai seorang supir yang memang sudah menjadi keseharian hidup dijalan, menghitung alokasi waktu perjalanan tidaklah sulit. Saya mencoba mengkalkulasikan perjalanan pulang ini, agar sekiranya sampai di Kota Banjar, perut masih dalam kondisi terisi dan bisa melewati Warung Jeruk tanpa singgah. Dengan sedikit hitung-hitungan waktu perjalanan saat keberangkatan, dan bantuan dari 'Mbah Google', saya memutuskan untuk berangkat tepat pukul 12.30.

Dokpri. SS
Dokpri. SS

Pekerjaan dengan kebut segera diselesaikan, bersiap-siap, dan mengajak semua untuk makan siang dan sholat terlebih dahulu. Setelah semua selesai, waktu di jam dinding ruang tengah sudah menunjukan pukul 12.43 atau 12.28 pada layar handphone, dan semua sudah bersiap untuk melakukan perjalanan pulang. 

Setelah pamitan, tiba-tiba Bapak mertua meminta kendali kemudi untuk mengetahui seberapa kuat dan jauh beliau bisa melakukan perjalanan. Dengan berat hati, akhirnya saya berikan, karena berarti akan sia-sia kalkulasi perhitungan perjalanan yang saya buat.

Benar saja, baru saja melewati batas pemisah provinsi antara Yogyakarta dan Jawa Tengah, jarum pendek di jam tangan sudah menunjukan angka 2. 

Kabar baiknya adalah, setelah perbatasan tersebut Bapak mertua saya minta untuk digantikan, karena sudah nampak lelah dan gugup melihat sepanjang perjalanan, yang dijumpai adalah mobil-mobil berukuran besar. 

Dari sana saya mulai pasrah, karena dipercepat juga sepertinya akan sampai pas ketika jam makan malam. Sedangkan diperlambat juga akan sama saja, karena Bapak mertua saya akan memilih untuk menahan lapar, agar bisa segera makan di Warung Jeruk.

Dengan berbekal pilihan yang sama, saya memilih untuk memacu kendaraan roda 4 tersebut. Tanpa disangka, ketika kita sampai di Kota Banjar, dan jam sudah menunjukan waktu makan malam.

Warung Jeruk tersebut sudah tutup lebih awal, mungkin karena sudah kehabisan bahan makanan, atau mungkin dikarenakan kebijakan protokol kesehatan untuk memangkas waktu jam operasional, sehingga diharuskan untuk tutup lebih awal.

Saya tersenyum kecut, karena dalam lubuk hati paling dalam pun saya merindukan Pepes Tahu dan Ayam Goreng Kampung yang sangat enak di Warung Jeruk ini. 

Belum lagi Sambal Edan dan Sambal Goang yang pasti saya pesan, menambahkan rasa nikmat ketika menyantap lauk dengan nasi hangat. Tak heran jika kalian berkunjung di Resto ini pada siang hari, tantangannya bukan hanya perjalanan yang jauh yang harus ditempuh dari Kota Tasik, melainkan kesabaran karena ramainya pengunjung yang datang.

Sore itu, bukan hanya Bapak mertua saya yang kecewa, saya pun sama. Tapi saya menutupi kekecewaan tersebut karena gengsi, sedari awal sudah vocal untuk meminta perjalanan pulang tersebut sesuai dengan protokol kesehatan.

Akhirnya saya mengajak Bapak dan Ibu mertua saya untuk menyantap Warung Bubur Pusaka di Alun-Alun Kota Ciamis yang tidak kalah 'legend' nya dari Resto Warung Jeruk, untuk mengobati guratan kecewa dan perut lapar.

Dok. MakanEnakWeb
Dok. MakanEnakWeb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun