Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Momentum Hari Pahlawan Menyatukan Keterbelahan Akibat "Isu" Politik Identitas

9 November 2022   21:30 Diperbarui: 9 November 2022   21:51 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sswa siswi SD berkunjung di taman makam Pahlawan (Kompas.com)

Politikus lebih banyak melakukan drama, mengatasnamakan rakyat meskipun pada kenyataannya jarang turun ke masyarakat, Lebih suka mengaduk-aduk kekurangan rezim yang berkuasa, jarang melakukan sosialisasi untuk perbaikan. Politisi lebih sibuk dengan urusan partai, lebih nyaman menamakan pejabat yang terpilih karena kontribusi partai disebut petugas partai, padahal ketika sudah menjadi pejabat dan pemimpin ia tidak lagi petugas partai tetapi pelayan masyarakat.

 Kepemimpinan pejabat yang berasal dari partai masih memprihatinkan. Hanya beberapa pejabat yang benar-benar mau mengabdi dan lurus dalam melayani masyarakat. Yang perlu ditanyakan lagi pejabat yang lurus dan benar-benar total mengabdi malah dinyinyiri, bahkan dicari-cari kesalahan karena perbedaan ideologi dan partai.

Di kolom komentar banyak komentar dari netizen hanya berdasarkan berita viral yang belum tentu benar, banyak yang menghakimi pemimpin negara berdasarkan berita-berita dari media sosial yang data dan akurasi beritanya masih dipertanyakan. 

Banyak netizen yang tidak obyektif dalam menilai seorang tokoh, lebih dipengaruhi oleh  media yang sudah berpihak. Padahal fungsi Jurnalistik adalah menampilkan berita secara independen, tidak ada intervensi, tidak  boleh ada tokoh penguasa  yang mempengaruhi validitas berita.

Pahlawan yang diperlukan sekarang ini adalah pahlawan yang mampu meredam konflik,  mampu meyakinkan bahwa ia hanya berpijak pada suara masyarakat, mendengarkan dengan jernih keluhan-keluhan masyarakat bukan berdasarkan asumsi tokoh politik yang mempunyai kecenderungan berseberangan dengan penguasa di sebuah rezim tertentu.

Mahasiswa Boleh Kritis, Namun Kekritisan hendaknya konstruktif

Mahasiswa perlu kritis, namun mereka juga harus obyektif dalam melihat situasi kondisi terkini. Bukan membabi buta berseberangan namun tidak satupun terlihat baik di matanya. Mereka juga perlu membaca dan mengikuti perkembangan negara. Penguasa pasti selalu menghadapi kendala dalam setiap jejak kekuasaannya, ada resesi yang perlu diatasi, ada penyakit menular dan pandemi yang tiba-tiba datang.

Kasus-kasus itu mempengaruhi stabilitas ekonomi. Mahasiswa bisa menjadi pahlawan bagi masyarakat bila mampu memberi solusi atas masalah resesi global, munculnya pandemi covid 19 yang memberi tekanan besar terhadap kelangsungan hidup banyak orang. 

Negara pasti butuh anggaran besar untuk menekan persebaran virus yang sangat mematikan itu dulu.Selanjutnya mahasiswa bisa bergerak untuk membantu pemerintah mengenalkan tentang pentingnya vaksinasi, menjelaskan pentingnya protokol kesehatan untuk menekan persebaran virus.

Jika dalam masa sulit mahasiswa hanya mengenal demo dan demo, tetapi tidak berusaha mencari solusi agar semua komponen masyarakat bersatu bangkit dari keterpurukan maka yang ada hanya pembelahan-pembelahan akibat isu politik identitas, kadrun, kampret, kecebong, yang bikin runyam. Masyarakat menganggap politik itu busuk, buruk.

Persepsi Buruk Politisi Tidak Mencerminkan Jiwa Pahlawan yang Tulus Berjuang untuk Rakyat

 Persepsi buruk tentang politisi dan politik itu salah satunya karena kelakuan politisi yang cenderung negatif, tidur saat rapat, baku hantam saat sidang, bahkan terlihat di layar televisi wakil rakyat yang melempar kursi saat rapat. Arogan menggunakan jabatannya untuk lepas dari tanggungjawab. Mentang-mentang wakil rakyat, menyalahi aturan lalu lintas, namun ia tidak mau ditilang dan mengancam dengan memakai atribut wakil rakyat.

Yang pasti pahlawan pejuang dulu sangat kecewa dengan kelakuan politisi yang lebih sibuk mengurusi proyek, menjadi komisaris sejumlah perusahaan, menggunakan kekuasaannya untuk memuluskan jalan mafia mempergunakan jalan pintas untuk melakukan praktik konglomerasi. Bersama pengusaha hitam melakukan markup harga dalam proyek pembangunan hingga negara dirugikan milyaran bahkan trilyunan rupiah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun