Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Masalah Banjir dari Sudut Pandang Jokowi, Ahok, dan Anies Baswedan

9 Februari 2020   22:37 Diperbarui: 9 Februari 2020   22:46 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ahok, Anies dan Jokowi tidak tidur nyenyak saat banjir Jakarta(tribunnews.com)

Tiga nama yang saya sebut di atas pernah  dan ada yang sedang menjadi gubernur. Mereka pernah merasakan guyuran hujan deras datang dan bersamaan itu arus air membandang dari arah Bogor.

Tidak enak benar menjadi gubernur ibu kota yang nota bene dataran rendah. Mau apa lagi jika Banjir datang? Mau marah kepada Bogor atau kota- kota lain yang lebih tinggi?

Percuma sebab air tidak akan berbalik lagi ke Bogor. Air akan menuju ke laut. Dan ketika tampungan air atau waduk tidak mencukupi untuk menampung air yang membandang dari dataran tinggi, maka air akan melimpah ke daratan, ke daerah yang kontur dan letaknya lebih rendah. Nah Jakarta itu seperti cekungan dan parahnya cekungan itu susah menyesap air karena permukaan tanah rata- rata sudah dibeton.

Mau berpikir sekeras apapun mau menyalahkan siapapun tidak ada gunanya. Maka jika hampir semua gubernur berusaha mencegah air membanjir memasuki kawasan perumahan, perkantoran dan pusat perbelanjaan yang bisa dilakukan untuk mendekati kesempurnaan kerja hanyalah meminimalisir korban dari bencana.

Salah satu penyebab banjir adalah air deras mengalir ditambah lagi saat purnama menyedot air hingga menjadi ombak besar dan meninggikan permukaan pantai. Daratan dan tempat- tempat rendah akan menjadi sasaran ungsian air.

Maka apapun namanya mau genangan, mau tumpahan air atau akan mengumpul merdeka di atas permukaan beton bahkan sampai trotoar kemudian melompat ke kompleks permukaan penghuni Jakarta harus selalu siap banjir datang. Mau tempat elite tapi tidak memperhatikan sirkusasi air dan drainasenya maka banjir akan selalu datang.


Dengan berbagai cara para gubernur berusaha mengusir air dari Jakarta dan hanya kegagalan- kegagalan yang didapat. Kesuksesan hanya beberapa gelintir itupun karena siklus sedang menyenangkan sehingga air dari atas tidak sampai banjir.

Jokowi sekitar 2012 awal memimpin menemukan kejanggalan di lorong- lorong ada bekas- bekas kabel yang tidak dibuang tetapi malah dimasukkan ke lorong got sehingga membuat mampet dan  akhirnya air meluap, got sungguh kecil untuk bisa menampung  air sebegitu banyak.Kemudian dari peristiwa banjir itu seorang Jokowi melongok ke kolong saluran got dan terkaget- kaget betapa cerobohnya pekerja PU.

Maka sigaplah Sang Gubernur menandai tempat- tempat yang terindikasi banjir parah. Bersama Ahok sebagai wakil gubernur, terus memantau penyebab banjir. Meninjau Katulampa berunding dengan Depok untuk membuat danau besar di sana dan waktu itu Nur Mahmudi Ismail, sangat alot mengijinkan daerah yang berstatus kotatib sebagai bagian dari provinsi Jawa Barat agak melawan kuasa gubernur.

Maka dengan cara sendiri Jokowi dan Ahok sigap menyiapkan mesin pengeruk lumpur untuk ditempatkan di sungai sungai besar seperti Kali Ciliwung, Kali krukut, Cengkareng Drain, Tubagus Angke, Pesanggrahan didatangkan mesin pengeruk yang standby melakukan pengerukan ketika selepas banjir lumpur- lumpur meluap, air merambah ke mana mana.

Saya merasa Jokowi tidak bisa tidur nyenyak saat banjir datang. Ibarat sopir ia mesti mengecek mesin, mendengarkan bebunyiannya, memastikan busi bagus lampu sen normal, spion lengkap lampu pengintai di jendela mobil lengkap.

Kewaspadaan baik untuk mencegah kecelakaan terjadi. Karena ia pemimpin maka ia perlu menservis rakyatnya karena ia merasa pelayan rakyat maka rakyatlah prioritasnya. Tidak peduli ada masyarakat yang mengatakan sebagai pencitraan, mencari muka, mencari simpati rakyat.

Tidak semua penduduk menyukainya, tidak semua orang memahami cara berpikir dan kegesitannya dalam menyelesaikan persoalan kota yang terlanjur kompleks. Rasanya mengubah paradigma masyarakat dan jajaran birokrasinya sungguh sangat berat. Maka Ahok ditugaskan konsentrasi untuk membenahi birokrasi dan dirinya (Jokowi sebagai gubernur waktu itu) yang melakukan blusukan ke sana kemari untuk mencari titik masalah.

Bukan hanya banjir saja tetapi juga birokrasi, rusaknya ekosistem, sedikitnya air resapan dan kurangnya tempat bermain. Pada masa Jokowi dan Ahok pegawai dan timsesnya harus bekerja keras, kerja cepat dan sigap seperti pemimpinnya yang lebih banyak memberi aksi nyata daripada pidato panjang lebar. Yang ditunjuk untuk memaki maki Ahok dan ia perlu melihat rakyat dari dekat.

Begitulah ketika Jokowi terpilih menjadi Presiden Ahok tahu apa yang harus dilakukan, ia tipe orang yang tanpa babibu atau tedeng aling- aling , tidak basa basi bahasa jermannya eh jawa maksudnya. Jokowi Sebagai Presiden dan Ahok saling bantu dalam menyelesaikan masalah Jakarta.

Hingga akhirnya tragedi politik datang dan pada pemilu langsung Jakarta putaran Pertama Ahok unggul putaran kedua dengan berbagai serangan masif isu, dan isu- isu agama, penistaan, gerakan berjilid jilid pengerahan masa untuk mempersempit kesempatan Ahok terpilih pun sukses dilakukan. Jakarta yang kompleks harus terjerembab dalam kasus- kasus yang menyangkut penistaan dan pelecehan atas nama agama.

Ahok kalah dan ia mendekam dipenjara karena tuduhan penghinaan agama. Semua suara akhirnya mengerucut ke lawannya Anies dan Sandiaga. Mereka memperoleh suara sekitar 58 persen dan Djarot hanya sekitar 42 persen.Dan sejak itu sepertinya istilah kampret dan kecebong mulai lahir dan memuncak di pemilihan Presiden yang akhirnya dimenangkan oleh Jokowi.

Anies Baswedan menjadi gubernur tanpa pendamping setelah Sandiaga menyatakan maju sebagai kandidat wakil Presiden, ia solo saja memimpin dibantu TUGPP. Tetapi yang mencengangkan konon gaji TUGPP nya luar biasa besar. Tetapi ini Jakarta Bung pegawai negeri  saja ada tunjangan kemahalan. Tunjangan- tunjangan lain sehingga membesar di era Jokowi dan Ahok supaya mereka tidak kebablasan ngemplang anggaran negara yang digunakan untuk foya -- foya dan memperkaya diri.

Anies pun sekarang pasti tidak bisa tidur nyenyak saat musim banjir, Dia diuji ketika pagi -- pagi di tahun baru air meluap dan membuat Jakarta seperti danau. Di mana -- mana air dan dari situ membandang pula caci maki kepada Anies yang mempunyai cara unik untuk bisa merangkul dan membuat pengagumnya semakin jatuh hati bahkan sampai "rela "dipenjara hanya karena ia tidak tega Anies terus dibully dan ia mencoba membalasnya dengan sasaran pejabat pula di lain provinsi. Kalau kritikannya halus tidak apa tetapi menyamakan wajah orang atau sosok seseorang dengan kodok apa tidak bikin gondok.

Pak Anies yang sabar ya. Begitulah Jakarta anda harus tahan banting terhadap segala nyinyiran dan kritikan. Sudah menjadi resiko pemimpin di jaman medsos, menjadi pesohor di era digital yang memandang kesempurnaan kepemimpinan dengan membandingkan dengan gubernur sebelumnya atau idola- idola lain yang sukses merubah Jakarta seperti misalnya Ali Sadikin. Bang Yos.

Menjadi gubernur Jakarta itu ngeri ngeri sedap kata almarhum politisi Sutan Batugana. Kalau tidak kuat biarlah Dilan yang menanggung, tidak usah capek capek menjadi gubernur, toh  akan selalu dicaci jika tidak sigap, tidak tanggung- tanggung gubernur akan semakin di buly jika modal kata- katanya atau narasinya tidak sebanding dengan eksekusi masalah yang lambat. Terkesan tidak menguasai permasalahan dan cenderung selalu kontra dengan pemimpin sebelumnya.

Memang susah menghadapi masyarakat Jakarta. Sebab Jakarta akan menjadi sorotan. Meskipun banjir di Bandung atau Semarang ujung -- ujungnya ya Anies yang patut dijadikan sasaran karena kesalahan awal yang terus dicatat masyarakat terutama yang tidak suka dengan gaya kepemimpinan Anies Baswedan yang kata orang penuh narasi minim eksekusi.

Baiklah saya blogger dan penduduk Jakarta sejak saya menikah karena ber KTP Jakarta, tidak akan ikut- ikutan membully gubernur,tetapi kritikan akan terlontar manakala ada hal yang janggal yang dilakukan pemimpinnya. Boleh jadi dulu idola pemimpin bukan Anies melainkan lawannya.

Tetapi saya bukan membabi buta mengkritik atau membuat kata- kata nyinyir. Sebab media sosial itu adalah cerminan diri, jika terlalu gegabah berkata- kata akan menjadi bumerang bagi diri sendiri. Jadi bijak saja bermedsos. Siapapun pemimpin Jakarta akan susah tidur saat musim banjir tiba. Salam damai selalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun