Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Hoaks, Guru, dan Kegagalan Pendidikan

30 Mei 2019   17:34 Diperbarui: 31 Mei 2019   14:18 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Abraham, guru mata pelajaran IPS tengah mengajarkan tentang peta dunia kepada muridnya di SMPN 74, Rawamangun, Jakarta, Selasa (11/8/2015). Abraham banyak menyisipkan tugas praktek ke lapangan kepada muridnya dalam metode mengajar, sehingga siswa dirangsang untuk praktis dan kreatif. Kemdikbud akan membuat kebijakan untuk meningkatkan profesionalisme guru lewat penilaian kinerja dan kompetensi serta pengembangan keprofesian berkelanjutan.(KOMPAS/RIZA FATHONI)

Seorang guru harus hati-hati menulis, membuat status tentang kasus ujaran kebencian sebab jejak digital barangkali juga menjadi konsumsi publik. 

Di era modern ini ratusan juta orang menjadi pengguna gadget. Dari sekian juta itu tentu ada yang membaca karya seorang guru. Jika guru terlalu mengumbar kata-kata kasar bagaimana muridnya?

Jadi bukan hal mudah berprofesi sebagai guru. Setiap kata yang keluar dari guru bisa mengukur kualitas guru. Sekali salah ucap dan berkata out of context, atau keluar jalur dan dinilai provokatif, tentu akan membuat rugi baik sekolah, lingkungan dekat sekolah dan orangtua mereka sendiri.

Guru, Karakter, dan Kegagalan Pendidikan

Guru menjadi motor perubahan, mengubah siswa ibaratnya kertas kosong menjadi penuh coretan, penuh ilmu. Dalam perjalan kehidupan, bisa jadi siswa menjadi lebih cerdas dan lebih berilmu dari gurunya. Banyak yang sudah menjadi profesor doktor, presiden, ketua MPR, DPR sedangkan guru masih hidup dengan rumah bersahaja. 

Terkadang mereka lupa tetapi banyak yang masih ingat akan jasa guru. Ketika muridnya terkenal karena kasus korupsi dan sering muncul di pemberitaan karena menjadi penyebar hoaks tentu rasanya pedih. Guru merasa gagal mendidik karakternya, mendidik akhlaknya. 

Secara karir dan kecerdasan banyak doktor dan elite politik sukses tetapi ada yang hilang dari esensi pendidikan dasar yaitu moral yang sejak awal sebetulnya ditanamkan kepada muridnya. Mencontek, memanipulasi nilai, menyogok guru agar nilainya bagus meskipun capaian pembelajar sebenarnya tidak sampai. 

Kadang guru dalam keterbatasan menjadi iba ketika segepok uang hadir di depan matanya. Murid dan orangtuanya mengajarkan untuk menempuh jalan salah dan ada beberapa guru tidak kuat menahan derita dengan kecilnya gaji yang diperoleh.

Itulah penting mendidik sumber daya manusia sejak kecil agar ketika besar dan sudah terjun dalam dunia nyata ada pegangan dasar yang tetap diingat seseorang. Kejujuran, keiklasan untuk menerima kekalahan, tidak jumawa dan mabuk saat menang. 

Ada banyak petuah dari berbagai suku bahwa adab, kesatria, legowo, rendah hati adalah kunci bagi manusia untuk menjadi manusia yang teguh pendirian meskipun badai menerpa, termasuk berita berita bohong yang masif di era medsos sekarang ini.

Saya seorang guru pun masih sering kadang membiarkan kecurangan hadir dalam laku para siswa. Sebagai guru kadang lupa mengingatkan arti sebuah kejujuran bahkan kadang secara sengaja sering memperlihatkan perilaku jelek di hadapan siswa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun