Mohon tunggu...
Dwi Elyono
Dwi Elyono Mohon Tunggu... Dosen - Pencari

Penerjemah bhs Inggris bhs Indonesia/bhs Jawa; peneliti independen dlm kajian penerjemahan, kajian Jawa, dan semantik budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gerbang Tol Madiun: Sebuah Pertemuan

15 April 2018   00:51 Diperbarui: 15 April 2018   01:20 1135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Juli 2004, bus Sumber Kencono melaju kencang ke arah Surabaya setelah ngetem di terminal Purabaya Madiun. Melewati Nglames, aku bersiap-siap turun di Dumpil, pertigaan berhias persawahan luas yang sangat indah, yang namun kini hancur lebur menjadi Gerbang Tol Madiun.

Belum sempat berdiri, bakul mainan anak-anak menawarkan boneka teletubbies satu paket dengan piano kecil.

"Berapa, Mas?"

"Dua puluh ribu."

Ibu paroh baya di samping berbisik, "Tawar 18 ribu saja."

Ternyata benar. Begitu aku tawar 18 ribu, teletubbies dan piano langsung diberikan. Pertigaan Dumpil sudah terlihat. Mengapa aku tega mengambil dua ribu ripis yang nilainya sangat kecil, tapi yang mungkin sangat besar bagi bakul ini?

"Ndak jadi nawar, Mas. Saya bayar 20 ribu saja."

Ibu di sebelah kaget. Bakul bingung. Dumpil tinggal sekejap.

"Nggih pun, Pak. Kalau begitu ini saya kasih baterei, untuk pianonya."

"Matur nuwun, Mas!" sambil melompat keluar bus menggenggam teletubbies, piano dan baterei, tidak sempat berpikir untuk menolak pemberian batereinya.

Dari sebuah sawah di seberang Gerbang Tol Madiun, 14 April 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun