“Kadang Allah akan berikan kejutan atas apa yang kita inginkan, habis sedih terbitlah senang”
Tidak semua hal baik datang dari hal yang kita sukai, boleh jadi apa yang tidak kita sukai adalah hal baik dikemudian hari.
Aku termenung, membayangkan motor kesayanganku kayla akan berpindah tangan, ia yang mengajarkan aku banyak hal, kesabaran, kebesaran hati, tidak sombong dan menghargai apa pun yang kita miliki. Kayla, motor pertama ku di Bangka dibeli dengan harga empat setengah juta rupiah, warnanya biru muda, penampakannya seperti motor butut pada umumnya, dikeluarkan pada tahun 2009 – aku mulai memakainya 2018-, body hitamnya sudah berubah jadi abu-abu kusam, spion sudah berganti puluhan kali sepertinya, sebab tidak senada warnanya, tak ada dasbor motor untuk penyimpanan di depan, nampak sangat banyak tidaknya.
Terlebih kalo sudah ngadat, mati merajuk di lampu merah. Tat Tit Tut klakson silih berganti mengumpatku, lantaran tak kunjung maju melewati pembatas lampu merah, bukan karena tak mau tapi kyala mati mendadak, distater tak mempan, diengkol apalagi, tak ada tenagaku untuk mengekol, tapi di Bangka siapa yang akan membiarkan mu mengalami kepayahan sendiri, turunlah laki-laki dengan perawakan sixpack dari motornya, bersiap membantuku, diangkatnya kayla berstandar dua, lalu ia memulai penyelamatannya.
Satu kali… dua kali.. tiga kali….
Entah apa yang ada dipikiran kayla, manusia tampan saja ia tolak, tak ada tanda-tanda kehidupan, tak mau nyala, merajuk. Sampai pada akhirnya kami memapah kayla ke bengkel terdekat.
***
Hari ini bapak memutuskan untuk mengganti motorku, sebab mamah membutuhkan uang sesegera mungkin, hari itu juga, tidak ada toleransi. Jadilah hartaku yang berharga dan sangat aku sayangi harus ku relakan. Tidak memerlukan waktu yang lama untuk menjual kayla, beberapa jam diposting langsung banyak yang tertarik, tentu kami pilih penawaran paling tinggi, karena untuk merawatnya saja butuh banyak biaya, langganan rutin bengkel sebrang kos kami.
Sehari sebelum dia akan dijemput oleh pemilik barunya, aku memuaskan diriku untuk membawanya keliling kota Pangkalpinang, menelusuri arah kanan, alun-alun, pasar pagi, taman sari, lanjut lagi ke arah kiri, pantai pasir padi, taman baypark, gramedia dan semua tempat-tempat yang pernah aku lalui bersama motor ini.
Tidak lupa, pagi itu aku mengajak dia untuk mampir, membeli koran Bangka Pos seperti pagi-pagi biasanya, membeli beberapa sayuran dan daging lalu bergegas kembali ke kontrakan.
“Terima kasih sudah membawaku, nyasar kesana kemari, berkeliling, tertawa dan menangis” aku elus motor tua itu.
Segera setelahnya, menyadari tak lama lagi pemilik baru kayla datang, aku meletakan belanjaanku, mulai memasak dan merapihkan seisi kontrakan.
Selesai semua, ku rebahkan diriku di atas kasur, membuka jajanan dan koran yang ku beli tadi pagi, penasaran, opini siapa lagi yang tayang di kanal Bangka Pos hari ini, sembari menikmati risol mayo, bala-bala dan jungkong makanan khas Bangka yang terbuat dari tepung beras berwarna hijau dan putih yang disiram kinca gula, legit, manis dan gurih jadi satu kesatuan yang utuh, setidaknya mengobati kepahitan perpisahanku dengan kayla.
Lembaran demi lembaran koran ku buka, banyak memuat berita lokal dan nasional, tetap yang aku tuju pojok opini, barangkali ada nama yang ku kenal.
“aaaaaaah” jeritku terkaget-kaget, ku amati lagi dengan seksama, foto dan nama di kanal pojok opini.
“Ini aku, ini nama ku, ini opini ku” aku terpaku pada halaman opini, pasalnya tulisan ini sudah ku kirim sejak dua minggu lalu, saban hari ku beli koran, barangkali ada nama ku.
“Huaaaa mak, aku masuk koran” tak berhenti aku berjingrak-jingkrang, memandangi fotoku yang terpampang di koran.
Dering ponselku bersautan, menandakan banyaknya pesan yang masuk, ternyata beberapa kawan ku menemukan aku di koran, mereka mengirim gambar koran
“wuih, ka masuk koran, ngeri-ngeri” seru salah seorang temanku
Tak hanya itu, ramai digrup fakultas mempertanyakan siapa Auni Ratna Dewi, wanita yang namanya ada di Bangka pos pagi ini, aku melayang, merasa terkenal dalam sehari, tak sia-sia dalam opini bertajuk “Mahasiswa Menghadapi Tantangan Revolusi Industri 4.0” ku tulis besar-besar asal kampus dan jurusanku.
Senang tak kepalang, ku kabari Bapak yang tengah berada di pasar, memamerkan sedikit kebolehanku dalam menulis, membuktikan bahwa kegiatanku di kamar ada manfaatnya.
“Pak, Pak aku masuk koran, coba beli koran Bangka Pos, buka halaman delapan, ada aku dan fotoku” tak henti aku membanggakan diri ku sendiri.
Terdengar disebrang telpon, Bapak meminta kawannya untuk dibelikan koran.
“Coba itu beli korannya, wih anak ku masuk koran, anak ku masuk koran” Bapak tidak sadar bahwa telponnya masih terhubung.
Bahagia sekali rasanya, satu dari seratus mimpiku terwujud, rasanya seperti semua mimpiku sudah tercapai.
Tak lama, terdengar ketukan pintu, ribut-ribut orang berbincang di depan kontrakan, aku bergegas membuka pintu, menyalami dan menanyakan maksud dan tujuan pria itu.
“saya mau bawa motor, ini uangnya ya, sudah sesuai ya” tak banyak basa-basi, tak duduk atau masuk dulu, ia langsung menyodorkan uang seratus ribuan.
Aku mematung sejenak, menyadari transaksi ini harus dilakukan, ku ambil kunci dan surat-surat kayla, ku serahkan pada pemilik barunya.
“saya serahkan barangnya ya pak, uangnya saya terima, semoga berkah” ujarku seraya memberikan semuanya.
Ia tersenyum dan mengangguk, lalu membawa kayla pergi diiringin dengan teman yang mengantarnya.
Rasanya baru saja senang akhirnya tulisanku terbit, tapi melihat kayla bener-benar dibawa pergi, memalingkan sedikit kebahgaiaanku tadi.
“Benar kata orang, bahagia sewajarnya”
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI