Mohon tunggu...
Marendra Agung J.W
Marendra Agung J.W Mohon Tunggu... Guru - Urban Educator

Write to learn | Lahir di Bekasi, mengajar di Jakarta | Menulis edukasi, humaniora, esai dan fiksi | Kontak: jw.marendra@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lamunan Empok Hayat

2 April 2020   16:33 Diperbarui: 2 April 2020   20:32 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suara guruh di langit timbul tenggalam. Mata Empok Hayat masih terpejam. Kini ia miringkan posisi rabahnya, memeluk bantal lebih erat. Kedua sisi bibirnya itu tiba-tiba melebar, seperti mengisyaratkan bahwa ia sedang menjumpai hal menyenangkan dalam benaknya. 

Postur tubuhnya yang bantet itu nampak presisi dengan kompoisisi tikar bambunya. Empok Hayat merasa tak perlu menggelar kasur, yang berada di balik bilik papan penyekat ruangan di hadapan wajahnya. Cukuplah dengan bayang -- bayang pada benaknya, hatinya jadi begitu segar. 

Empok Hayat sengaja menjaga kesadarannya. Ia sedang menerka, kalau awal tahun ini ia akan tertimpa berkah. Bukan saja karena suaminya dapat proyek nukang di kabupaten. Akan tetapi, kegembiraan yang misterius itu juga disebabkan hal lain.

" Di mana-mana sudah mulai banjir. Kalau yang sudah-sudah, tinggal tunggu saja Cikeas dan Cilengsi meluap, Komplek Vermai pun akan kena." Muncul wajah Mang Sukur. 

Orang itu tinggal tak jauh dari rumah Empok Hayat. Mereka adalah warga Kampung Atas. Tak ubahnya Empok Hayat yang mengais rezeki dari rumah Pak Ableh, Mang Sukur juga mencari nafkah di Komplek Vermai, nama perumahan dari kediaman Pak Ableh. Mang Sukur satpam perumahan, ada pula teman sejawatnya yang ngetem ojek di sana, ada pula yang dagang sayur dan lain-lain.

 Kabar dari Mang Sukur itu memancing sensasi girang Empok Hayat. Ia mengingat banjir empat tahun lalu, tatkala Komplek Vermai terendam hingga 3 meter, pasca kejadian itu Empok Hayat bisa saja bikin warung. 

Tapi karena mempertimbangkan sejumlah, ia memilih untuk menabung. Tiap kali Komplek Vermai terendam banjir tahunan, warga Kampung Atas memang terkena imbas rezeki. 

Selain ikut mampir ke posko-posko makanan, sembako, dan pakaian bekas, Empok Hayat juga akan mendapat amplop tambahan dari Pak Ableh. Sebab, ia akan membantu membenahi kekacauan rumah Pak Ableh pasca banjir. 

Ketika itulah rejeki tak terduga datang lagi. Empok Hayat akan diminta untuk membawa ini-itu yang tak terpakai. Seperti dispenser, kursi dan lain-lain. 

Itu semua kadang dijual, tapi yang masih layak ia gunakan sendiri. Dalam hati kecilnya, Empok Hayat begitu menantikan banjir datang ke Komplek Vermai.

Sebagian besar warga Komplek Vermai adalah pendatang sejak tahun 1990-an. Menurut kepercayaan warga Kampung Atas, lokasi Komplek Vermai memang menjadi sumber penghidupan sejak dahulu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun