Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Ketika Gerakan Rakyat di Pati dan Parlemen Beri Pesan Keras

30 Agustus 2025   12:58 Diperbarui: 30 Agustus 2025   12:58 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gerakan rakyat. Foto: Getty Images/iStockphoto/champc via Kompas.com

Dalam rentang waktu sebulan terakhir, kita disuguhkan oleh dua gerakan rakyat. Gerakan rakyat pertama terjadi di kabupaten Pati yang meminta agar Sudewo yang menjabat sebagai Bupati Pati untuk turun dari takhta sebagai kepala daerah. Biang dari gerakan rakyat di Pati karena kebijakan kenaikan pajak yang terbilang besar dan tak pro ekonomi rakyat.

Sudewo awalnya enggan untuk memenuhi tuntutan rakyat. Malahan, coba menantang rakyat. Rupanya, Sudewo salah mengkalkulasi kekuatan rakyat yang telah menempatkannya di kursi bupati. Pendek kisah, Presiden Prabowo Subianto turun tangan dan Sudewo yang merupakan kader Partai Gerindra akhirnya memenuhi tuntutan rakyat.

Sudewo kalah dengan kekuatan rakyat. Tak sampai di situ, rakyat terus membuntuti Sudewo agar persoalan-persoalan yang mengitarinya perlu dicek oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan, rakyat Pati menyeruhkan agar Sudewo dinyatakan sebagai tersangka.

Setelah kejadian gerakan rakyat yang terjadi di Kabupaten Pati, beberapa pekan kemudian kita pun berhadapan dengan gerakan rakyat yang memprotes anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Sebabnya, kenaikan tunjangan perumahan bagi para anggota DPR. Secara tak kebetulan, pengumunan kenaikan tunjangan tersebut diwarnai oleh aksi joget-joget anggota DPR setelah sidang berakhir.

Gerakan rakyat itu pun berujung pada kematian pegemudi ojek online, Affan Kurniawan yang dilindas kendaraan polisi. Kematian Affan menyulut aksi gerakan rakyat di pelbagai daerah meminta keadilan dan menyeruhkan reformasi kepolisian. Selain anggota DPR yang menjadi sasaran, pihak kepolisian pun ikut menjadi kritik rakyat.

Dua aksi gerakan rakyat yang terjadi dalam satu bulan terakhir cukup menarik untuk disimak. Pada satu sisi, itu membahasakan bahwa dalam konteks negara demokrasi, kedaulatan rakyat tak boleh dipandang sebelah mata. Slogan bahwa pemimpin demokratis dipilih oleh, dari, dan untuk rakyat bukan sekadar slogan, tetapi itu benar-benar menyata lewat gerakan rakyat yang terjadi dalam satu bulan terakhir di Indonesia.

Gerakan rakyat ini pun menunjukkan wajah positif dari partisipasi rakyat dalam negara demokrasi. Dalam mana, kursi kepemimpinan bukanlah milik absolut dari para pemimpin yang terpilih lewat pemilihan umum (pemilu). Akan tetapi, itu hanyalah perpanjangan suara dari rakyat. Pendek kata, pemimpin di negara demokratis hanyalah instrumen rakyat untuk menyalurkan dan mewujudnyatkan aspirasi rakyat menjadi realitas.

Oleh sebab itu, sangat miris apabila kebijakan para pemimpin di negara demokratis berjalan terbalik dengan nasib rakyat. Rakyat sementara berkecimpung dalam kesusahan ekonomi yang tak pasti, para pemimpin malah melakukan keputusan/kebijakan tertentu seperti menaikkan tunjangan. Tentu saja, keputusan/kebijakan itu tak pro rakyat. Keputusan/kebijakan itu tak menunjukkan bela rasa para pemimpin kepada situasi rakyat.

Menjadi kian miris tatkala wakil rakyat berjoget ria di gedung parlemen yang dipandang "sakral" untuk konteks negara demokrasi. Entah apa intensi joget ria para wakil rakyat tersebut, tetapi pengumuman kenaikan tunjangan sudah melukai hari rakyat. Banyak yang hidup berkesusahan, tetapi kemudian wakil rakyat yang seyogianya berupaya menaikkan taraf hidup orang yang susah pada level yang lebih baik malah mengkhianati aspirasi rakyat.

Untuk itu, gerakan rakyat yang mengutuk dan coba membatalkan kenaikan tunjangan itu tidaklah salah. Itu adalah reaksi rakyat yang sudah berkesusahan pada wakilnya yang terlihat tampak baik-baik saja. Malahan, gerakan rakyat sangat dibutuhkan di tengah konteks negara demokrasi lantaran wajah kepemimpinan demokratis sebenarnya kepunyaan rakyat.

Pada titik lain, gerakan rakyat juga menunjukkan bahwa rakyat tak mati rasa dengan situasi politik di tanah air. Reaksi rakyat dengan melakukan protes dalam rupa demonstrasi menunjukkan bahwa nalar rakyat belum tersumbat sama sekali oleh pencitraan para pemimpin lewat media sosial. Rakyat tak sekadar memilih, tetapi rakyat juga melihat dan mengevaluasi kinerja para pemimpinnya.

Ketika rakyat diam pada kebijakan pemerintah yang bernuansa berat sebelah, pada saat itu nilai demokrasi terlihat mati rasa. Namun, saat rakyat bereaksi lewat gerakan tertentu, pada saat itu pula warna demokrasi terlihat hidup. Demokrasi sebagai kedaulatan rakyat tak sekadar slogan atau pun konsep semata. Akan tetapi, itu merupakan citra yang benar-benar terejawantah dalam laku politik rakyat.

Oleh karena itu, gerakan rakyat yang memprotes pada kebijakan pemerintah pada satu bulan terakhir, baik itu di kabupaten Pati maupun untuk anggota DPR menunjukkan sisi positif dari wajah demokrasi di Indonesia. Gerakan rakyat itu harus diterima sebagai bagian dari kenyataan sebagai negara demokrasi.

Efek lanjutnya bahwa pemangku kepercayaan rakyat tak boleh alergi pada kritik rakyat. Para pemimpin yang dipilih oleh rakyat tak boleh cuci tangan atau pun sekaligus marah dengan reaksi rakyat. Sebaliknya, para pemimpin tersebut perlu mengevaluasi diri, kinerja dan sekaligus kebijakan-kebijakan yang telah menimbulkan api reaksi rakyat.

Alih-alih mau melawan kekuatan rakyat di tengah konteks negara demokrasi, hal itu malah akan menjadi batu sandungan bagi pelawan. Lebih baik, para wakil rakyat segera mencari cara agar api gerakan rakyat tak meletus pada langkah yang lebih besar lagi. Boleh dikatakan, jangan anggap enteng gerekan rakyat. Apalagi kalau para wakil rakyat di DPR meniru langkah bupati Pati yang coba menantang gerakan rakyat yang menolak kebijakannya.

Semakin ditantang, semakin rakyat akan bergerak maju. Toh, rakyat menyadari bahwa para wakil rakyat duduk dan berada di senayan berkat suara rakyat dan sejatinya demi kepentingan rakyat. Sangat taklah etis ketika para wakil rakyat hanya merenggut suara rakyat, tetapi kemudian mengkhianati suara rakyat.

Gerakan rakyat yang terjadi pada satu bulan terakhir memberikan efek positif pada pemahaman kita tentang negara demokrasi. Indonesia sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia menunjukkan bahwa rakyat bukan sekadar penonton atau pun aktor yang hanya bermain sewaktu pesta demokrasi atau pemilu terjadi.

Namun, rakyat tetaplah pemegang kedaulatan terbesar dalam negara demokrasi. Menyumbat suara rakyat bisa berdampak gerakan yang akan sulit dibentung. Untuk itu, agar gerakan rakyat tak meletus makin membesar, para pemimpin, terlebih khusus para wakil rakyat segera mengevaluasi kebijakan yang telah dibuat.

Kalau boleh, kebijakan yang telah membangkitkan amarah rakyat dibatalkan. Suara tagar lewat media sosial atau spanduk demonstran: "DPR dibubarkan" tak boleh dianggap enteng. Lebih baik kepentingan banyak orang dikedepankan, daripada kepentingan segelintir pihak mendapat tempat utama, yang nota bene dipilih oleh rakyat.

Gerakan rakyat yang terjadi di Kabupaten Pati dan di depan gedung parlemen memberikan pelajaran berharga tentang hidup berpolitik di tengah negara demokrasi. Hal itu mesti terjadi tatkala para pemimpin yang terpilih berkat suara rakyat tak berlaku sebagai wakil rakyat yang sesungguhnya. Juga, itu memberikan pelajaran pada rakyat bahwa di tengah negara demokrasi, suara rakyat tak akan (boleh) pernah mati.

 

Salam  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun